1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Denting Kematian Sepakbola Indonesia?

6 Juni 2015

Kisruh antara pemerintah melawan PSSI yang didukung manajemen klub menyisakan para pemain yang kehilangan mata pencaharian. Beberapa klub bersikap pragmatis. Mereka membubarkan skuad demi mempertahankan manajemen.

https://p.dw.com/p/1FcD1
Logo vor der Zentrale des indonesischen Fußballverbands PSSI
Foto: AFP/Getty Images/A. Berry

Sepakbola Indonesia sedang limbung. Konflik antara PSSI dan Kementerian Pemuda dan Olahraga yang berujung pada mandegnya penyelenggaraan Liga Super Indonesia, menyisakan sederet masalah.

Korban pertama mulai berjatuhan. Manajemen Persipura Jayapura misalnya secara resmi membubarkan skuad yang sedianya akan tampil di LSI 2015. Mereka beralasan liga yang digagas oleh pemerintah tidak punya prespektif.

"Apa bedanya nanti kita dengan liga amatir. Menang pun kita tidak bisa tampil di level internasional," ujar Sekretaris Persipura, Rocky Babena kepada Sindonews. Pihak manajemen mengklaim akan kembali menurunkan skuadnya untuk berlaga, jika Kemenpora mencabut sanksi atas PSSI.

Manajemen Bertahan, Pemain Dipecat

Langkah Persipura diyakini akan diikuti oleh klub-klub lain. Tanpa prespektif adanya kompetisi yang diakui FIFA, sponsor pun urung mengucurkan dana. Hal semacam ini misalnya dialami oleh klub Semen Padang yang terancam bubar. "Kalau tidak ada laga tentu sponsornya akan berhenti,” kata Direktur Teknik Semen Padang, Asdian kepada Okezone.

Opsi membubarkan skuad dan mempertahankan manajemen hingga sanksi FIFA berakhir terkesan langkah yang cenderung diamini oleh para kompetitor LSI. Sebagian besar bersikeras menolak kompetisi bentukan pemerintah.

Manajemen Arema Chronus termasuk yang enggan mengikuti Piala Kemerdekaan yang digagas tim transisi Kemenpora. "Kami hanya ingin bermain di kompetisi resmi di bawah federasi sepak bola Indonesia, yakni PSSI," tutur Jurubicara Arema Cronus, Sudarmaji seperti dikutip Kompas.

Memberantas Mafia, Mengorbankan Sepakbola

Kemenpora melalui Imam Nachrawi sebaliknya bersikukuh dengan menggelar kompetisi nasional tanpa PSSI. "Pemerintah tidak akan tunduk terhadap mafia sepak bola yang selama ini diduga menyetir dunia persepakbolaan di Indonesia. Makanya kami tidak mau dunia sepak bola nasional stagnan digerogoti mafia," tegasnya.

Kisruh antara pemerintah dengan PSSI yang didukung manajemen klub menyisakan pemain yang kehilangan mata pencaharian. Kepada situs online Sepakbola, bintang Persipura yang belum mendapat kabar resmi pembubaran dari manajemen mengaku mulai mencari alternatif lain.

"Sementara saya di rumah saja, sambil menunggu ada tes pegawai atau lainnya. Saya juga lagi urus-urus berkas untuk tes pekerjaan, seperti di bank atau kantor lainnya," ujarnya. Nasib serupa dialami oleh pemain-pemain lain. Beberapa memutuskan, sementara pulang kampung dulu jelang bulan Puasa, sedangkan yang lain perlahan membuka bisnis sampingan untuk mencari nafkah atau mengikuti kompetisi amatir di daerahnya.

Sejauh ini cuma manajemen Sriwijaya FC yang menyatakan bakal ikuserta pada Piala Kemerdekaan demi menyelamatkan karir pemain. Bagaimanapun manajemen berharap pemain kembali lagi bekerja di lapangan hijau. "Ini juga demi menyelamatkan para pemain, daripada mereka ikut turnamen antar kampung,"ujar Sekretaris tim, Achmad Haris kepada Sindonews.

rzn/as (berbagai sumber)