1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Ekonomi

Cina Pangkas Pajak Dan Target Konjungtur

5 Maret 2019

Cina umumkan penurunan target pertumbuhan ekonomi signifikan. Pemicunya, pertumbuhan ekonomi paling lemah selama 30 tahun terakhir akibat lesunya konjungtur global dan dampak perang dagang dengan AS.

https://p.dw.com/p/3ES8u
China, Peking:  Li Keqiang
Foto: Reuters/J. Lee

Lesunya konjungtur global dan perang dagang dengan Amerika Serikat, mulai terasa dampaknya di Cina. PM Li Keqiang mengumumkan penurunan pajak dan penurunan target pertumbuhan ekonomi dalam Kongres Rakyat Nasional di Beijing, Tahun 2019 ini target pertumbuhan ekonomi Cina hanya pada kisaran 6,0 sampai 6,5 persen. 

Sebelumnya ekonomi Cina mengalami booming dengan pertumbuhan dua digit. Tapi tahun 2018 lalu, ekonomi Cina hanya tumbuh sekitar 6,6 persen dan menjadi tingkat konjungtur paling lemah dalam 30 tahun terakhir. Situasi makin berat karena permintaan domestik juga ikut turun drastis. 

Hubungan dagang antara Cina dengan Amerika Serikat kian memburuk tahun lalu pasca Presiden Donald Trump mematok tarif baru untuk sekitar setengah dari seluruh produk  impor Tiongkok dalam upaya untuk memaksa konsesi perdagangan. Namun Trump telah menyuarakan keyakinan bahwa ia bisa segera mencapai kesepakatan dengan presiden Cina, Xi Jinping.

Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi Cina Kuartal Ketiga 2018 Terendah Sejak 9 Tahun

Situasi rumit dan parah

"Keadaan yang dihadapi Cina saat ini lebih rumit dan lebih parah. Ke depan akan lebih banyak risiko dan tantangan yang mampu diprediksi ataupun tidak, dan kita harus bersiap menghadapi gempuran (ekonomi) ini," ujar Li dalam pidatonya dalam Kongres Rakyat Nasional Cina di Balai Agung Beijing.

Menurut PM Cina itu, kebijakan ini dapat memperkuat kondisi fiskal Cina, dengan pemotongan yang direncanakan hampir 2 triliun Yuan ($ 298,31 miliar) atau setara Rp 4.222 triliun untuk pajak dan biaya perusahaan. Pemotongan ini lebih besar ketimbang tahun 2018 yakni 1,3 triliun Yuan, dimana pemotongan ini bertujuan untuk mendukung sektor manufaktur, transportasi, dan kontruksi.

Pajak pertambahan nilai (PPN) sektor manufaktur diturunkan dari 16 persen menjadi 13 persen dan pajak untuk transportasi serta konstruksi diturunkan menjadi 9 persen dari yang sebelumnya yakni 10 persen.

Menurut ekonom Cina, Iris Pang, langkah yang dilakukan pemerintah di Beijing untuk meningkatkan stimulus fiskal itu, hanyalah manuver jangka pendek. "Alih-alih memperkuat pertumbuhan ekonomi,  ke depan kekhawatiran akan lesunya pertumbuhan ekonomi akan terus mengancam. Jika Anda tidak sakit, Anda tidak akan minum begitu banyak obat dalam satu waktu. Ini berarti badai belum berlalu," ujar Iris.

Penerbitan obligasi khusus

Selain itu Kementerian Keuangan Cina juga menambah kuota penerbitan obligasi khusus untuk pemerintah daerah senilai 2,15 triliun Yuan ($ 320,79 miliar) dari 1,35 triliun Yuan tahun lalu, untuk mendukung investasi infrastruktur  dan mendanai proyek-proyek utama.

Tahun ini pemerintah juga telah menetapkan target defisit anggaran sebesar 2,8% dari PDB, naik dari tahun lalu yang sebesar 2,6%, yang mencerminkan penerimaan pajak yang lebih rendah dan pengeluaran pemerintah yang lebih tinggi.

Baca juga: Ketika Cina dan AS Membajak KTT APEC

Di sepanjang tahun 2018, bank sentral Cina juga telah memotong cadangan persyaratan untuk pemberi pinjaman komersial sebanyak lima kali untuk memacu pinjaman perusahaan kecil dan perusahaan swasta. Langkah ini dinilai sangat vital untuk pertumbuhan ekonomi dan penambahan lapangan pekerjaan.

Pemerintah Cina juga telah menetapkan target inflasi konsumen sekitar 3%, meskipun adanya penurunan harga baru-baru ini membuat angka tersebut mengalami kenaikan kurang dari 2%.

Semua langkah ini diyakini PM Li akan kembali memperkuat perekonomian Cina, menurunkan biaya-biaya, mempermudah kegiatan bisnis, dan membuka belasan juta lowongan pekerjaan baru. 

rap/as (rtr, afp)