1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Catatan Kritis Koalisi Sipil soal Revisi UU TNI

Detik News
23 Mei 2023

Revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) dinilai akan menjadi cek kosong kembalinya dwifungsi ABRI atau dwifungsi TNI. Presiden Joko Widodo belum banyak berkomentar terkait hal ini.

https://p.dw.com/p/4Rgpz
Foto: Pasukan TNI AU
Foto: Bay Ismoyo/AFP/Getty Images

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengkritisi rencana revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Koalisi Masyarakat Sipil menilai revisi UU ini akan menjadi cek kosong kembalinya dwifungsi ABRI atau dwifungsi TNI.

Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usmad Hamid dalam konferensi pers, Minggu (21/5/2023). Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan terdiri dari Imparsial, Elsam, Centra Initiative, PBHI Nasional, WALHI, YLBHI, Public Virtue, Forum de Facto, KontraS, LBH Pers, ICW, LBH Masyarakat, HRWG, ICJR, LBH Jakarta, LBH Malang, Setara Institute, AJI Jakarta.

Mulanya, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usmad Hamid mulanya mengatakan capaian reformasi militer akan terancam mundur apabila pemerintah mengesahkan revisi UU TNI.

"Reformasi yang hari ini kita peringati untuk tahun ke 25 atau seperempat abad, jelas mensyaratkan reformasi ABRI atau reformasi militer dan capaian reformasi ini terancam mundur total apabila pemerintah meneruskan pengesahan revisi UU TNI," kata Usman.

Usman menilai revisi UU ini akan menjadi cek kosong kembalinya dwifungsi ABRI atau dwifungsi TNI. Usman menyebut revisi UU ini menyeret TNI ke dalam fungsi yang bukan urusan pertahanan.

"Jadi atas nama pembangunan ekonomi, investasi, stabilitas politik dan keamanan, lalu TNI diseret ke dalam fungsi-fungsi yang bukan urusan pertahanan dan bukan urusan menghadapi musuh negara lain," ujarnya.

Usman juga menyoroti usulan perubahan pada Pasal 65 ayat 2. Usman menilai perubahan tersebut bertentangan dengan agenda reformasi TNI 1998.

"Seperti yang tersebut di dalam revisi yang menjelaskan kembali bahwa TNI tidak lagi tunduk pada kekuasaan peradilan hukum sebagaimana ditegaskan dalam TAP MPR sebelumnya Nomor 7 Tahun 2000 sampai dengan Undang-Undang TNI itu sendiri," imbuhnya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Imparsial Gufron Mabruri juga mengkritik revisi UU TNI. Dia menyinggung masih mangkrak atau mandeknya sejumlah agenda reformasi TNI, salah satunya reformasi sistem peradilan militer.

"Kita lihat misalnya ada reformasi sistem pada militer yang belum dijalankan kemudian juga semakin menguatnya perang internal militer, dugaan keterlibatan aparat keamanan dalam kegiatan politik praktis. Saya kira itu beberapa, belum lagi kalau kita berbicara tentang masih banyaknya kekerasan aparat TNI di berbagai daerah," ucap Gufron.

Gufron mengakui saat ini sudah banyak capaian positif TNI. Namun, kata Gufron, ada ketidakmampuan menjaga konsistensi capaian positif reformasi TNI pada 1998.

"Jadi, alih-alih melanjutkan, menuntaskan, justru dalam beberapa tahun belakangan malah terjadi berbagai kemunduran dalam proses reformasi," kata Gufron.

"Di tengah situasi itu banyak catatan terhadap perjalanan reformasi TNI, hari ini mencuat isu rencana Revisi UU TNI yang justru menunjukkan kalau kita baca beberapa substansinya ini akan semakin menguatkan kemunduran dalam agenda reformasi TNI yang dimandatkan pada tahun 1998," imbuhnya.

Presiden Jokowi belum beri komentar

Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum memberikan komentar banyak terkait wacana revisi Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Jokowi bakal menyampaikan pandangan resmi setelah selesai pembahasan.

"Nanti kalau sudah selesai baru komentari," kata Jokowi di Taman Wisata Alam Angke Kapuk, Jakarta Utara, Senin (15/5).

Jokowi mengatakan revisi UU TNI saat ini masih dalam proses pembahasan. Dia kembali menegaskan belum bisa bicara banyak soal wacana tersebut.

"Baru dalam proses pembahasan. Kalau sudah selesai baru dikomentari," ujar Jokowi.

Penjelasan Panglima

Panglima TNI Laksamana Yudo Margono memberikan penjelasan soal wacana revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yang menuai polemik. Yudo mengatakan revisi UU TNI itu merupakan amanat Prolegnas.

"RUU TNI itu kan baru dipaparkan ke saya, itu amanat dari Prolegnas tahun 2014, 2019-2024, yang selama ini belum kita laksanakan. Ya sehingga waktu itu Babinkum mengajukan itu, rapat tingkat kecil," kata Yudo kepada wartawan di Jakarta Utara, Senin (15/5).

Namun, kata Yudo, draf revisi UU TNI ini baru disampaikan kepada dirinya satu kali. Menurut Yudo, rencana revisi UU TNI masih membutuhkan yang komprehensif.

"Baru dipaparkan sekali dengan saya, ini kan belum dibahas secara keseluruhan. Makanya tadi bapak presiden bilang nanti nunggu pembahasan, belum dibahas," ujar Yudo.

Yudo mengatakan draf revisi UU TNI nantinya akan diajukan kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Jika telah rampung, nantinya draf revisi UU TNI akan diserahkan ke DPR.

"Ya nanti, nanti kan tingkat diajukan dulu ke menteri pertahan, nantinya akan ke DPR juga," ujar Yudo.

Yudo menjelaskan revisi UU TNI memerlukan proses yang panjang. Draf yang selama ini beredar baru tahap awal.

"Nanti akan kita seminarkan juga itu, nggak mudah kan merevisi itu, nggak ujug-ujug langsung diajukan langsung, nggak, masih lama prosesnya," ujar Yudo.

"Ini baru tahap awal, awal sekali yang sebenarnya belum boleh itu beredar, tapi nggak tahu ko bisa beredar, nah tentunya saya terima kasih tanggapan dari masyarakat semuanya. Bahwa itu berarti menunjukkan bahwa masyarakat masih sayang kepada TNI," imbuhnya. (gtp/gtp)

Baca artikel selengkapnya di: DetikNews

Catatan Kritis Koalisi Sipil soal Revisi UU TNI Ancam Cederai Spirit Reformasi