1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiIndonesia

Buruh Meringis UMP 2022 Hanya Naik Tipis

Detik News
22 November 2021

Pemerintah menghitung rata-rata kenaikan UMP 2022 sebesar 1,09%. Mendengar hasil perhitungan itu, kaum pekerja atau buruh menolak. Sebelumnya, mereka menuntut kenaikan UMP 2022 sebesar 10%.

https://p.dw.com/p/43Jnr
Demonstrasi buruh menentang Omnibus Law, September 2020
Para buruh menentang besaran kenaikan UMP yang hanya naik sekitar 1,09 persen Foto: Rengga Sancaya/Detik

Hasil penghitungan pemerintah untuk kenaikan upah minimum rata-rata tahun depan sebesar 1,09%. Hasil penghitungan itu ditolak keras oleh para buruh.

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sudah melontarkan penolakannya terhadap hasil penghitungan itu. Keputusan itu dinilai hanya melindungi pengusaha dengan retorika keadilan dan keseimbangan.

"Pengusaha batu bara masa naik upahnya Rp 37 ribu? Nggak masuk akal. Perusahaan otomotif nggak masuk akal. Terhadap perusahaan tekstil, garmen, sepatu yang bermerek Internasional masa naiknya cuma Rp 37 ribu? Perusahaan yang tidak mampu memang tidak perlu naik dengan catatan membuktikan kerugian," kata Presiden KSPI Said Iqbal dalam konferensi pers virtual, Jumat (19/11).

Apakah kenaikan upah 1,09% layak untuk keadaan saat ini?

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai kenaikan upah minimum tersebut terlalu rendah. Sebab dia memandang tidak sebanding dengan proyeksi naiknya inflasi maupun pertumbuhan ekonomi.

"Dengan kondisi naiknya harga barang khususnya komoditas energi dan barang impor kan tidak menutup kemungkinan inflasi tembus diatas 4% tahun 2022. Sekarang upah tahun depan naiknya cuma 1% rata rata ya, habislah tergerus inflasi pendapatan buruh yang rentan miskin," terangnya kepada detikcom, Minggu (21/11).

Tak hanya itu, menurut Bhima kondisi masyarakat akan semakin tertekan dengan adanya tarif PPN baru pada April 2022. Dia menilai kenaikan UMP belum bisa menutupi tambahan beban yang dialami kaum pekerja.

"Pemerintah per April 2022 juga menerapkan tarif PPN baru yang naik 1% menjadi 11%. Tarif PPN ini kan berlaku umum, artinya pekerja juga kena dampaknya. Kalau pajak barang naik 1% sementara upahnya naik 1% bisa dikatakan tidak ada kenaikan upah sama sekali. Buruh makin terjepit posisinya," tuturnya.

Pandangan berbeda CORE Indonesia

Sementara Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah memandang 2022 merupakan tahun dari pemulihan ekonomi setelah terpuruk dihantam pandemi.

"Dengan pulihnya ekonomi diharapkan pengangguran bisa kembali dikurangi," ucapnya.

Nah dengan momentum pemulihan ekonomi tersebut, Piter justru menilai dunia usaha jangan dulu dibebani dengan kenaikan UMP yang besar. Dia yakin jika momentum perbaikan ekonomi dan geliat dunia usaha kembali berjalan, maka lapangan pekerjaan akan tercipta.

"Dalam rangka pemulihan ekonomi tersebut menurut saya dunia usaha jangan dibebani dulu dengan kenaikan UMP. Fokus kita adalah pemulihan dan membuka lapangan kerja sebanyak mungkin," ucapnya.

Oleh karena itu, Piter justru menilai kenaikan UMP sekitar 1% sudah pas dengan kondisi saat ini.

"Kenaikan UMP sebesar 1% menurut saya cukup memadai. Yang penting bagaimana ekonomi bangkit kembali dan bisa menyerap banyak angkatan kerja," tutupnya. (Ed: ha/)

Baca selengkapnya di: Detik News

Buruh Meringis Gegara UMP 2022 Naik Tipis