1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Dakwaan Makar Terhadap Warga Polandia di Papua Dinilai Lemah

25 September 2018

Kuasa hukum Jakub Skrzypski menilai bukti yang diajukan kepolisian "sangat lemah". Polri sendiri mengakui terdakwa "mustahil" melakukan perdagangan senjata seperti yang dituduhkan.

https://p.dw.com/p/35RnU
Indonesien Timika - Dorfbewohner vor indonesischen Rebellen in Sicherheit gebracht
Foto: picture-alliance/AP/dpa/A. Vembrianto

Buat pemerintah Indonesia, buruh pabrik berusia 39 tahun asal Polandia yang gemar bertualang itu adalah musuh negara yang merencanakan makar dengan memasok senjata kepada kelompok separatis Papua.

Namun buat sebagian lain, Jakub Skrzypksi cuma wisatawan papa yang bersimpati terhadap gerakan sayap kanan dan pembebasan. Bahkan kepolisian Indonesia mengakui Skrzypski tidak mungkin mengorganisir perdagangan senjata seperti yang dituduhkan terhadapnya.

Meski demikian warga Polandia itu terancam hukuman kurung 20 tahun jika terbukti bersalah. Masa penahanannya diperpanjang selama 40 hari pada 17 September silam sementara kepolisian menyiapkan gugatan. Skrzypksi ditangkap di Wamena akhir Agustus lalu bersama empat orang warga Papua yang diklaim kepolisian memiliki amunisi dan berhubungan dengan "kelompok kriminal bersenjata."

"Hutan yang asli ada di Papua dan saya sudah pernah ke sana, bersama kadal, nyamuk dan lintah," tulis Skrzypksi dalam akun Facebook-nya selama dua kunjungan ke timur Indonesia pada Juli dan Agustus 2018.

Polisi mengklaim Skrzypski sudah berhubungan "sejak lama" dengan kelompok separatis Papua. Dia dituding ikut merencanakan strategi media sosial dan berjanji akan memasok mereka dengan senjata. "Kami punya bukti kuat bahwa dia bersalah membantu kelompok kriminal bersenjata di Papua," kata Kapolda Papua Martuani Sormin.

"Tidak seorangpun boleh mengganggu integritas NKRI, entah itu orang asing atau penduduk sendiri. Siapapun yang melanggar aturan di negara ini akan ditindak," imbuhnya.

Baca Juga:Polandia Respon Dakwaan Makar Terhadap Warganya 

Namun bukti-bukti yang diajukan kepolisian ihwal keterlibatan Skrzypksi dalam upaya makar dinilai lemah.

Salah satu bukti yang digunakan Polisi adalah foto Skrzpyski saat memegang senjata di sebuah lapangan tembak di Swiss yang menjadi negara domisilinya sejak 2008, kata kuasa hukumnya Latifah Anum Siregar dan seorang teman Polandia, Artur Sobiela. Siregar mengatakan kasus yang dituduhkan kepolisian "sangat lemah."

Sejumlah organisasi HAM juga mengecam penangkapan pria Polandia itu, termasuk mahasiswa Papua berusia 29 tahun, Simon Magal, yang ikut menemani Skrzypski. "Meski tindakannya bisa jadi tidak bertanggungjawab dan patut disesali, kasusnya cendrung mengindikasikan sikap wisatawan yang naif dan idealis ketimbang kriminal," tulis kelompok HAM, Tapol.

Jurubicara Polri, Dedi Prasetyo, mengatakan Skrzypski memiliki akses bebas kepada "kelompok kriminal bersenjata" di Papua yang merencanakan melakukan pertemuan dan mengawalnya selama perjalanan di Papua. Dia juga menjanjikan senjata, sesuatu yang "mustahil" ia lakukan, tutur Prasetyo mengakui.

Dua teman lama mengatakan Skrzypksi hanya seorang wisatawan yang gemar berkeliling dunia. Di sebuah profil onlinenya dia mencatat 50 negara yang pernah dikunjungi.

Baca Juga: Warga Polandia Didakwa Makar di Papua

Akun Facebooknya memang mengindikasikan dukungannya terhadap gerakan sayap kanan nasionalis Eropa. Namun ia juga tertarik pada etnis asing yang menghadapi persekusi atau ancaman genosida, termasuk Armenia dan bangsa Kurdi. Pada 2017 silam ia menyambangi kawasan yang dikuasai kedua etnis di Irak. Sementara di Facebook, ia mengikuti pimpinan gerakan separatis Papua.

Artur Sobiela, teman Skrzpyski di Polandia, mengatakan dia tidak "berada di salah satu sisi dalam konflik Papua dan Indonesia." Menurutnya adalah "hal yang tak masuk akal" bahwa Skrzypski dituding makar. "Dia tidak punya uang atau mendukung kelompok politik di manapun di dunia," kata Sobiela yang telah mengenal Skrzypski sejak dua dekade terakhir.

"Dia bekerja sepanjang tahun di Swiss sebagai buruh pabrik di dekat Lausanne dan menabungkan sebagian upahnya untuk berwisata," kata dia. "Di Swiss, dia tidak punya rumah atau mobil. Satu-satunya barang miliknya adalah buku dan album musik."

rzn/hp (Associated Press)