1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kesehatan

“Covid Ini Musibah, Bukan Aib!”

Prihardani Ganda Tuah Purba
3 September 2020

Nyaris seluruh keluarga Niko (30) divonis positif COVID-19. Namun, dari 8 orang yang positif, ia jadi satu-satunya yang hingga kini masih belum sembuh. Dari kamar perawatan di rumah sakit, ia berbagi kisah kepada DW.

https://p.dw.com/p/3hwgq
Keluarga Niko menjalani tes swab di rumah
Keluarga Niko (30) jalani tes swab di dalam rumah.Foto: privat

Dari 8 anggota keluarga yang sempat divonis positif COVID-19, Niko Alfian Pratama (30) jadi satu-satunya pasien yang hingga kini masih belum dinyatakan sembuh. Sang buah hati yang berusia 11 bulan sebelumnya juga ikut terpapar corona.  

Niko yang sebelumnya masih menjalani masa isolasi mandiri di rumah, kini harus berpisah sementara dengan keluarga untuk menjalani masa isolasi di salah satu rumah sakit di Bekasi, Jawa Barat. Kepada DW, ia pun mengisahkan bagaimana awal mula sampai kemudian hampir seluruh keluarganya divonis positif COVID-19. 

Niko bersama istri dan putranya
Niko Alfian Pratama (kiri) jadi satu-satunya anggota keluarga yang belum dinyatakan sembuh.Foto: privat

Rutin rapid test dan hasilnya negatif 

Niko mengaku tidak menyangka dirinya akan terkena COVID-19. Apalagi selama bulan Juli, hampir setiap minggu ia rutin melakukan rapid test dan hasilnya negatif. Sampai kemudian di akhir bulan Juli, Niko, istrinya, dan salah satu iparnya dengan inisial DF sama-sama mengalami demam. Ketiganya lantas menjalani tes darah karena memiliki gejala tifus. 

“Tanggal 5 Agustus saya sama istri tes darah ternyata memang tifus, dan setelah minum obatnya tanggal 7 Agustus itu (kami) sudah mendingan. Tapi berbeda cerita sama ipar saya yang DF,” kata Niko melalui wawancara skype dari kamar perawatan di rumah sakit, Selasa (25/08). 

“Dia (DF) ada keluhan sesak napas, perutnya kalau dipegang sakit, tentunya ada batuk juga, lalu masuk rumah sakit IGD lalu dicek tes darah juga, ternyata gejala tifusnya terlalu kecil jadi tidak mungkin membuat sakit seperti itu. Akhirnya di rontgen setelah di-rontgen dilihat hasilnya terjadi pneumonia, jadi di paru-parunya ada putih-putih gitu yang biasa khas COVID,” tambahnya. 

DF akhirnya menjalani tes swab dan ternyata hasilnya positif COVID-19, kata Niko. 

Biaya tes swab sekeluarga gratis 

Kabar ini tak pelak membuat Niko panik. Alasannya, ada 10 orang anggota keluarga yang juga tinggal bersama DF, termasuk anaknya yang masih balita dengan usia 11 bulan. Biaya besar yang harus dikeluarkan untuk tes swab seluruh keluarga juga sempat membuat Niko khawatir.  

“Kita ada 9 orang, kalau misalnya pukul rata deh ya swab yang harganya mungkin 1,5 juta kali 9 orang itu 13,5 juta,” jelasnya. 

Namun, setelah koordinasi dengan pihak puskesmas dan pihak kecamatan, ia diberi tahu bahwa tes swab untuk seluruh anggota keluarganya gratis tanpa biaya. 

“Jadi sebenarnya kalau prosedur yang benar adalah ketika keluarga ada yang positif COVID-19 itu lapor RT, lalu Pak RT koordinasi dengan camat Pondok Melati, lalu biar cepat juga kita koordinasi juga sama puskesmas, puskesmas akan dengan senang hati untuk datang ke rumah,” ujarnya. 

Hingga akhirnya, dari sembilan anggota keluarganya yang menjalani tes swab pertama pada 10 Agustus, tujuh orang dinyatakan positif COVID-19, termasuk anaknya yang masih berusia 11 bulan.  

Namun, setelah menjalani masa isolasi mandiri di rumah, kini seluruh anggota keluarganya sudah dinyatakan sembuh, termasuk DF (ipar Niko) dan mertuanya yang sempat dirawat di rumah sakit. “Dari 10 orang sisa hanya 1 saja yang positif yaitu saya,” katanya.

“Covid ini bukan aib!” 

Niko sadar betul bahwa banyak orang yang mungkin takut mengakui bahwa dirinya positif COVID-19. Takut dikucilkan dan mendapat stigma dari masyarakat. Namun, Niko dan keluarga memilih terbuka termasuk dengan masyarakat sekitar tempatnya tinggal. 

“COVID ini musibah, pandemi ini adalah musibah bukan aib!” ujarnya. 

Tak disangka-sangka, ternyata respons positif mereka dapatkan dari masyarakat, terutama selama masa isolasi mandiri di dalam rumah.

“Mereka nolongin kita, sabun, keperluan mandi habis mereka mau belanjain, sayur habis mereka mau beliin juga ada yang kirim makanan, ada yang kirim vitamin,” kata Niko. “Menurut saya itu rejeki punya lingkungan yang bagus”. 

Bagi Niko, pentingnya kejujuran jadi salah satu pelajaran yang bisa ia bagikan dari pengalamannya terpapar corona.  

“Jangan denial bahwa Covid ini tetap sebenarnya ada,” pungkasnya 

“Lebih baik jujur biar semuanya berhasil di-tracing karena dengan jujur kita menyelamatkan tenaga medisnya juga, menyelamatkan pasien lain dan juga menyelamatkan ekonomi si pasien juga kan biar ditanggung negara,” tambahnya.  

Niko hanyalah salah satu dari kasus aktif COVID-19 yang kini ada di Indonesia. Sampai Kamis (03/09), Indonesia telah mencatat sebanyak 184.268 kasus positif dengan pasien sembuh sebanyak 132.055. Sementara angka kematian akibat COVID-19 di Indonesia masih menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara yaitu sebanyak 7.750 orang.

(gtp/vlz)