1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Debat Poligami Picu Pelecehan

2 Agustus 2019

Bagaimana jika seorang pegiat hak perempuan berdebat dengan seorang pria Arab Saudi beristeri tiga? Hasilnya adalah pertukaran tajam tentang seksualitas, hak perempuan dan legitimasi poligami yang kian dipertanyakan.

https://p.dw.com/p/3NDgr
Symbolbild Eine Frau trägt Burka Glaube Religion
Foto: picture-alliance/AP Photo

Youssef Alquait menikmati kehidupan mapan dengan gajinya sebagai seorang pengacara di Arab Saudi. Dia menikahi tiga orang perempuan karena "membutuhkan isteri" yang jika "saya ingin melakukan hubungan seksual, dia selalu ada di depan saya."

"Maksud saya misalnya pada tujuh hari ketika perempuan mengalami periode menstruasi. Kan laki-laki tidak boleh menyentuh perempuan," imbuhnya mencoba menjelaskan alasannya meminang tiga isteri.

Dalih Youssef dilontarkannya di tengah acara debat "JaafarTalk" seputar isu Poligami di stasiun televisi Deutsche Welle Arab. Dia berhadapan dengan Mawj Aldarraji, seorang pegiat hak perempuan asal Irak yang juga bekerja sebagai arsitek.

Baca juga: "Poligami Adalah Kekerasan Terhadap Perempuan"

"Jadi laki-laki tidak bisa mengontrol hawa nafsunya selama tujuh hari?!" tukas Aldarraji kepada Youssef. "Jadi saya cuma untuk seks, tanpa perasaan, tanpa emosi?"

"Anda tidak memahami psikologi laki-laki," jawab Youssef dengan nada mengajari. "Makanya Anda mengatakan hal demikian.

"Anda tidak cukup untuk suami Anda," katanya lagi.

Eskalasi jadi debat emosional

Sontak percakapan tersebut bereskalasi menjadi debat emosional. "Siapa Anda yang merasa berhak menilai?," kata Aldarraji. "Saya dan suami saya telah menikah selama enam tahun dan kami telah melalui banyak hal bersama..."

"Suami anda dingin secara seksual," potong Youssef sebelum lawan bicaranya selesai berucap.

Atas cemoohan itu Youssef didesak meminta maaf pada Aldarraji sembari dibarengi ancaman pengusiran.

Poligami belakangan kembali isu hangat di sebagian masyarakat muslim lantaran dianggap bertentangan dengan prinsip kesetaraan gender.

Suasana perdebatan dalam acara JaafarTalk di stasiun televisi DW Arab, Beirut, Libanon.
Suasana perdebatan dalam acara JaafarTalk di stasiun televisi DW Arab, Beirut, Libanon.Foto: DW/H. Baydoun

Tafsir problematis

Ketentuan ini tercantum di dalam Al-Quran, surah An-Nisa ayat 3. Namun tafsir teologi terhadap istilah "budak" pada ayat itu dinilai problematis oleh pengamat Arab Saudi, Madawi al-Rasheed. Guru besar ilmu Antropologi di London School of Economics itu merujuk pada fatwa sejumlah ulama di Arab Saudi yang menghalalkan tenaga kerja migran asal Asia Tenggara karena bisa diketegorikan sebagai "budak" dalam kasus kekerasan atau perkosaan.

Salah satunya adalah fatwa Muhammad Salih al-Munajjid, pendiri situs fatwa IslamQa.Info yang menurut portal analisa Alexa.com merupakan situs berbahasa Arab paling populer untuk masalah Fiqh Islam. 

Ketika seorang pengguna bertanya mengenai status "para budak" yang hidup di rumah-rumah di Arab Saudi dan apakah tubuh mereka halal untuk hubungan seksual, dia menjawab "Islam mengizinkan pria melakukan hubungan seksual dengan budak, terlepas dari status pernikahannya."

Pertanyakan legitimasi poligami

Legitimasi poligami belakangan mulai dipertanyakan, bahkan oleh ulama Islam sendiri. Imam Besar masjid al-Azhar di Kairo, Ahmad Mohammad al-Tayyeb, misalnya mengritik praktik poligami dalam sebuah wawancara di televisi, Maret silam.

Baca juga: Poligami Tak Semudah Memuntahkan Sperma ke Lubang Baru

Menurut Imam Besar itu, praktik yang digunakan di dunia Islam saat ini membuktikan pemahaman yang rendah atas Al-Quran dan kerap menjadi sumber ketidakadilan bagi perempuan dan anak-anak. Namun begitu, ia menolak menerbitkan fatwa yang melarang poligami.

Tidak heran jika opini publik kian menjauh jika membahas hak laki-laki mendapatkan lebih dari satu isteri. "Poligami adalah hal yang kelitu," kata seorang pemuda di Beirut, Libanon, dalam wawancara dengan DW Arab, "saya menolaknya." Ucapannya itu diamini seorang perempuan muda yang juga diberikan pertanyaan serupa.

Namun pasangan yang berusia lebih tua sebaliknya mendukung konsep poligami. "JIka perempuan memiliki kekurangan, maka suami berhak atas isteri kedua," kata sang suami. Hal serupa diungkapkan pemuda lain, "Saya akan menikahi yang pertama, kedua, ketiga dan keempat," meski itu artinya melanggar Undang-undang kesetaraan pernikahan di Libanon.

"Tapi saya tidak menikah ala konstitusi, saya menikah dengan cara Islam. kata pemuda itu berkilah"

rzn/as (Kersten Knipp/DW)

App AyoPoligami Picu Kontroversi