1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Cara Berbagai Kota Beradaptasi dengan Panas Ekstrem

Alistair Walsh
18 Juli 2023

Sejumlah wilayah dunia saat ini tengah dilanda cuaca panas ekstrem yang kian rutin terjadi. Orang tua, anak, perempuan, dan penyandang disabilitas dinilai paling rawan.

https://p.dw.com/p/4U30T
Warga berupaya mendinginkan suhu badan di tengah panas ekstrem di AS
Warga berupaya mendinginkan suhu badan di tengah panas ekstrem di ASFoto: Jay Janner/USA TODAY Network/IMAGO

Suhu di belahan Bumi utara satu persatu memecahkan rekor. Cuaca panas ekstrem dan mematikan dilaporkan di berbagai negara mulai dari Amerika Serikat (AS), Cina hingga Jepang, Italia, dan Spanyol.

Di Cina, media lokal melaporkan rekor panas baru 52 derajat Celsius di wilayah barat laut. Pihak berwenang Jepang mengumumkan peringatan potesi "stroke akibat panas" dan mendesak jutaan orang untuk melindungi diri. Di AS, panas yang membakar juga memengaruhi 80 juta orang. Di Spanyol, seorang pembersih jalan meninggal karena sengatan panas atau heatstroke saat bekerja di luar.

Apabila iklim menghangat secara lebih drastis, sekitar 3,3 miliar orang berpotensi menghadapi suhu ekstrem pada akhir abad ini, menurut sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature Sustainability, Mei 2023.

Studi yang dipimpin oleh para ilmuwan di Universitas Exeter Inggris dan Universitas Nanjing di Cina ini menemukan bahwa 60 juta orang telah terpapar tingkat panas yang berbahaya, ditandai dengan suhu rata-rata 29 derajat Celsius atau lebih tinggi. Dunia saat ini berada pada 1,1 C di atas tingkat era sebelum masa industri. Musim panas tahun lalu, di Eropa saja panas telah membunuh lebih dari 60.000 orang. 

Orang-orang menikmati bermandi di laut di Athena, Yunani
Orang-orang menikmati bermandi di laut di Athena, Yunani. Pada musim panas 2023, Yunani dilanda cuaca panas dengan suhu udara rata-rata di atas 40 derajat Celsius.Foto: Yorgos Karahalis/AP/dpa/picture alliance

Dampak panas ekstrem bagi kesehatan manusia

Panas ekstrem dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti heatstroke dan hipotermia dan dapat pula menyebabkan kematian, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Suhu ekstrem juga memperburuk kondisi penyakit kronis dan berdampak tidak langsung pada penularan penyakit, kualitas udara, dan infrastruktur vital.

Lansia, bayi dan anak-anak, perempuan hamil, pekerja manual yang bekerja di luar ruangan, atlet dan penduduk miskin sangat rentan terpengaruh suhu yang lebih tinggi.

Bahkan apabila peningkatan suhu dibatasi sesuai target Perjanjian Paris yang lebih rendah 1,5 C di atas tingkat praindustri, sekitar 400 juta orang masih akan terpapar panas yang berbahaya pada akhir abad ini, demikian temuan penelitian Nature Sustainability.

Penduduk India, Sudan, dan Nigeria akan sangat terpengaruh bahkan oleh pemanasan 1,5 Celsius. Sementara pemanasan hingga 2,7 Celsius akan berdampak besar pada negara Filipina, Pakistan, dan Nigeria. 

Perubahan iklim dibayar nyawa anak cucu

Para peneliti mengatakan, studi mereka mematahkan tren pemodelan dampak iklim terhadap ekonomi dibandingkan ongkos yang harus dibayar dalam bentuk kehidupan manusia.

"Model seperti itu kerap mendistorsi nilai kehidupan manusia dan berorientasi kepada kekayaan," kata Ashish Ghadiali, aktivis iklim dan salah satu penulis dalam penelitian tersebut. Ia menambahkan bahwa pemodelan yang berfokus pada ekonomi telah menempatkan kehidupan di negara bagian New York seolah lebih berharga apabila dibandingkan dengan kehidupan di Bangladesh.

Sebagian besar model lain juga memprioritaskan populasi saat ini dibandingkan populasi masa depan. "Pada dasarnya (model) seperti ini lebih menghargai hidup saya (saat ini) dibandingkan dengan hidup anak-anak saya, dan tentunya hidup cucu saya," kata Ghadiali kepada DW.

