1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikUkraina

Bom Kotor: Apakah Ini Senjata Pamungkas Terbaru?

Jan D. Walter
26 Oktober 2022

Para pihak yang berperang di Ukraina saling tuding, lawan merencakan pengerahan "bom kotor". Namun, apa sebetulnya bom itu? Apakah ini bom jenis baru? Sedahsyat apa daya rusaknya? Adakah negara yang sudah menggunakannya?

https://p.dw.com/p/4Iejo
Bom dan bahan peledak konvensional bisa dimuati material radioaktif agar menjadi "bom kotor"
Ilustrasi: Bom dan bahan peledak konvensional bisa dimuati material radioaktif agar menjadi bom kotorFoto: DIMITAR DILKOFF/AFP/Getty Images

Mulanya isu "bom kotor" ini mencuat sebagai bagian perang propaganda dari Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu yang menuding Ukraina merencanakan pengerahan bom kotor. "Kyiv merencanakan serangan bom semacam itu, untuk melemahkan moral tempur pasukan Rusia dan mendiskreditkan pimpinan di Moskow", ujar Shoigu.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy secara tegas menolak tudingan ini. Bantahan Kyiv mendapat dukungan sejumlah pimpinan negara Barat. Mereka bahkan balik menuduh Moskow dan mengatakan justru Rusia yang merencanakan serangan bom kotor semacam itu.

Apa sebenarnya bom kotor itu?

Bom kotor sejatinya bukan senjata baru. Ini adalah bom atau senjata konvensional yang dibubuhi material radioaktif. Unsur radioaktif yang digunakan adalah yang biasanya dimanfaatkan dengan pengawasan ketat untuk kepentingan medis, industri pengawet bahan makanan, atau untuk pengujian material.

Terutama diwaspadai, bom kotor semacam itu bisa digunakan kelompok teroris untuk melakukan aksinya. Tahun 2003 silam, polisi di ibu kota Georgia, Tiblisi dan di ibu kota Thailand, Bangkok dalam waktu hampir bersamaan membongkar dan melakukan penyitaan pasokan ilegal dua unsur radioaktif, yakni Cesium dan Strontium yang biasanya digunakan untuk kepentingan medis. Dua unsur radioaktif ini bisa dibuat sebagai material pembuatan bom kotor.

Walau mengandung unsur radioaktif, bom kotor bukan bom atom. "Bom ini tidak memicu reaksi berantai nuklir, yang melepas ledakan dahsyat. Juga tidak tercipta gelombang panas dan tekanan tinggi, serta radiasi neutron yang mematikan, yang bisa menyebar dalam radius sangat luas jika terbawa angin dan hujan," kata Wolfgang Richter, kolonel purnawirawan Bundeswehr dan anggota kelompok riset politik keamanan pada yayasan ilmu pengetahuan dan politik SWP kepada DW.

Seperti Apa Kalau Bom Atom Menghantam?

Efek psikologis dan teror warga

Bahaya langsung dari ledakan bom kotor, biasanya tidak melebihi kekuatan ledakannya. Namun, yang paling ditakuti adalah efek negatif jangka panjang dari muatan material radioaktif dari bom semacam itu. Radiasinya bisa merusak kesehatan manusia, bahkan jika paparan dosisnya cukup tinggi, dapat berakibat kematian.

Juga tergantung besarnya ledakan dan kadar radioaktifitasnya, bom semacam itu dapat menyebabkan kawasan cukup luas tidak lagi bisa dihuni oleh manusia dalam waktu cukup lama, karena wilyah tercemar radiasi nuklir yang berbahaya. Jika ledakan terjadi di kawasan padat penduduk, harus dilakukan evakuasi warga dan pembersihan kontaminasi, yang bisa menelan biaya milyaran euro.

"Mungkin akibat langsung ledakan bom kotor, puluhan orang meninggal di lokasi akibat terpapar radiasi nuklir. Namun, yang paling dahsyat adalah efek psikologisnya," kata Steven Brill, wartawan sekaligus pengacara hukum dari Amerika Serikat. "Panik akan merebak amat cepat di kalangan warga. Pemerintah harus bekerja keras menangkal kapanikan dan ketakutan warga, sekaligus juga bekerja melakukan dekontaminasi radioaktifitas"

Namun, jika militer sebuah negara yang membuat bom kotor semacam itu, efeknya bisa sangat mengerikan. "Karena dampaknya bisa mirip dengan kebocoran sebuah reaktor atom, seperti contohnya bencana reaktor atom Chernobyl di Ukraina," ujar kolonel purnawirawan Richter menambahkan. Kawasan dalam radius 30 kilometer dari bekas PLTN Chernobyl yang meledak tahun 1986, hingga kini tetap jadi kawasan tertutup yang tidak bisa dihuni manusia.

Potensi pengerahannya dalam perang

Terkait kontroversi dan saling tuding antara Ukraina dan Rusia mengenai rencana penggunaan bom kotor itu, Wolfgang Richter yang kolonel purnawirawan Bundeswehr menyebutkan, kecil kemungkinannya Rusia mengerahkan bom semacam itu. Ada sedikitnya tiga argumen, yang mendukung perkiraan ini.

Pertama, hal itu akan berarti membantahprogram mobilisasi parsialyang diumumkan Presiden Vladimir Putin. "Dengan itu, sebetulnya Rusia menegaskan rencana mengintensifkan perang dengan menggunakan persenjataan konvensional."

Kedua, Rusia juga menyadari ancaman bahaya angin radioaktif berbalik menerpa pasukannnya sendiri. Dan ketiga, akan ada potensi kontaminasi radioaktif kawasan cukup luas, yang warganya justru pro Rusia. "Karena itu saya menilai, pengerahan bom kotor semacam itu bukan hanya tidak bertanggung jawab, melainkan juga sinting," tegas Richter.

Namun, provokasi juga makin meningkat dan pakar dari Bundeswehr itu justru melihat, di sinilah terletak ancaman yang sebenarnya. Spekulasi akan adanya serangan bom kotor, mendorong Ukraina sesumbar, akan melancarkan serangan preventif terhadap kemungkinan pengerahan senjata nuklir Rusia.

(as/ha)