1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kebebasan PersAmerika Serikat

Cina-AS Longgarkan Pembatasan Bagi Jurnalis

17 November 2021

Proses pemberian dan perpanjangan visa bagi para jurnalis sering dipolitisasi atau dijadikan senjata oleh AS dan Cina. Kedua negara sepakat untuk mengurangi ketegangan ini.

https://p.dw.com/p/4367A
Bendera AS dan Cina
Ilustrasi hubungan AS dan CinaFoto: Dwi Anoraganingrum/Geisler-Fotopress/picture alliance

Cina dan Amerika Serikat (AS) sepakat untuk saling melonggarkan berbagai pembatasan bagi pekerja media dari kedua negara. Surat kabar resmi China Daily pada hari Rabu (17/11) mengatakan kesepakatan itu dicapai menjelang pertemuan virtual antara pemimpin China Xi Jinping dan Presiden AS Joe Biden pada Selasa (16/11).

Berdasarkan kesepakatan itu, AS akan mengeluarkan visa masuk selama satu tahun bagi pekerja media Cina, tulis China Daily. Sementara Cina akan memberikan perlakuan yang sama kepada jurnalis AS setelah kebijakan AS berlaku. Kedua pihak juga sepakat mengeluarkan visa media untuk pelamar baru "berdasarkan undang-undang dan peraturan yang relevan," kata laporan itu.

Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS mengatakan pada Selasa bahwa diskusi dalam beberapa bulan terakhir telah menghasilkan "sejumlah kemajuan awal" di "beberapa area" di bidang media.

Pejabat itu mengatakan Cina telah "berkomitmen untuk mengeluarkan visa bagi sejumlah wartawan AS, asalkan mereka memenuhi syarat berdasarkan semua undang-undang dan peraturan yang berlaku."

Beijing juga berjanji untuk "mengizinkan jurnalis AS yang sudah berada di RRC (Republik Rakyat Cina) untuk bebas pergi dan kembali masuk ke negara itu, yang sebelumnya tidak bisa mereka lakukan," ujar pejabat tersebut. Kedua pihak juga sepakat untuk memperpanjang masa berlaku visa jurnalis menjadi satu tahun, yang sebelumnya dibatasi hanya tiga bulan.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Zhao Lijian, pada hari Rabu mengatakan kepada wartawan bahwa "pencapaian yang diraih dengan susah payah ini sejalan dengan kepentingan media kedua belah pihak, dan patut dihargai." Dia menambahkan bahwa Beijing berharap "kedua belah pihak akan menerapkan kebijakan dan tindakan yang relevan sesegera mungkin."

Upaya perluasan akses bagi media

Departemen Luar Negeri AS mengatakan "tetap berkonsultasi dengan kantor media yang terkena dampak, serta media lain yang menghadapi kekurangan personel karena keputusan kebijakan pemerintah RRC, dan kami bersyukur koresponden mereka akan dapat kembali ke RRC untuk melanjutkan pekerjaan penting mereka. Kami menyambut kemajuan ini tetapi melihatnya hanya sebagai langkah awal."

Departemen Luar Negeri juga mengatakan akan terus bekerja untuk memperluas akses dan kondisi yang lebih baik untuk bagi para pekerja media AS dan media asing di Cina. Saat ini mereka menghadapi banyak kendala mulai dari interogasi oleh polisi, pelecehan yang menghalangi mereka untuk melakukan pekerjaan, ancaman pribadi, hingga tuntutan hukum yang diajukan oleh orang-orang yang mereka wawancara. 

Dalam sebuah pernyataan kepada kantor berita AP pada Selasa malam, Departemen Luar Negeri mengatakan Cina telah berkomitmen untuk mengeluarkan visa bagi sekelompok wartawan AS "asalkan mereka memenuhi syarat berdasarkan semua hukum dan peraturan yang berlaku."

"Kami juga akan terus mengeluarkan visa untuk jurnalis (Cina) yang memenuhi syarat untuk visa di bawah hukum AS," kata pernyataan itu.

Namun pernyataan tersebut tidak menyebutkan kondisi pers di wilayah semi-otonom Cina di Hong Kong, di mana tekanan terhadap media lokal dan internasional kian meningkat. The Economist mengatakan pekan lalu bahwa Hong Kong menolak perpanjangan visa untuk korespondennya Sue-Lin Wong. Pihak berwenang belum menjelaskan penolakan tersebut.

Visa jurnalis rawan dipolitisasi

Pembatasan bagi pekerja media telah memicu ketegangan antara kedua negara selama lebih dari setahun. Sebelumnya AS memotong masa berlaku 20 visa yang dikeluarkan untuk pekerja media pemerintah Cina. Saat itu, AS juga mengharuskan mereka yang masih memiliki visa yang berlaku untuk mendaftar sebagai agen asing.

Cina menanggapi langkah ini dengan mengusir jurnalis yang bekerja untuk media AS dan sangat membatasi kondisi bagi mereka yang masih terus bisa bekerja di negara itu.

Ditanya tentang kasus Sue-Lin Wong, pemimpin Hong Kong Carrie Lam mengatakan penerbitan visa adalah "otonomi dan kebijaksanaan pemerintah mana pun." Lam menambahkan bahwa pihak berwenang tidak mengomentari kasus individu tetapi akan terus memfasilitasi operasi media luar negeri yang berbasis di Hong Kong "dengan cara yang sah."

Klub Koresponden Asing di Hong Kong mengatakan "sangat prihatin" atas penolakan visa kerja bagi Sue-Lin Wong. "Kami kembali menyerukan kepada pemerintah untuk memberikan jaminan konkret bahwa pendaftaran visa kerja dan perpanjangan visa akan ditangani tepat waktu dengan persyaratan dan prosedur yang jelas, dan bahwa proses visa untuk jurnalis tidak akan dipolitisasi atau dipersenjatai," kata klub itu dalam sebuah pernyataan pekan lalu.

Wong adalah salah satu dari sejumlah jurnalis di Hong Kong yang ditolak visanya. Pada tahun 2018, pihak berwenang Hong Kong menolak memperbarui visa kerja editor senior Financial Times, Victor Mallet. Penolakan ini terjadi setelah Mallet memimpin pembicaraan saat makan siang di Klub Koresponden Asing di kota itu dengan pemimpin partai pendukung kemerdekaan Hong Kong (partai ini sekarang dinyatakan terlarang). Pihak berwenang tidak mengatakan mengapa permohonan visa Mallet ditolak.

Pada tahun 2020, Hong Kong juga tidak memperbarui visa kerja untuk Chris Buckley, reporter New York Times yang bekerja di Hong Kong setelah diusir dari Cina, serta visa untuk jurnalis Irlandia Aaron Mc Nicholas, yang saat itu menjadi editor baru untuk media independen, Hong Kong Free Press.

ae/yf (AP, AFP)