1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

BMKG dan Badan Geologi Tsunami Kali ini Fenomena Langka

23 Desember 2018

Tsunami yang terjadi di Banten dan Lampung yang merenggut nyawa ratusan jiwa, merupakan fenomena langka. Diduga tsunami tersebut berkaitan dengan longsoran akibat erupsi Gunung Anak Krakatau.

https://p.dw.com/p/3AZEO
Indonesien Banten - Schäden nach Tsunami
Foto: BNPB

Baik Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) maupun Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan fenomena tsunami yang menghantam Banten dan Lampung merupakan fenomena langka, karena tidak didahului oleh gempa.

Dalam wawancara dengan DW, Deputi Bidang Geofisika BMKG, Dr. Ir. Muhamad Sadly M.Eng. mengungkapkan tsunami kali ini sangat kompleks. "Biasanya didahului oleh gempa tektonik besar. Jika ada gempa, kami biasanya langsung mengeceknya, dan apabila ada potensi tsunami, kami akan mengumumkan dengan peringatan tsunami. Masalahnya ini kan bukan gempa. Tidak ada gempa. Namun berdasarkan informasi dari badan geologi memang ada tremor di Gunung Anak Krakatau sejak bulan Juni."

Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Ir. Rudi Suhendar menyebutkan tsunami ini diduga akibat longsoran aktivistas Gunung Anak Krakatau. "Namun masih diselidiki apakah longsornya dari gunung Anak Krakatau saja atau kaldera letusan yang lama tahun 1883. Karena kalau dari Gunung Anak Krakatau yang  berbentuk kerucut, lerengnya cenderung relatif stabil, namun entah yang di bawah lautnya, maka kami terus mengidentifikasi. Jadi masih ada dua kemungkinan, karena longsoran gunung atau karena pasang surut yang tinggi sekali."

Badan Geologi Kementerian ESDM masih terus menyelediki kemungkinan penyebab tsunami tersebut.

Laporan diterima BMKG dari Badan Geologi pada pukul 21.03 WIB, tanggal 22 Desember 2018 bahwa Gunung Anak Krakatau aktif kembali sehingga alat seismometer di gunung rusak, "Tetapi sistem stasiun seismik di Sertung dekat Krakatau sempat merekam getaran tremor terus-menerus. Pada saat itu masih tidak ada frekuensi tinggi yang mencurigakan," tambah Sadly.

BMKG lalu mencocokan laporan seismik dengan laporan masyarakat setempat, karena BMKG juga mempunyai stasiun seismik di kawasan Cigeulis. "Catatan sensor di sana juga hanya menunjukkan adanya tremor durasi 24 detik dengan frekwensi 8-16 MHz, pada pukul 21.04. "Namun kemudian, ada beberapa lokasi yang menunjukkan itu gelombang tsunami, ujar Sadly lebih lanjut. "Pada pukul 21.07 kita memantau laporan Badan Informasi Geospasial, ternyata ada tsunami yang tingginya, 0,9 meter di Serang. Di Kota Agung, Lampung, pada pukul 21.33 itu tingginya 0,36 meter. Kemudian di Pelabuhan Panjang, Lampung pada pukul 21.53 tingginya 0,28 meter. Dengan data observasi tersebut yang membuat BMKG kemudian yakin, bahwa ini adalah tsunami.

Menurut BMKG selama masih terjadi tremor di Gunung Anak Krakatau maka masih ada potensi tsunami susulan. BMKG menghimbau agar warga terus memantau informasi yang disampaikan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), BMKG dan Badan Geologi Kementerian ESDM. "Kalau ada tremor terus-terusan di Gunung Anak Krakatau bisa terjadi longsoran atau runtuhan maka sebaiknya penduduk pesisir jangan pulang dulu," ujar Sadly.  Ditambahkannya, agar masyarakat jangan panik jika terjadi tsunami, ambil langkah. Lari ke tempat tinggi. Ada waktu 20 menit ke tempat tinggi, jangan tunggu petugas. Langsung evakuasi."

BMKG juga mengimbau agar masyarakat tidak perpancing berita hoaks yang tersebar. "Ikuti informasi yang resmi. Jika tidak jelas sumbernya, jangan langsung percaya karena banyak pihak yang kerap memanfaatkan situasi untuk kepentingan sendiri. masyarakat harus bisa evakuasi sendiri lewat info BMKG via 'mobile'." 

ap/yp.