1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Deutsche Bahn Terima Mega Tender dari Qatar

24 November 2009

Perusahaan Kereta Api Jerman Deutsche Bahn dan perusahaan konstruksi dari Jerman ditunjuk untuk membangun sistem perkeretaapian di Qatar. Investasi keseluruhan proyek in bernilai 17 miliar Euro.

https://p.dw.com/p/KeBV
Direktur Deutsche Bahn Rüdiger Grube dalam konferensi pers setelah penandatangan kontrak di Doha, QatarFoto: dpa

Direktur Deutsche Bahn Ruediger Grube menandatangani tender terbesar dalam sejarah jawatan kereta api Jerman ini. Deutsche Bahn, yang kini masih merupakan perusahaan milik pemerintah, bersama sebuah perusahaan konstruksi Jerman ditunjuk untuk melaksanakan proyek bernilai 17 miliar Euro, untuk membangun jaringan rel kereta api penumpang dan barang di negara emirat di teluk Persia ini.

Disaksikan Perdana Menteri Qatar Qatar Syekh Al-Tani serta Menteri Perhubungan Jerman Petrus Ramsauer, Grube menandatangai kontrak yang sekaligus merupakan awal berdirinya Perusahaan Pembangunan Kereta Api Qatar, Qatar Railways Development Company. Dalam perusahaan ini, Deutsche Bahn memegang 49 persen saham sementara perusahaan pemerintah Qatari Diar 51 persen.

Ini merupakan sebuah proyek superlatif, sebuah proyek mega besar. Sebuah proyek bernilai 17 miliar Euro untuk membangun jaringan kereta api, yang juga terbesar di negara Arab. Penandatangan proyek ini bisa dikatakan merupakan satu kado bagi Menteri Perhubungan Jerman Petrus Raumsauer yang baru menduduki jabatannya ini. Tak pelak, proyek mega besar ini menjadi sorotan media di Jerman, sama seperti ketika krisis ekonomi mulai mengguncang dunia. Tender ini bagaikan sebuah bantuan dari negara-negara Teluk bagi sebuah perusahaan Jerman yang sedang terjepit. Bahkan ini merupakan suatu bantuan bagi keseluruhan industri dan ekonomi Barat.

Sebelumnya memang sheikh-sheikh negara Teluk sudah mengulurkan tangannya, misalnya untuk membantu pabrik mobil Daimler, bank-bank seperti Credit Suisse atau pada pabrik mesin berat MAN Ferrostall. Perdana Menteri Qatar Sheikh Hamad bin Jassem al Thani mengatakan, "Kami berpikir jangka panjang. Ketika harga jatuh, kami meningkatkan kepemilikan saham sebuah perusahaan. Ini kami lakukan di Credit Suisse serta juga pada perusahaan-perusahaan lain.“

Saat ini, Qatar sedang benar-benar menggiatkan investasinya, seperti di sektor bandara udara dan pelabuhan laut. Yang masih dirasa kurang adalah sistem angkutan penumpang dan barang yang cepat. Dan ini merupakan masalah utama negara ini: terlalu banyaknya mobil, truk angkutan, jalanan yang macet dan polusi udara. Semua masalah ini harus segera dipecahkan. Investasi di bidang perkeretaapian menjadi solusi yang diambil.

Lintasan kereta api yang akan dibangun rencananya mampu mendukung operasi kereta api berkecepatan 350 km perjam, yang akan menghubungkan Qatar dengan negara tetangganya, Bahrain. Untuk itu, harus dibangun pula sebuah jembatan di atas laut sepanjang 45 km. Jaringan kereta api ini nantinya juga akan menghubungkan bandara udara dengan pusat kota Doha.

Dalam soal invesatsi, negara-negara Teluk memang tidak setengah-setengah. Dan mereka memiliki alasan untuk itu: Dalam dekade mendatang persediaan minyak akan semakin berkurang dan negara-negara di kawasan Teluk Persia sudah lama menetapkan arah kebijakan baru mereka. Mereka membangun industri keuangan mereka sendiri dan juga membangun sistem arus barang antara Eropa dan Amerika di satu sisi dan Asia di sisi lain.

Pada bulan September lalu, Dubai baru saja menyelesaikan pembangunan stasiun kereta bawah tanah yang termodern di dunia. Dan bandara udara terbesar juga sedang dalam tahap penyelesaian di sana. Tampaknya proyek raksasa seperti ini bukan hal yang luar biasa di negara-negara Teluk. Kepala proyek bandara Sheikh Ahmed Saed bin al Maktoum menyatakan, "Apa yang kita lakukan di sini hanya merupakan peningkatan industri layanan kami. Dari sektor inilah negara menerima sebagain besar pendapatannya.“

Tentu saja, krisis keuangan global juga mempengaruhi negara-negara Teluk. Mereka juga mengalami kerugian besar. Tapi negara-negara Teluk lebih melihat ke masa depan. Ini merupakan kekuatan negara-negara kecil yang ingin melepaskan ketergantungannya dari minyak. Dalam hal ini, Deutsche Bahn juga dapat menarik keuntungan.

Felix de Cuveland/Yuniman Farid

Editor: Ayu Purwaningsih