1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Ciliwung, Dari Sungai Jadi Buangan Limbah

8 Februari 2011

Badan Pengelola Lingkungan Hidup Jakarta mencatat tingkat pencemaran limbah domestik dan industri di kali Ciliwung melampaui batas normal. Tapi kenapa warga masih bertahan hidup di bantaran kali Ciliwung?

https://p.dw.com/p/10Crt
Korban banjir di Jakarta akibat luapan sungai yang dipenuhi sampah.Foto: AP

Ribuan orang masih bergantung pada aliran Ciliwung. Kali yang membentang dari hulu di Kabupaten/Kota Bogor sampai ke hilir Jakarta di Pantai Ancol, ini digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Mencuci piring, mandi, gosok gigi, hingga buang air kotor.

Ciliwung Jadi Tempat Sampah

Mardiah, warga Kampung Pulo, Jakarta Timur tinggal di pinggir Kali Ciliwung. Satu rumah kontrakan dikenai harga sewa 350 ribu rupiah per bulan. Tapi, kata Mardiah, tak ada fasilitas air bersih di dalam rumah. Tiap hari, ratusan warga berbondong-bondong menuju getek atau rakit bambu yang mengambang di pinggir Kali Ciliwung. Ia bercerita : "Penuh kalau pagi. Ada yang mencuci, ada yang mandi, yang buang air besar. aktivitasnya, semua di situ. Semuanya. Mandi. Bagi yang tak punya sumur di rumah. Saya juga kadang kalau lagi ingin ke kali."

Kata Mardiah, jumlah warga di Kampung Pulo, Jakarta Timur lebih dari 1400 jiwa. Separuhnya menggunakan air Kali Ciliwung untuk kebutuhan sehari-hari. Seperti Dahlia yang pada suatu siang mencuci sendal dan sepatu sekolah anaknya. Di atas rakit bambu berlumut di pinggiran kali Ciliwung, ia gunakan air kali yang coklat dan berbusa untuk mencuci. Bau busuk dan anyir dari sekitar bantaran kali, tak mengganggu aktivitasnya. Ibu dua anak ini sudah terbiasa.

Ada sekitar 10 rakit bambu di pinggir kali Ciliwung, Kampung Pulo. Tiap Rukun Tangga masing-masing punya satu rakit bambu berukuran 20 kali 2 meter.

Sepanjang satu kilometer dari aliran Kali Ciliwung di Kampung Pulo, ribuan rumah warga berjejer di bantaran. Buangan limbah rumah tangga langsung dibuang ke kali. Rumah Asiah tampak terhimpit diantara sesaknya rumah-rumah di bantaran kali itu. Nenek satu cucu ini menyalahkan kelakuan warga di hulu yang telah mencemari Kali Ciliwung: "Dari Pulo pada buang ke kali. Dari Bogor, segala apa. Itu yang bikin banjir. Orang buang sampah di sana. Banjirnya di sini. Di sini tak pernah. Dimarahin sama RT."

Tercemar Bakteri E-Coli

Kampung Pulo, satu dari belasan daerah kumuh di sepanjang Kali Ciliwung. Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah BPLHD Jakarta, mencatat, tingkat pencemaran limbah di kali Ciliwung telah melampaui batas normal. 80 persen limbah berasal dari rumah tangga, sisanya dari industri. Pada 2008, BPLHD Jakarta mencatat air resapan tanah di lokasi Kali Ciliwung telah terkontaminasi bakteri E Coli lebih dari 90 persen.

Kepala Sub Bidang Pengelolaan Sumberdaya Sampah dan Limbah B3 BPLHD, Rosa Ambarsari: "Penggunaan air sungai, katakanlah dia mandi. Dia cuci. Dia buang hajat di situ. Dan sebagian juga digunakan untuk cuci beras serta bahan makanan dia. Itu tentunya akan berdampak yah. Rasanya yang paling banyak itu diare. Kalau mereka gunakan sebagai mandi, paling tidak, iritasi di kulit atau gatal-gatal."

Kebutuhan air baku atau siap pakai menjadi mendesak bagi warga Jakarta. Saat ini, 60 persen atau lebih dari 6 juta jiwa warga Jakarta menggunakan air tanah atau air kali untuk kebutuhan sehari-hari. Sementara, 40 persen atau sektiar 5 juta jiwa kebutuhan air bersih warga Jakarta dipasok dua penyedia layanan air minum PT Aetra dan Palyja. Sejak 1995, kedua perusahaan mengaku tak lagi memasok air dari Kali Ciliwung sebagai air baku karena kualitasnya buruk. Mereka mengambil air baku dari Waduk Jatiluhur, Jawa Barat. Sekretaris Perusahaan PT Aetra, Yosua Tobing berharap air kali Ciliwung kualitasnya bisa makin membaik. Karena, bila air dari kali Ciliwung bisa dipasok jadi air baku untuk perusahaannya, harga air minum untuk warga Jakarta bisa dipangkas. Karena, proses pendistribusian bisa dipersingkat. "Nah, kalau air Ciliwung ini bisa kita olah, katakanlah dikelola oleh pemprov melalu lembaga apa gitu kan. Kita nanti bisa membeli juga tuh, penyuplai air baku nya itu. Biayanya kita harap tak mahal. Sehingga dari sisi jarak bisa lebih bagus buat kita."

Makin Parah Dalam 20 Tahun Terakhir

Pengamat Hidrologi, Ahmad Munir, mengemukakan pencemaran limbah di Kali Ciliwung makin parah dalam 20 tahun terakhir. Menurut dia, pembabatan hutan untuk tempat tinggal di hulu Kali Ciliwung, serta laju urbanisasi di hilir jadi penyebab: "Arus urbanisasi ini tak terkendali, menyebabkan ledakan penduduk tinggi. Penggunaan lahan, untuk area itu berkurang otomatis. Masyarakat akhirnya mengambil lahan kosong, yang menurut mereka tak ada hak milik untuk ditempati sementara. Karena berlama-lama mereka menyatakan ini hak milik."

Pengamat Hidrologi, Ahmad Munir menambahkan, untuk menyelamatkan kali Ciliwung, perlu ditegakkan aturan kawasan konservasi hutan di bagian hulu Ciliwung yaitu di daerah Kabupaten/kota Bogor. Sedangkan bagian hilir yaitu di Jakarta, perlu dibuat tempat penampungan limbah domestik sementara di kawasan kumuh bantaran kali Ciliwung.

Mohammad Irham

Editor : Ayu Purwaningsih