1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Dilanda Berbagai Krisis, Korut Akan Gelar Pertemuan Besar

29 Desember 2020

Pandemi COVID-19 membatasi aktivitas pemimpin Korea Utara Kim Jong Un di area publik. Rencananya, Kim akan menggelar kongres secara besar-besaran pada awal tahun depan di tengah berbagai krisis yang melanda negaranya.

https://p.dw.com/p/3nIuQ
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un
Foto: Reuters/KCNA

Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un akan menggelar kongres Partai Buruh secara besar-besaran pada bulan depan. Acara tersebut bertujuan untuk mengumpulkan para loyalisnya dan menyusun kebijakan ekonomi dan luar negeri baru.

Acara kongres itu merupakan yang pertama dalam lima tahun terakhir. Pada kongres 2016, Kim menegaskan kembali komitmennya untuk mengembangkan senjata nuklir dan mengumumkan rencana pembangunan ekonomi yang ambisius. Lima tahun kemudian, para ahli mengatakan Kim tidak memiliki banyak pilihan selain menekan rakyatnya untuk lebih banyak sabar dan menyumbang lebih banyak tenaga.

"Ketika kita membahas secara spesifik, sebenarnya tidak ada hal baru yang bisa dihadirkan Korea Utara di kongres, termasuk dalam hal mengembangkan ekonominya," kata Hong Min, seorang analis di Institut Korea untuk Unifikasi Nasional di Seoul. "Negara ini akan terus menutup perbatasannya selama pandemi COVID-19 berlanjut dan sanksi internasional akan berlanjut, jadi tidak ada ruang untuk melakukan terobosan."

Pandemi hambat ambisi Kim Jong Un 

Memasuki tahun 2020, Kim mendeklarasikan "terobosan frontal" terhadap sanksi PBB setelah diplomasi dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terkait penawaran keringanan sanksi dengan imbalan langkah-langkah denuklirisasi terbatas, gagal terwujud pada tahun 2019.

Tetapi kenyataan berkata lain, tekad Kim terbentur oleh pandemi COVID-19. Pada awal tahun ini Korea Utara terpaksa menutup perbatasan internasional, termasuk dengan Cina - mitra dagang dan donatur terbesar.

Akibat penutupan perbatasan tersebut, volume perdagangan Korea Utara dengan Cina dalam 10 bulan pertama tahun ini turun 75%. Hal itu menyebabkan kenaikan harga makanan impor seperti gula dan beragam bumbu hingga empat kali lipat, kata badan mata-mata Korea Selatan kepada anggota parlemen belum lama ini.

Selama beberapa bulan, Korea Utara juga membatasi penggunaan dolar AS di pasar, hanya untuk membuat mata uang lokalnya, won, menguat tajam, memicu meningkatnya keluhan publik. 

Lim Soo-ho, seorang analis di sebuah lembaga pemikir yang dikelola NIS, mengatakan jika wabah virus corona berlanjut hampir sepanjang tahun 2021, ekonomi Korea Utara dapat menghadapi krisis besar yang belum lagi terlihat sejak kelaparan dahsyat yang menewaskan ratusan ribu warga Korea Utara pada 1990-an.

Pemerintah Kim telah mengakui bahwa sanksi, pandemi, dan topan serta banjir musim panas yang memusnahkan tanaman telah menciptakan "berbagai krisis". Tetapi para ahli mengatakan Cina akan membantu Korea Utara karena tidak akan membiarkan tetangganya menderita bencana kemanusiaan yang dapat menyebabkan masuknya pengungsi ke perbatasan mereka.

Rencana masa depan

Selama acara kongres, Korea Utara kemungkinan akan menyerukan "terobosan frontal" lainnya untuk meningkatkan kekuatan dalam negeri dan membangun ekonomi yang lebih mandiri. Tetapi selama pandemi berlanjut, Korea Utara harus puas dengan tujuan ekonomi sederhana sembari fokus pada upaya anti-virusnya, kata Institute for Far Eastern Studies yang berbasis di Seoul dalam sebuah laporan.

Korea Utara dengan gigih mengklaim negaranya bebas dari virus corona, namun pakar luar sangat skeptis terhadap klaim tersebut. Tetapi mereka setuju bahwa negara tersebut belum mengalami wabah yang meluas.

"Mengapa mereka meningkatkan langkah anti-epidemi jika mereka benar-benar tidak memiliki pasien? Itu tidak masuk akal," kata Kim Sin-gon, seorang profesor di Sekolah Tinggi Kedokteran Universitas Korea di Seoul. 

Infrastruktur perawatan kesehatan umum Korea Utara masih berantakan, dengan banyak rumah sakit masih menggunakan peralatan yang sudah ada sejak 1960-an dan 1970-an. Hal ini membuat para pejabat Korea Utara tetap waspada karena "mereka tahu mereka akan menderita beban yang luar biasa jika mereka sedikit menurunkan kewaspadaan," kata Kang Young-sil, seorang analis di Universitas Kajian Korea Utara di Seoul.

ha/pkp (AP)