1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Dokter - Dagmar Zillig

Dokter yang bekerja dengan sepenuh hati. Ia tidak hanya bekerja sebagai dokter darurat di Palang Merah. Juga di waktu luang ia tidak meninggalkan tas dokternya. Ia bekerja sukarela di kapal penyelamat di Laut Baltik.

https://p.dw.com/p/N22Z

Sebelum Dagmar Zillig meninggalkan rumahnya pagi-pagi, ia menyiapkan sarapan. Bukan untuk dirinya, tetapi untuk landak-landak peliharaannya. Ia memungut 18 landak dan memelihara binatang-binatang berduri ini di gudang bawah tanahnya. Kalau tidak begini, mereka mungkin mati di musim dingin. Dagmar Zillig memberi makanan kucing kepada mereka. Lalu ia pergi kerja. Dinas pagi di pos pertolongan Palang Merah di Rostock mulai pukul 7. Hanya kalau sedang dinas malam, hari-hari dokter darurat ini bisa dimulai dengan lebih santai.

Dagmar Zillig jarang pergi ke bioskop. Tetapi kalau ia pergi ke bioskop, ia senang menonton film yang ada binatannya. Kecintaannya dengan binatang ada hubungannya dengan masa kecil Dagmar, demikian cerita perempuan berusia 52 tahun ini. Ia tumbuh besar di sebuah gedung biara tua, di dekat desa kecil Chorin. Ayahnya seorang penjaga hutan. “Saya senang sekali bermain di hutan. Saya tidak suka bermain dengan mainan anak-anak biasa. Tetapi alam selalu membuat saya bahagia.“ Sampai sekarang hobi-hobi Dagmar dilakukannya di alam terbuka, misalnya belayar, menyelam, bepergian... Atau pekerjaan sukarelanya di organisasi kapal penyelamat Jerman. Dalam pekerjaan ini, ia sering berlayar dengan kapal penyelamat melintasi Laut Baltik.

Dukungan

Sejak kecil Dagmar ingin menjadi dokter. Tahun 1975 ia pindah ke Rostock untuk kuliah kedokteran dan ia mengambil spesialisasi menjadi dokter bedah. Tahun 1996 ia pindah kerja ke Palang Merah. Selain Dagmar hanya ada dua perempuan lain di pos pertolongan ini. “Ini pekerjaan yang sulit bagi perempuan“, ujarnya. Kadang jadwal tugasnya tidak bisa berjalan beriringan dengan keluarga. Dagmar Zillig tidak punya anak. Memang dulu ia ingin punya anak, tetapi “Awalnya tidak pas. Dan ketika waktunya pas, sudah telat.“

Suami Dagmar bekerja sebagai insinyur kapal. Ia menghabiskan empat bulan di laut, lalu dua bulan di rumah. Keduanya berkenalan ketika berlayar dan dapat saling mengandalkan satu sama lain. “Ketika ayah saya sakit keras, suami saya mengambil cuti tanpa bayaran selama enam bulan“, cerita dokter ini. Orang tua Dagmar pindah ke Rostock karena perlu perawatan intensif. Ibunya meninggal lebih dulu. Ayahnya menderita pendarahan otak. Dagmar merawat ayahnya secara intensif selama sembilan tahun. Walupun susah, kedunya belajar saling berkomunikasi kembali. “Semua orang bilang, ia tidak dapat mengerti saya. Tetapi saya tahu benar, ia mengerti saya.“

Dokter Ahli Terapi

Empati dan kedekatan dapat menjadi hal yang sangat penting di kedokteran. Dagmar Zillig yakin akan hal ini. Alarm bunyi di pos keamanan. Ini adalah tugas ke tiga hari ini. Seorang lelaki terserang alergi, kemungkinan alergi terhadap satu macam obat. Ketika Dagmar Zillig sampai di sana, ia langsung menyentuh sang pasien dan memeriksanya. “Yang paling penting adalah memberikan sang pasien perasaan, bahwa saya ada di sini, semua akan baik-baik saja.“ Demikian dijelaskan Dagmar setelah aksi penyelamatan. Metode ini berhasil. Sang pasien bernafas lebih stabil. “Kita menyebut ini terapi dokter,“ canda Dagmar.

Sejak ayah Dagmar meninggal sekitar setahun lalu, tidak ada yang menunggu kedatangannya di rumah. Namun ia tidak merasa kesepian. Dagmar merencanakan liburan berikutnya dengan suami dan ia harus menulis presentasi untuk seminar kedokteran berikutnya. Selalu ada saja hal yang harus dilakukan. Landak-landak peliharaan dan tetangga juga ada. “Bel pintu saya selalu bunyi. Memang di sekitar sini ada dua dokter lainnya, tetapi kalau ada apa-apa orang pasti datangnya ke saya!“, ujar Dagmar. “Tidak ada jam tutup. Dokter bertugas setiap waktu.“

Luna Bolivar/Anggatira Gollmer

Editor: Yuniman Farid