1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Blatter Kembali Terpilih Pimpin FIFA

1 Juni 2011

Joseph Blatter terpilih untuk keempat kalinya sebagai presiden Federasi Sepak Bola Internasional FIFA, Rabu (1/6). Delegasi Kongres FIFA memberikan suaranya bagi warga Swiss usia 75 tahun itu dengan suara mayoritas.

https://p.dw.com/p/11Sim
Presiden FIFA J. BlatterFoto: ap

Meski krisis besar dalam tubuh Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA), Joseph Blatter tetap bercokol di atas kursi kepemimpinan FIFA. Pada kongres FIFA ke-61 di Zürich, Swiss, Rabu (01/06), Blatter kembali terpilih untuk keempat kalinya sebagai presiden FIFA dengan mengantongi 186 dari 203 suara. Dalam pemungutan suara ia tidak harus berhadapan dengan seorang kandidat mana pun. Pasalnya, penantang satu-satunya Mohamed bin Hamman dari Qatar, mengundurkan diri dari pencalonannya. Hamman saat ini sedang menghadapi tuduhan korupsi, dan untuk sementara dinonaktifkan dari organisasi tersebut.

Sedangkan usulan Inggris untuk menunda pemilihan presiden, ditolak mayoritas delegasi kongres sebelum pemungutan suara dilakukan. Maka terbukalah pintu bagi pemilihan Blatter selanjutnya: "Kita kembali membawa kapal FIFA ke perairan yang jernih dan transparan. Kita perlu sedikit waktu. Kita tidak dapat berhasil esok hari. Tetapi kita akan melakukan tugas kita, agar piramid kita tidak hancur. Piramid yang kuat, karena basisnya, fundamennya kompak. Permainan kita kompak, permainan yang dicintai di seluruh dunia."

Joseph Blatter Wahlschein Fifa Präsident
Kartu suara pemilihan presiden FIFAFoto: dapd

Kongres FIFA akan tentukan tuan rumah Piala Dunia

Sebelum pemilihan hari Rabu, Blatter menyatakan akan melakukan reformasi. FIFA memang sejak lama sudah harus direformasi agar tidak hancur berantakan. Misalnya, ke depan penentuan tuan rumah Piala Dunia tidak lagi melalui pemungutan suara oleh Komite Eksekutif yang sarat dengan skandal, melainkan ditentukan oleh asosiasi sepak bola nasional di seluruh dunia. Selain itu, untuk pertama kalinya pakar eksternal diijinkan membantu masalah FIFA bila ada tuduhan korupsi atau suapan.

Seusai pemungutan suara, Blatter yang memimpin FIFA sejak tahun 1998 mengatakan kepada delegasi kongres bahwa ia gembira karena FIFA mampu menunjunkan solidaritas dan mengijinkan mereka untuk maju ke depan dengan titik tolak yang positif: "Saya ingin mengatakan kepada anda bahwa saya terharu dan merasa dihormati. Terima kasih. Tetapi ini juga berarti tantangan baru bagi saya. Saya menerimanya, karena saya bersama anda. Dan bersama-sama kita akan berhasil. Jadi, marilah kita bersama-sama menuju masa depan."

Theo Zwanziger
Presiden DFB, Theo ZwanzigerFoto: picture-alliance/dpa

Zwanziger tuntut pemeriksaan dalam penetapan penyelenggara Piala Dunia 2020

Blatter berbicara penuh semangat. Berlainan dari pidato sehari sebelumnya. Ia kelihatan menanggung beban berat dan meninggalkan jumpa pers dengan marah setelah perdebatan sengit dengan para jurnalis seputar perannya yang kontroversial di FIFA.

Semua tuduhan korupsi terhadap Blatter dan sejumlah anggota Komite Eksekutif serta semua desas-desus seputar uang suap dalam penetapan Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022 tampaknya memberati pundak pria Swiss itu pada hari-hari menjelang pemungutan suara. Kritik dari sponsor, publik, sejumlah pemerintahan dan seruan pembaruan personel secara menyeluruh dalam kiris yang terberat dalam 107 tahun sejarah FIFA, telah melemahkan posisi Blatter. Namun pada hari pemilihannya, ia tampil penuh keyakinan dan akhirnya membuat kejutan dengan pernyataan untuk melakukan reformasi.

Sementara itu Theo Zwanziger, presiden asosiasi sepak bola Jerman DFB mendesak untuk memeriksa secara tuntas proses penetapan Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2020. Dalam hal ini ia mengacu pada laporan-laporan media tentang dugaan korupsi dan sogokan. Zwanziger adalah anggota Komite Eksekutif FIFA yang sebelumnya dipegang oleh Franz Beckenbauer. Zwanziger menuntut agar yang bertanggung jawab dalam dugaan itu dihukum. Ia juga mengusulkan agar diciptakan mekanisme pencegahan upaya korupsi dan sogokan dalam badan FIFA.

Christa Saloh/dpa/rtre

Editor: Andy Budiman