1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mushtarak Zwischenbilanz

12 Maret 2010

Tanggal 13 Februari oerasi militer Mushhtarak dilancarkan di Afghanistan. Operasi terbesar yang pernah digelar sejak jatuhnya Taliban ini mengikutsertakan 15 ribu pasukan internasional dan Afghanistan.

https://p.dw.com/p/MRZr
Tentara AS dar batalion ke 4 yang ikut bagian dalam operasi MushtarakFoto: AP

Presiden Hamid Karzai jelas tidak berhadapan dengan sidang pendengar yang jinak dan patuh, ketika berkunjung ke distrik Marjah di selatan Afghanistan yang masih sarat dengan pertempuran. Banyak yang harus dikerjakan sang Presiden untuk menenangkan para tetua yang mengeluhkan situasi dengan suara tinggi.

Sebelum kembali menaiki helikopternya, Karzai menerangkan, "Kami sudah bertukar pikiran, mereka mendengarkan saya dan saya mendengarkan mereka. Keluhan mereka sangat berdasar. Sudah lama orang-orang ini merasa diabaikan. Dan itu betul dalam beberapa hal. Perasaan itu harus dihapuskan. Kita harus memberi keamanan yang mereka tuntut."

Membawa banyak tentara ke satu wilayah, melakukan aksi pembersihan dan semua akan baik. Ini bukan konsep yang berhasil di masa lalu. Pelajaran pahit yang harus dicamkan oleh NATO. Para tentara dan Menteri Pertahanan AS Robert Gates kini paham, tugas sesungguhnya baru dimulai setelah mengusir Taliban.

"Pengadaan tempat kerja dan program pertanian diprakarsai, pasar dan sekolah dibuka kembali. Dan yang terpenting, para keluarga yang mengungsi telah kembali. Tentu saja operasi di Marjah hanya satu dari banyak pertempuran yang akan datang untuk melindungi rakyat Afghanistan," demikian disampaikan Robert Gates.

Taliban melakukan segala cara untuk mengacaukan keamanan. Ranjau, bom rakitan dan jebakan mengancam tentara dan penduduk setempat, juga satu bulan setelah dimulainya operasi. Tentara NATO bertindak hati-hati, kata kepala distrik Marjah Abdul Zahir. Tapi, saat operasi militer dimulai, sebuah roket salah sasaran dan menewaskan banyak warga sipil.

"Wajar jika kami sedih dan marah jika saudara sesama Muslim terbunuh, atau seorang anak kecil tewas. Tapi tidak ada kemungkinan lain, serangan militer ini harus dilakukan," ujar Abdul Zahir.

Abdul Zahir hidup sebagai pengungsi selama 15 tahun di Jerman, di mana ia bekerja di restoran dan binatu. Beberapa hari setelah menjabat kepala distrik Marjah, beredar kabar bahwa di Jerman ia dipenjara beberapa tahun karena menyerang anak tirinya. Desas desus yang disebarkan para lawannya di Afghanistan, kata Zahir. Bagaimanapun, nasib sebuah distrik di provinsi paling berbahaya di Afghanistan kini juga terletak di tangannya.

Bagi Zahir, sama dengan tentara Barat, perang yang sesungguhnya di Marjah dimulai sekarang. Perang untuk memenangkan kepercayaan rakyat.

Kai Küstner/Renata Permadi

Editor: Yuniman Farid