1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

DK PBB Serukan Hentikan Kekerasan di Kirgistan

15 Juni 2010

Jumlah pengungsi di akibat konflik etnis di selatan Kirgistan bisa segera melebihi 100.000 jiwa. DK PBB menyerukan agar hukum dan peraturan segera ditegakkan.

https://p.dw.com/p/NrLx
Para pengungsi di dekat perbatasan ke UzbekistanFoto: AP

DK PBB, Senin malam (14/06), mengutuk kekerasan di selatan Kirgistan dan menyerukan agar hukum dan peraturan segera dipulihkan. Duta Besar Meksiko Claude Heller yang tengah menjabat sebagai ketua Dewan Keamanan PBB mengatakan, ini saatnya untuk mengirim makanan dan bantuan lainnya ke kawasan yang mengalami krisis.

Selasa ini (15/06) PBB mendesak Kirgistan agar menghindari penyebaran kekerasan etnis di wilayah selatan negeri itu. Utusan khusus PBB Miroslav Jenca mengatakan, Kyrgyzstan harus mengambil setiap langkah yang dimungkinkan untuk menjamin kekerasan tidak menyebar ke bagian lain negara bekas Soviet tersebut.

Bentrokan antar etnis mayoritas Kirgiz dan minoritas Uzbek di Osh dan Jalal Abad, dua kota di wilayah selatan dimulai Kamis malam (10/06), dan meningkat akhir pekan lalu. Sedikitnya 170 orang tewas dan hampir 1.800 luka-luka. Lebih dari 100.000 warga Uzbek dari dua kota tersebut mengungsi, sebagian menyeberangi perbatasan ke Uzbekistan untuk menghindari bentrokan. Namun Selasa ini (15/06), Uzbekistan menutup perbatasannya. Wakil PM Uzbek Abdulla Aripow mengatakan, mereka sudah tak punya kapasitas lagi untuk menerima pengungsi yang terus meluap.

Di kota Osh, saksi mata melaporkan, gerombolan dengan senapan otomatis, tongkat besi dan golok membakar rumah-rumah dan menembaki penduduk yang menyelamatkan diri. Warga setempat mengatakan, mereka melihat mayat-mayat di jalanan, di luar kawasan yang dilindungi.

Salah satu tanda terjelas bentrokan etnis bisa dilihat di pusat kota Osh. Rumah-rumah yang temboknya dicat dengan huruf KG, tetap utuh tidak disentuh. Di sela-selanya, reruntuhan yang terbakar habis adalah sisa-sisa apa yang tadinya merupakan rumah etnis Uzbek.

Aktivis hak asasi Kirgistan Sahira Nasarova menuturkan situasi di kota Osh, "Orang-orang tak berani meninggalkan rumah, karena takut, kuatir diterjang peluru penembak jitu. Ada desas-desus penembak jitu itu berasal dari Tajikistan atau Uzbekistan, yang dibayar oleh Maksim Bakijev, putra mantan presiden. Sementara itu kami sudah berhari-hari hidup tanpa listrik, gas dan akses informasi. Banyaka yag sudah kehabisan makanan dan mengharapkan bantuan kemanusiaan."

Komisaris HAM PBB Navi Pillay mendesak otoritas lokal dan nasional di Kirgistan untuk mengambil tindakan tegas dan cepat untuk melindungi warga sipil, terlepas dari etnis mereka. Tampaknya, pembunuhan tanpa pandang bulu, termasuk terhadap anak-anak, dan pemerkosaan dilakukan berdasarkan kesukuan, kata Pillay dalam pernyataan Senin malam (14/06).

Selasa (15/06), situasi di kota Osh dilaporkan tampak tenang. Namun pemerintah sementara, yang yang mengambil alih kekuasaan setelah Presiden Kurmanbek Bakiyev digulingkan April lalu, bersiap menghadapi pecahnya kerusuhan di ibukota Bishkek dan kawasan lain di utara, yang dipisahkan oleh pegunungan dengan kawasan di selatan yang padat penduduknya. Pemerintah juga juga menuduh pendukung Bakiyev yang menyulut kerusuhan. Tuduhan itu segera dibantah Bakiyev.

Bentrokan etnis di Kirgistan memunculkan keprihatinan di Rusia dan Amerika serikat yang sama-sama mengoperasikan pangkalan udara militer di negara di Asia Tengah yang strategis tersebut.

Blok republik bekas Soviet, dikenal sebagai Organisasi Pakta Pertahanan Kolektif (CSTO), pada pertemuan hari Senin (14/06) mempertimbangkan untuk mengirim pasukan penjaga perdamaian guna mengakhiri bentrokan. Namun, pemimpin interim Kirgistan Roza Otunbayeva mengatakan, langkah itu tidak diperlukan. Ia berharap dapat mengatasi situasi dengan angkatan bersenjata Kirgistan sendiri.

Renata Permadi/ afp/dpa/rtr

Editor: Hendra Pasuhuk