1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Drama Pengungsi antara Italia dan Perancis

18 April 2011

Sejumlah media internasional menyoroti drama pengungsian dari negara Afrika Utara ke Eropa. Italia memberikan izin tinggal sementara bagi para pengungsi. Sementara Perancis meningkatkan kontrol di perbatasan.

https://p.dw.com/p/10vcO
Mau dikemanakan pengungsi dari Afrika utara?Foto: picture alliance/dpa

Harian Perancis Dernières Nouvelles d'Alsace mengomentari pertikaian antara Italia dan Prancis terkait izin tinggal sementara yang dikeluarkan oleh pemerintah Italia bagi pengungsi Tunisia, sehingga para pengungsi bisa memasuki kawasan Schengen lainnya. Harian itu menulis:

„Akibat meributkan pengungsi Tunisia yang tiba di pulau Lampedusa, Italia, rasa solidaritas antara Perancis dan Italia semakin susut. Seharusnya kedua negara itu, karena sama-sama terletak di kawasan Laut Tengah, bersatu menghadapi masalah ini. Perancis dan Italia ketakutan dibanjiri 22.000 pengungsi yang hanya mengimpikan kehidupan yang lebih baik di Eropa. Tentu tidak ada pihak yang menginginkan, Eropa menjadi semacam saringan siapa yang boleh datang dan siapa tidak. Dan mengingat situasi yang ada, Eropa seharusnya kembali ke prinsipnya yang merupakan bagian dari budaya Eropa yaitu menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.

Berikut harian dari Belanda de Volkskrant yang terbit di Amsterdam juga menyoroti gelombang imigran Tunisia yang masuk ke Eropa. Harian itu menulis:

„Berdasarkan perjanjian Schengen, pengungsi Tunisia itu bebas melakukan perjalanan di Eropa selama visanya masih berlaku. Karena itu, sebelum memberikan visa Schengen, polisi pabean harus memeriksa terlebih dahulu apakah semua persyaratan untuk mendapatkan visa tersebut terpenuhi. Siapa yang tidak membawa uang cukup, tidak memiliki surat-surat lengkap atau terdaftar sebagai pelaku tindak pidana di dalam sistem Schengen, akan dikirim balik ke Italia. Bersama Belgia dan Luksemburg, Belanda mendesak agar Italia menyimpan semua data-data pribadi serta cap jempol pengungsi ke dalam bank data Eropa, Eurodac. Kalau tidak, terlampau banyak penduduk ilegal yang tidak diketahui identitas dan asal negaranya, berkeliaran di Eropa. Sehingga akan sulit mendeportasi mereka.“

Kemudian harian berhaluan kiri Spanyol yang terbit di Madrid El País menulis:

"Selamat tinggal Schengen. Perancis menolak imigran Arab masuk ke kawasannya. Dengan keputusan itu pemerintah Perancis melanggar perjanjian Schengen. Momen ini tidak merupakan yang terbaik dalam sejarah Uni Eropa. Hal ini nampak jelas dari reaksi tidak berdaya Uni Eropa menanggapi kerusuhan di dunia Arab. Inisiativ melakukan intervensi militer di Libya tidak datang dari UE, akan tetapi dari Perancis dan Inggris. Kalau kini Schengen pun tidak ada gunanya, mengapa UE masih eksis?"

Terakhir komentar harian Perancis lain La Nouvelle République du Centre Ouest. Harian itu menulis:

"Ancaman bagi Ketua Komisi UE Herman Van Rompuy, yang tidak begitu dikenal itu, adalah tidak ditegakkannya perjanjian Schengen. Masalahnya adalah Schengen itu sendiri. Perjanjian itu memberikan kebebasan berpindah tempat bagi setiap individu yang bergerak di zona Schengen. Tetapi, kini Perancis menuntut, untuk mendapatkan visa Schengen seseorang harus memiliki kartu identitas yang masih ada masa berlakunya. Bukan seperti yang dilakukan Italia, yang dengan mudahnya memberikan izin tinggal sementara untuk 20.000 pengungsi. Hanya agar negara itu bebas dari imigran-imigran yang tidak diundang. Dan mereka sesungguhnya tidak bermaksud untuk menetap di Italia. Di satu pihak dikatakan, jangan berhenti, jalan terus. Di pihak lain, kalian harus tinggal di mana kalian sekarang berada. Begitulah pembicaraan antara Italia dan Perancis yang tidak menyambung."

AN/HP/dpa/afpd