1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Dunia Kecam Pembantaian di Myanmar

29 Maret 2021

Dunia internasional mengecam aksi militer di Myanmar yang membunuh lebih dari 100 demonstran antikudeta dalam Sabtu berdarah, (27/03). Pelapor Khusus PBB untuk Myanmar mengatakan tentara melakukan "pembunuhan massal".

https://p.dw.com/p/3rK53
Demonstran antikudeta di Yangon, Myanmar, 28/3
Demonstran antikudeta di Yangon, Myanmar, 28/3Foto: Getty Images

"Tindakan ini (junta militer Myanmar) benar-benar memalukan dan berdasarkan laporan yang saya dapatkan, banyak sekali orang yang terbunuh sama sekali tidak perlu," kata Presiden AS, Joe Biden kepada wartawan. Ketika ditanya apakah AS akan menjatuhkan sanksi, Biden mengatakan "kami sedang menggodoknya sekarang."

Menteri pertahanan dari setidaknya 12 negara ikut mengutuk kekerasan di Myanmar, ketika aparat keamanan menewaskan sedikitnya 100 pengunjuk rasa antikudeta, dalam Sabtu (27/03) berdarah.

"Kami mengutuk penggunaan kekuatan mematikan terhadap orang-orang tak bersenjata oleh Angkatan Bersenjata Myanmar dan dinas keamanan terkait," bunyi pernyataan yang dikeluarkan AS, Inggris, Jerman, Italia, Denmark, Yunani, Belanda, Kanada, Australia, Selandia Baru, Korea Selatan, dan Jepang.

Para pemimpin militer tersebut meminta angkatan bersenjata Myanmar untuk menghentikan kekerasan dan bekerja untuk "memulihkan rasa hormat dan kredibilitas dengan rakyat Myanmar, yang telah hilang lewat tindakannya."Militer profesional mengikuti standar perilaku internasional dan bertanggung jawab untuk melindungi - bukan merugikan - orang-orang yang dilayaninya."

Bagaimana reaksi para pemimpin dunia lainnya?

Menteri Luar Negeri Jerman, Heiko Maas mengatakan dirinya "sangat terkejut" dengan apa yang terjadi sepanjang akhir pekan silam. 

"Tugas pasukan keamanan adalah untuk melindungi rakyat. Sebaliknya, militer membunuh pengunjuk rasa damai dan bahkan anak-anak. Pikiran dan simpati saya berada pada keluarga para korban,” tulisnya lewat Twitter.

Sementara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menulis, "tindakan kekerasan oleh militer tidak dapat diterima dan harus ada respon internasional yang tegas, terpadu dan tegas."

Di Amerika Serikat, Menteri Luar Negeri Antony Blinken menulis merasa "takut oleh pertumpahan darah yang dilakukan oleh pasukan keamanan Burma. Hal ini menunjukkan bahwa junta militer rela mengorbankan nyawa rakyat untuk melayani segelintir orang. ''

Senada dengan yang lainnya, delegasi Uni Eropa untuk Myanmar mengatakan insiden Sabtu lalu akan "selamanya terukir sebagai hari teror dan aib."

Utusan Khusus PBB : perlu koalisi ad hoc

Kepada DW , Utusan khusus PBB untuk Myanmar, Tom Andrews, mengatakan para pemimpin junta militer yang bertanggung jawab atas pembantaian di Sabtu kelabu itu harus menghadapi konsekuensi hukum. "Saya kira harus ada akuntabilitas, yang tidak perlu dipertanyakan lagi, harus ada mekanisme yudisial," katanya.

Andrews menyerukan pertemuan darurat Dewan Keamanan PBB untuk mengatasi situasi yang meningkat di jalan-jalan Myanmar, meskipun ada penentangan dari anggota tetap DK PBB, Rusia dan Cina, yang mendukung penguasa militer di negara itu. 

"Jika Anda berada di Dewan Keamanan, Anda memiliki kewajiban untuk mengambil tindakan dalam keadaan yang tepat ini," kata Andrews, dengan menambahkan bahwa jika badan dunia tetap menemui jalan buntu, sebuah "koalisi" ad hoc dapat dibentuk untuk memberlakukan embargo senjata pada junta militer.

Perayaan Hari Angkatan Bersenjata Myanmar yang berdarah

Militer Myanmar merayakan Hari Angkatan Bersenjata pada hari Sabtu (27/03) dengan parade, meskipun aksi protes terus berlangsung tanpa henti.

Perkiraan jumlah korban tewas dari peristiwa berdarah Sabtu lalu, sulit untuk diverifikasi secara independen. Penghitungan yang dilakukan oleh portal berita independen Myanmar Now melaporkan 114 orang tewas di 44 kota kecil dan kota besar, sementara penghitungan oleh The Irrawaddy menyebutkan jumlah korban tewas 59, di antaranya tiga anak berusia 7, 10 dan 13 tahun.

Pemimpin junta, Jendral Min Aung Hlaing, memimpin parade militer di Naypyidaw, di tengah pembantaian terhadap demonstran antikudeta, Sabtu, 27/3.
Pemimpin junta, Jendral Min Aung Hlaing, memimpin parade militer di Naypyidaw, di tengah pembantaian terhadap demonstran antikudeta, Sabtu, 27/3.Foto: Myawaddy TV/AFP

Total korban tewas sejak kudeta di Mynamar sekarang mencapai lebih dari 420 orang, demikian menurut kelompok pemantau lokal Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP). "Pasukan militer menembakkan senapan mesin ke daerah pemukiman, mengakibatkan banyak warga sipil, termasuk enam anak berusia antara sepuluh dan enam belas tahun, tewas," tandas AAPP.

"Fakta bahwa rezim militer secara tidak sah menargetkan anak-anak adalah tindakan yang sangat tidak manusiawi."

Serangan udara pertama dalam beberapa dekade

Pemberontak di negara bagian Karen di Myanmar timur mengatakan mereka menjadi sasaran serangan udara Sabtu malam, beberapa jam setelah kelompok etnis bersenjata itu merebut pangkalan militer. Aktivis mengatakan bahwa setidaknya tiga orang tewas, dalam serangan udara pertama dalam 20 tahun di negara bagian itu.

Serangan tersebut menargetkan Brigade Kelima Persatuan Nasional Karen (KNU), salah satu kelompok bersenjata terbesar di negara itu, yang mengatakan bahwa mereka mewakili etnis Karen.

Sementara itu, pengunjuk rasa kembali ke jalan pada hari Minggu kemarin. Demonstrasi diadakan di Yangon dan Mandalay, dua kota terbesar di negara itu, dan di daerah lainnya. "Gerakan melawan kudeta militer ini tidak akan berhenti," kata koresponden DW, Dave Grunebaum. "Mereka sangat marah pada penggerebekan malam hari dan cara militer dalam mencoba meneror penduduk sipil."

Dalam beberapa hari terakhir, junta menggambarkan para demonstran sebagai orang-orang yang melakukan kekerasan karena menggunakan bom molotov secara sporadis. Pada hari Sabtu, beberapa pengunjuk rasa di Yangon terlihat membawa busur dan anak panah. Militer mengatakan penggunaan kekuatan yang mereka lakukan dibenarkan untuk menghentikan apa yang disebutnya kerusuhan.

rzn/vlz (ap, rtr, dw, dpa)