1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bosan Lockdown, Warga Jepang Serbu Atraksi Horor 

26 Agustus 2020

Perusahaan Jepang berlomba membuat atraksi hiburan untuk penduduk kota yang disergap kebosanan di tengah pandemi. Horor menjadi salah satu jalan keluar, terutama di tengah musim liburan Obon yang kaya kisah menyeramkan.

https://p.dw.com/p/3hUGr
Atraksi hpror bergaya "drive-in" milik Kenta Iwana, di mana pengunjung diserbu gerombolan zombie yang mencoba masuk ke dalam mobil
Atraksi hpror bergaya "drive-in" milik Kenta Iwana, di mana pengunjung diserbu gerombolan zombie yang mencoba masuk ke dalam mobilFoto: Getty Images/AFP/P. Fong

Seratusan orang mengantri memasuki peti mati di sebuah terminal bus di Tokyo. Mereka sudah membayar tiket masuk. Antrian menjurus ke sebuah pintu berjendela kecil, di mana terlihat zombi bersenjatakan gergaji mesin dan pistol air menggertakkan gigi menunggu mangsa selanjutnya. 

Pertunjukan horor tersebut adalah bagian dari wahana hiburan yang diserbu penduduk Jepang untuk mengusir resah akibat pandemi. Kenta Iwana adalah pendirinya. Wahana itu dia beri nama “Kowagarasetai,” atau penyebar rasa takut. 

“Penduduk tidak bisa lagi melakukan apa yang biasa mereka perbuat selama liburan musim panas. Mereka frustasi dan kebosanan,” kata pria berusia 25 tahun itu. “Mereka butuh aktivitas dan ingin dihibur, tapi mereka tidak bisa karena taman hiburan ditutup dan mereka tidak bisa berwisata ke luar negeri.” 

Dia mengakui sulitnya merangkai hiburan di tengah protokol kesehatan yang ketat. “Jadi inilah cara kami,” mencari kesenangan, kata Iwana. 

Acara tersebut berlangsung di sebuah bar di terminal bus Shinjuku. Kawasan yang biasanya padat orang itu terlihat lengang tanpa penumpang. Iwana dan timnya memenuhi ruangan bar dengan peti mati, bertukar kostum dan karakter, mematikan lampu dan membuka pintu untuk pengunjung pertama. 

“Pengunjung dibawa ke sebuah ruangan dan dimasukkan ke dalam peti mati. Peti lalu ditutup sehingga mereka sulit bergerak,” kisah Iwana. “Mereka cuma bisa terdiam dan melihat di balik jendela dan teriak, tentu saja.” 

Kenta Iwana (tengah) bersama timnya berusaha menebar rasa takut kepada pengunjung rumah hantu bergaya "drive-in," di mana pengunjung berada di dalam kendaraan.
Kenta Iwana (tengah) bersama timnya berusaha menebar rasa takut kepada pengunjung rumah hantu bergaya "drive-in," di mana pengunjung berada di dalam kendaraan.Foto: Getty Images/AFP/P. Fong

Pertunjukan horor di dalam garasi

“Kebanyakan yang datang adalah remaja atau kaum muda di usia 20-an tahun. Tapi kita juga kedatangan pasangan yang sudah berkeluarga juga,” imbuhnya.  

Peti mati adalah atraksi teranyar Kowagarasetai dan pertama yang populer. Setelah itu dia membuat rumah hantu bergaya “drive-in” pertama yang dibuat khusus untuk pengunjung berkendara. Bioskop terbuka ini kian diminati, terutama ketika pengunjung khawatir tertular virus. 

Untuk itu Iwana menyewa sebuah garasi di pinggir Tokyo. Pengunjung diberi tempat parkir, dan ketika lampu dimatikan, tujuh zombie dan mahluk menyeramkan lainnya mengerubungi pengunjung, mencoba masuk ke dalam mobil. Mereka membasahi kaca jendela dengan darah palsu. Trik itu biasanya ampuh membuat orang berkeringat dingin. 

Pertunjukan horor itu dijajakan seharga 8.000 yen atau sekitar 1,1 juta rupiah. Di akhir pertunjukan, pasukan zombie membersihkan darah palsu dan memoles mobil agar kembali bersih. 

Tradisi horor di bulan Agustus

Kenta Wiana (ka.) memoles wajahnya agar tampak seperti zombi
Kenta Wiana (ka.) memoles wajahnya agar tampak seperti zombiFoto: Getty Images/AFP/P. Fong

“Kami punya tradisi, di mana hantu menceritakan kisah horor di musim panas di Jepang. Jadi pertunjukan ini cocok untuk tradisi itu, tapi saya kira motivasi utama para pengunjung adalah rasa bosan dengan keseharian sendiri karena virus corona,” kata Makoto Watanabo, Guru Besar Media dan Komunikasi di Universitas Bukyo, Hokkaido. 

Musim liburan Obon pada pertengahan Agustus biasanya dipenuhi teater rakyat “Kabuki” yang mengangkat cerita menyeramkan. “Orang mencari pelarian,” kata Watanabe. “Mereka bekerja dari rumah dan tidak bisa keluar untuk makan atau minum dengan teman-teman sendiri karena lockdown.” 

Ancaman pemecatan membuat banyak warga mengurungkan niat berpelesir ke luar negeri, imbuh Watanabe. “Jadi memang tidak banyak yang dinantikan,” kata dia. 

“Jadi orang ingin dihibur. Mereka ingin merasa senang. Ini kan hal biasa. Walaupun ditakut-takuti mungkin bukan hiburan buat semua orang.” 

Menurut Watanabe, perusahaan-perusahaan di Jepang mulai melirik produk sampingan yang bisa ditawarkan untuk mengisi masa karantina. Sebuah perusahaan pariwisata misalnya menawarkan penerbangan selama 90 menit di atas kota Tokyo, untuk warga yang ingin merasakan pengalaman berpergian. 

Hal serupa ditemukan Iwana pada pengunjung rumah horornya. Sebab itu dia rajin menyiapkan atraksi terbaru yang lebih menyeramkan ketimbang sebelumnya. “Ini akan menjadi besar,” kata dia. “Kami sudah membuat rencana dan akan melaksanakannya bulan Oktober. Kami akan membuat takut banyak orang.” 

rzn/gtp 


 

Kontributor DW, Julian Ryall
Julian Ryall Jurnalis di Tokyo, dengan fokus pada isu-isu politik, ekonomi, dan sosial di Jepang dan Korea.