1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Alternatif Daging dari Udara Hingga Gas Metana

7 November 2019

Memang terlihat seperti fiksi ilmiah, tetapi mungkin tidak lama lagi di atas meja-meja makan akan terhidang steak dari mesin cetak, serta protein lain dari udara, gas metana, maupun mikroba vulkanik.

https://p.dw.com/p/3SZ5T
Fleischloser Burger
Foto: picture-alliance/AP Photo/R. Soderlin

Dengan suksesnya produk pengganti daging sapi dan burger vegan yang dikembangkan oleh perusahaan seperti Beyond Meat dan Impossible Foods, alternatif lain untuk menjadi sumber protein terus digali.

Berdasarkan data dari bank investasi Barclays, potensi penjualan daging alternatif dalam satu dekade bisa mencapai 140 miliar dolar AS, atau setara dengan 10 persen industri daging global. Perkiraan angka ini adalah peningkatan 10 kali lipat dari yang ada saat ini.

Generasi baru produk ini menggabungkan teknologi mutakhir dengan proses fermentasi kuno untuk mengubah unsur-unsur berbahaya maupun elemen yang ada sehari-hari menjadi bahan makanan penting dengan tujuan mengurangi jejak karbon.

Menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kegiatan pertanian, kehutanan dan aktivitas penggunaan lahan lain menyumbang 23 persen dari total emisi gas rumah kaca dari tahun 2007 hingga 2016. Angka ini melonjak jadi 37 persen jika kegiatan sebelum dan sesudah produksi turut diperhitungkan. Sementara itu peternakan menyumbang sekitar 14,5 persen dari emisi gas rumah kaca global.

Bahan baku udara

Enter Solar Foods, sebuah perusahaan Finlandia saat ini berusaha membuat bubuk protein yang bisa dimakan yang disebut Solein dengan menggunakan bahan baku dari air, udara, dan listrik terbarukan.

"Anda menghindari dampak penggunaan lahan seperti pembukaan hutan untuk pertanian, penggunaan pestisida dan penggunaan pupuk yang melepaskan gas rumah kaca dan sebagainya," ujar CEO dan salah satu pendiri Enter Solar Foods, Pasi Vainikka.

Solein dibuat dengan memasukkan mikroba ke dalam cairan. Mikroba tersebut kemudian diberi makan berupa gelembung kecil berisi hidrogen dan karbon dioksida. Proses ini mirip dengan pembuatan bir atau anggur, hanya saja tidak menggunakan anggur atau biji-bijian lain, ujar Vainikka. Setelah mengental, cairan ini dikeringkan menjadi bubuk yang sangat halus yang mengandung sekitar 65 persen protein dan rasanya seperti tepung gandum.

Pada September 2019, Solar Foods berhasil mencapai kesepakatan dengan perusahaan makanan Nordic Fazer untuk mengembangkan produk makanan dengan menggunakan Solein. Bahan ini bisa digunakan dalam produk nabati yang telah ada di pasaran atau di masa depan mungkin juga bisa dipakai untuk menumbuhkan daging di laboratorium. Harga produksi Solein sekitar € 5 (sekitar Rp 77.000,-) per kilogram dan akan dipasarkan pada tahun 2021, kata Vainikka.

Fermentasi adalah kunci

Perusahaan lain yang berusaha mengurangi emisi pertanian melalui fermentasi adalah String Bio dari Bangalore, India. Perusahaan ini berusaha untuk mengubah metana menjadi protein bubuk untuk dikonsumsi hewan. Metana adalah gas rumah kaca yang lebih kuat daripada karbon dioksida karena dapat menyimpan panas 28 kali lebih banyak,

"Menurut kami ini mungkin dampak terbaik yang dapat manusia miliki di dunia ini, yaitu ketika kita mengambil sesuatu yang tidak kita perlukan dari lingkungan dan mengubahnya menjadi sesuatu yang kita butuhkan," kata Vinod Kumar, yang bersama istrinya Ezhil Subbian mendirikan perusahaan ini.

Pertimbangan lingkungan, seiring dengan keprihatinan atas kesejahteraan hewan dan kesehatan manusia, telah mendorong permintaan dan pasokan atas protein alternatif, kata Dan Altschuler Malek, Managing Partner di perusahaan investasi Unovis Partners. Hanya 10 tahun yang lalu, dia mengatakan, pengecer melihat protein alternatif sebagai sesuatu yang berisiko, tetapi "hari ini mereka menyadari adanya permintaan besar terhadap produk ini."

Unovis mengelola New Crop Capital, sebuah dana investasi eksklusif dalam pengembangan pengganti daging, makanan laut, dan susu.

New Crop juga berinvestasi di Nova Meats, sebuah perusahaan Spanyol yang menggunakan mesin cetak 3D khusus untuk menghasilkan steak yang dapat meniru rasa dan tekstur daging asli. Printer ini menghasilkan steak vegan tiga dimensi menggunakan jarum suntik bergaya cartridge yang menggunakan protein nabati.

Dari volkano dan organisme kecil

Protein buatan generasi baru ini diklaim tidak begitu banyak diproses, kata Thomas Jonas, CEO Sustainable Bioproducts yang proteinnya didasarkan pada mikroba yang ditemukan di sumber air panas vulkanik Taman Nasional Yellowstone.

Setelah mengumpulkan dana sebesar 33 juta dolar AS (Rp 513 miliar) pada bulan Februari, perusahaan ini berencana untuk menghasilkan apa yang mereka sebut sebagai produk "setara hamburger" pada tahun depan melalui "fermentasi baru" dari mikroba.

Dengan kapasitas penuh, pabrik seluas 3.250 meter persegi di Chicago ini dapat menghasilkan burger yang setara dengan burger sapi yang merumput di lahan seluas 6.100 hektare, kata Jonas.

Bagi investor seperti Altschuler Malek, protein alternatif adalah masalah pilihan bagi konsumen, dengan tiga hal penting: "Rasanya harus enak, memenuhi batas harga tertentu dan harus dapat diproduksi secara massal," katanya.

ae/rap  (Thomson Reuters Foundation)