1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

110110 Ashton Kommissare EU

12 Januari 2010

Dalam dengar pendapat di Parlemen Eropa, masa lalu Ashton juga disoroti. Sebagian besar pertanyaan dan tanggapan para anggota parlemen diformulasikan dengan tajam.

https://p.dw.com/p/LTbn
Cathérine Ashton dalan dengar pendapat di Parlemen Eropa di Brussel, Belgia (11/01)Foto: AP

Catherine Ashton sebagai perwakilan tinggi bagi politik luar negeri dan keamanan Uni Eropa seharusnya merupakan etalasenya politik luar negeri Uni Eropa. Tidak mengherankan jika komisi politik luar negeri Parlemen Eropa ingin mengetahui dengan jelas, apa rencana program kerjanya.

Andrew Duff notulen dalam dengar pendapat di parlemen membuat ringkasan, menyangkut apa yang dipandang penting oleh parlemen. Tentu saja perwakilan tinggi itu harus mengenal bidang kerjanya dan dapat bekerjasama dengan baik dalam timnya. Akan tetapi Andrew Duff juga menyinggung tema lainnya, “Kami akan mengawasi kehandalan tokoh ini, dan melihat apakah di segi keuangan juga bersih. Dalam cacat kasus korupsi kami akan mengimbau Presiden Barroso untuk mempertimbangkannya sekali lagi.“

Para anggota Parlemen Eropa terutama menyoroti masa lalu Ashton. Di tahun 70-an hingga 80-an ia aktif untuk organisasi Kampanye Perlucutan Senjata Nuklir-CND di Inggris. Ia beberapa tahun lamanya bahkan menjabat sebagai bendahara organisasi ini. Sejumlah anggota Parlemen Eropa mempertanyakan, apakah CND dahulu didukung sejumlah pemerintahan komunis di masa itu? Apakah Ashton mengingat kiprahnya di masa lalu, juga cocok untuk menjabat perwakilan tertinggi politik keamanan Uni Eropa di masa kini?

Namun Ashton menepis semua pertanyaan kritis itu. “Menurut saya, apa yang relevan di tahun 70-an tidak lagi relevan di tahun 2010. Proposal di masa lalu adalah bagian dari gerakan yang lebih besar, yang sekarang tidak relevan. Dan saya sudah sekitar 29 tahun bukan lagi anggota CND, tepatnya saya lupa berapa lama.“

Sebagian besar pertanyaan dan tanggapan para anggota parlemen diformulasikan dengan tajam. Tokoh politik Partai Hijau Jerman, Franziska Brantner, misalnya mengritik Ashton sebagai diplomat tertinggi tapi tidak mau mengambil alih kewenangan dalam politik menyangkut negara tetangga Uni Eropa.

Namun Catherine Ashton tidak menanggapi berbagai provokasi itu. Jawabannya terhadap pertanyaan tajam kadang-kadang diselipi lelucon. Namun tetap mengambang dan tidak tegas. Sikap semacam itu juga bukan kesalahan Ashton sepenuhnya, tapi merupakan konsekuensi dari sistem yang berlaku. Ia dituntut dapat memformulasikan posisinya sebagai anggota Dewan Uni Eropa sekaligus juga anggota Komisi. Artinya, Ashton juga tidak akan dapat menyampaikan pendapatnya sendiri secara tegas.

Christoph Hasselbach/Agus Setiawan

Editor: Asril Ridwan