Para peneliti juga menemukan bahwa emisi yang saat ini dihasilkan oleh rata-rata 1,2 warga AS akan membawa bencana bagi manusia di masa depan, dan membuat mereka terpapar panas ekstrem.

Peran petugas panas di perkotaan makin penting

Studi sebelumnya menunjukkan, daerah perkotaan sangatlah rentan terhadap kenaikan suhu yang berbahaya akibat efek "pulau panas perkotaan". Bangunan, jalan, dan infrastruktur dapat menyerap dan memancarkan panas matahari lebih banyak daripada lingkungan alami seperti hutan dan badan air. Dalam beberapa kasus, kondisi ini bahkan dapat menaikkan suhu di perkotaan sebanyak 15 derajat Celsius.

Sejumlah kota pun mulai memperkenalkan peran baru yakni kepala petugas panas untuk mengatasi kenaikan suhu yang tak terhindarkan. Salah satunya adalah Cristina Huidobro, yang bertugas melindungi warga ibu kota Cile, Santiago, dari panas ekstrem.

Huidobro yang dilantik pada Maret 2022 mengatakan ada tiga strategi, yakni kesiapsiagaan, kesadaran, dan adaptasi. Kesiapsiagaan meliputi pengkategorian gelombang panas seperti bencana alam lainnya, atau menyiapkan ambang peringatan untuk memicu respons tertentu. Huidobro mengatakan, meningkatkan kesadaran akan bahaya panas adalah bagian integral dari perannya.

"Menjaga diri sendiri dalam kondisi panas ekstrem sangatlah sederhana: minum air, cari tempat berteduh, dan istirahat," kata dia. "Tidak perlu ada yang meninggal akibat panas ekstrem."

Selain itu, cara lain adalah menyesuaikan kota dengan realitas baru suhu tinggi, seperti dengan menciptakan lebih banyak ruang hijau. Santiago baru saja meluncurkan proyek reboisasi perkotaan guna menanam 30.000 pohon di seluruh kota dan mengembangkan strategi yang memperlakukan pohon sebagai bagian infrastruktur perkotaan. 

"Pohon, pohon, pohon, pohon di mana-mana. Ini akan membuat kota lebih hijau," kata Huidobro.

Namun menanam pohon juga bukan solusi instan karena pohon butuh waktu untuk tumbuh. "Ide keseluruhannya adalah mencoba menanam tempat berteduh yang akan kita miliki dalam 20 atau 30 tahun ke depan," kata Huidobro.

Upaya adaptasi panas ekstrem di AS

Penelitian sebelumnya menemukan bahwa setiap tahunnya, sekitar 12.000 penduduk AS meninggal sebelum waktunya karena panas. Negara ini pun menunjuk tiga kepala petugas panas di Phoenix, Miami, dan Los Angeles.

Kota Los Angeles di California, yang digolongkan sebagai kota paling rentan terhadap bencana alam termasuk gelombang panas, baru saja meluncurkan kampanye membangun lebih banyak "pusat ketahanan."

Los Angeles membangun sejumlah tempat berteduh dan pendinginan yang didukung oleh energi terbarukan di komunitas berisiko tinggi. Di kota ini, ada jaringan pusat pendingin seperti di perpustakaan yang bisa dikunjungi warga untuk berlindung dari panas. Kota ini juga tengah merampungkan sistem peringatan dini untuk gelombang panas.

Sementara Kota Phoenix sedang mengerjakan sejumlah adaptasi, termasuk membangun trotoar yang bisa berfungsi sebagai penyejuk dengan permukaan khusus yang dapat memantulkan sinar matahari. Permukaan khusus ini dirancang untuk dapat membuat trotoar beberapa derajat lebih sejuk saat disentuh dan membuat udara di malam hari tetap sejuk.

Kota Miami di Florida sedang merencanakan kampanye penanaman pohon besar-besaran. Kota ini juga menghabiskan jutaan dolar AS untuk pembelian unit AC bagi penghuni perumahan umum, sambil memberikan bantuan keuangan untuk membayar tagihan energi pada rumah tangga berpenghasilan rendah. Meski demikian, AC dinilai sebagai pilihan terakhir untuk adaptasi karena dampak iklim yang ditimbulkannya.

(ae/hp)