1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
TerorismeAsia

Tokoh Sentral Abu Sayyaf Serahkan Diri ke Militer Filipina

14 Agustus 2020

Seorang komandan Abu Sayyaf menyerahkan diri kepada militer Filipina melalui mediasi tokoh pemberontak MNLF. Penangkapannya adalah buah dari persekutuan Manila dan gerilayawan muslim dalam memerangi teror di Mindanao

https://p.dw.com/p/3gxPk
Pasukan Filipina saat diterjunkan di Jolo, Sulu, Filipina Selatan, untuk memerangi gerilayawan Abu Sayyaf.
Pasukan Filipina saat diterjunkan di Jolo, Sulu, Filipina Selatan, untuk memerangi gerilayawan Abu Sayyaf.Foto: picture alliance/dpa/B. Hajan

Salah seorang pentolan organisasi terror Filipina, Abu Sayyaf, Anduljihad "Edang” Susukan, menyerahan diri di selatan Davao City usai bernegosiasi dengan polisi. Dia dicari atas dugaan keterlibatan pada setidaknya 23 kasus pembunuhan dan lima kasus penculikan.

Edang adalah tokoh paling berpengaruh di Abu Sayyaf yang ditangkap pemerintah tahun ini. 

Penangkapannya sekaligus menandakan kemajuan bagi operasi militer pemerintah terhadap organisasi terror yang masuk dalam daftar hitam Amerika Serikat itu. Abu Sayyaf selama ini dikenal brutal dalam menculik wisatawan atau warga negara asing, dan memenggal kepala korban jika tuntutan uang tebusan tidak dipenuhi. 

Sejak beberapa tahun terakhir Abu Sayyaf berafiliasi dengan kelompok Islamic State yang juga aktif di Mindanao, FIlipina.

Pemerintah Filipina meyakini Edang dan pasukannya terlibat dalam aksi penculikan lintas batas terhadap wisatawan dan warga di Sabah, Malaysia. Pada 2015 silam, di hari ketika bekas Perdana Menteri Najib Razak tiba dalam kunjungan kenegaraan di Manila, Abu Sayyaf memenggal kepala seorang sandera Malaysia di selatan provinsi Sulu.

Edang juga dituduh ikut membiayai penculikan dua pria Kanada yang dipenggal di Sulu pada 2016 lalu setelah proses negosiasi gagal seputar uang tebusan. 

Setelah penangkapannya, militer kini mengalihkan perhatian pada Behn Tatuh, seorang komandan Abu Sayyaf lain yang masih buron. Serupa Edang, Tatuh dikenal brutal dan diyakini melindungi komandan ISIS di Asia Tenggara, Amin Baco, yang asal Malaysia.

Lembaga analisa terorisme di Filipina, iBrabo, meykaini Tatuh bekerja di bawah perintah Baco.

Kado Misuari untuk Duterte

Penangkapan Edang mustahil terwujud tanpa keterlibatan Nur Misuari, pendiri Front Nasional Pembebasan Moro (MNLF). Sejak lama pemerintah Filipina bersanding tangan dengan bekas kelompok pemberontak itu untuk menanggulangi geliat terorisme di Mindanao.

Peta daerah kekuasaan kelompok teror, Abu Sayyaf, di Filipina Selatan.
Peta daerah kekuasaan kelompok teror, Abu Sayyaf, di Filipina Selatan.

Edang awalnya menyerahkan diri kepada Misuari lantaran mengalami luka serius dalam sebuah pertempuran. Senjata pelontar granat miliknya meledak secara tiba-tiba saat terlibat baku tembak dengan tentara pemerintah di Sulu. 

Militer awalnya mengira Edang tewas di medan pertempuran. 

Malam itu juga Misuari dikabarkan terbang dari Jolo ke Davao City dengan menggunakan pesawat jet pribadi. Dia membawa Edang ke kediamannya dan memanggil polisi untuk menegosiasikan penyerahan diri sang komandan teror.

Misuari sempat digosipkan ingin menyerahkan Edang langsung kepada Presiden Rodrigo Duterte yang belakangan lebih sering berkantor di kota asalnya, Davao City.

Pertautan Abu-abu di Mindanao 

Misuari termasuk tokoh paling berpengaruh di selatan FIlipina. Dia memiliki jejak gelap sebagai komandan MNLF saat melancarkan perang dan pemberontakan terhadap pemerintah pusat, bahkan ketika sudah diangkat sebagai gubernur Daerah Otonomi Mindanao, 2001 lalu.

Hingga kini sederet dakwaan hukum masih membayanginya, terutama ketika memerintahkan gerilayawannya menduduki kota Zamboanga pada 2013 lalu. Insiden itu menyisakan 137 korban jiwa, 251 luka-luka dan lebih dari 100.000 pengungsi.

Ketika MNLF akhirnya menyepakati damai, Misuari menjelma menjadi politisi lokal. 

Nur Misuari (berserban hitam-kuning) dan pasukannya usai membebaskan seorang warga negara Norwegia, Khartan Sekkingstad (ki. tengah) dari Abu Sayyaf di Jolo, September 2016.
Nur Misuari (berserban hitam-kuning) dan pasukannya usai membebaskan seorang warga negara Norwegia, Khartan Sekkingstad (ki. tengah) dari Abu Sayyaf di Jolo, September 2016.Foto: Reuters/N.Butlangan

Bersama Duterte, Misuari mendapat peran baru sebagai penengah. Dia diangkat sebagai utusan khusus Filipina untuk Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Meski begitu dia tidak berwenang berhubungan langsung dengan kelompok teror. Hal ini menjadi petaka buat Edang Susukan.

"Dia mendatangi Misuari tidak bisa dikategorikan menyerahkan diri di bawah Undang-undang dan tidak membuatnya kebal terhadap penangkapan,” kata Jurubicara militer, Edgard Arevalo, dalam sebuah  keterangan pers.

Bagi Manila, Misuari bukan perantara damai, melainkan bertugas membantu militer melumat kekuatan Abu Sayyaf di Mindanao. 

Di bawah perjanjian abu-abu antara MNLF dan pemerintah, Misuari dan pasukannya diberi kebebasan untuk mengangkat senjata di Sulu dan kawasan otonomi muslim di selatan Mindanao. 

Seperti dilansir harian lokal, Mindanews, Kantor Penasehat Presiden untuk Proses Damai (OPAPP) Desember lalu membenarkan keterlibatan Misuari dalam sejumlah proses pembebasan sandera yang antara lain diculik Abu Sayyaf.

OPAPP juga mengakui polisi dan militer berkoordinasi dengan gerilayawan MNLF di lapangan untuk memburu gerilayawan teror di Mindanao. 

"Tidak ada tempat bagi mereka untuk pergi,” kata Misuari seperti dilansir media-media lokal dari keterangan pers OPAPP, akhir Desember lalu. "Saya bisa menjamin kepada presiden bahwa MNLF akan mendukung sepenuhnya penanggulangan masalah ini. Silahkan coba seberapa efektifnya pasukan kami.”

rzn/ (rtr, afp, mindanews, manilatimes)