1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Condoleezza Rice dan Ban Ki Moon ke Timur Tengah

Sebastian Engelbrecht26 Maret 2007

Kunjungan keduanya menyebabkan harapan baru untuk proses perdamaian Timur Tengah. Apakah ini juga berarti terobosan pasti bisa tercapai?

https://p.dw.com/p/CItp
Menlu AS, Condoleezza Rice dan PM Israel, Ehud Olmert
Menlu AS, Condoleezza Rice dan PM Israel, Ehud OlmertFoto: AP

Menteri Luar Negeri AS, Condoleezza Rice tidak ingin memberikan harapan yang sia-sia. Kemungkinannya kecil, bahwa kemajuan yang berarti dapat cepat tercapai. Demikian dikatakannya setelah tiba di Israel. Bagi semua pihak terobosan dalam diplomasi Timur Tengah masih sulit dicapai. Tujuan Rice adalah, satu langkah maju dalam upaya stabilisasi negara Palestina. Ia tidak mau berkomentar, baik tentang jadwal maupun cepat tercapainya proses perdamaian.

Usulan Arab Saudi

Fokus utama upaya terbaru agar diplomasi kembali berjalan adalah rencana perdamaian yang diusulkan Arab Saudi tahun 2002 lalu. Menurut rencana itu Israel juga harus menarik diri dari Tepi Barat Yordan dan Yerusalem Timur. Sebagai imbalannya, negara-negara Arab akan memulai hubungan diplomatik dengan Israel. Dalam usulan dari Arab Saudi juga dicantumkan hak kembalinya pengungsi Palestina ke kampung halaman. Inilah yang dipermasalahkan pemerintah Israel.

Namun demikian, Senin (26/03) sikap Perdana Menteri Israel, Ehud Omert lebih terbuka atas rencana perdamaian dari Arab Saudi. Ia mengatakan, pihaknya sedang mempertimbangkan kembali usulan Arab Saudi. Olmert menambahkan, dari inisiatif itu bisa dilihat kualitas kepemimpinan dan tanggung jawab Raja Abdallah dari Arab Saudi. Menurut sang perdana menteri, jika negara-negara Arab moderat berusaha menggerakkan proses perdamaian sejalan dengan prakarsa itu, ini adalah perkembangan yang positif.

Langkah Arab Saudi

Olmert bersikap terbuka, karena dari Arab Saudi juga terdengar sinyal lain. Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Saud al Faisal mengatakan, pemerintah Arab mempertimbangkan perubahan dalam tawaran perdamaian bagi Israel, yang disesuaikan dengan kemajuan aktual. Rabu mendatang menteri luar negeri negara-negara Arab lain sudah dapat menyetujui usulan baru tersebut dalam KTT Timur Tengah di Riad.

Bisa juga, di masa depan Arab Saudi ikut berperan dalam diplomasi Kuartet Timur Tengah, yang terdiri dari PBB, Uni Eropa, AS dan Rusia. Dalam kunjungannya di Israel Senin (26/03), Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki Moon mengusulkan keikutsertaan sejumlah negara lain dalam perundingan perdamaian Timur Tengah. Jadi selain Kuartet Timur Tengah, juga turut serta Israel, Palestina dan empat negara Arab, yang terdiri dari Mesir, Yordania, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.

Keraguan terahadap Pemerintah Persatuan Palestina

Apakah negara-negara Arab juga ikut serta dalam proses perdamaian, masih belum jelas. Karena pemerintah Israel menolak berhubungan dengan pemerintah persatuan Palestina, yang juga mencakup wakil Hamas. Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki Moon menyatakan pengertiannya. Ia menekankan, Kuartet Timur Tengah ingin agar pemerintah ini jelas menolak kekerasan, mengakui hak eksistensi Israel dan menerima perjanjian yang sudah disepakati.

Sejauh ini, baik Ban Ki Moon maupun Condoleezza Rice tidak berhasil melunakkan kedua belah pihak. Meskipun demikian awal baru proses perdamaian di bawah pimpinan Arab Saudi bisa tercapai. Selain itu, lunaknya pernyataan yang diberikan memberikan harapan baru. (ml)