1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Dunia Kutuk Rejim Khadafi

23 Februari 2011

Dunia mengutuk kekerasan yang dilakukan rejim Khadafi terhadap warga sipil di Libya. Presiden Obama ikut mengatakan, kekerasan itu tak bisa diterima.

https://p.dw.com/p/10OYd
Warga memprotes Muammar Khadafi dalam demosntrasi di Tobruk, Libya, Rabu (23/02).Foto: dapd

Sedikitnya 640 orang tewas di Libya dalam pemberontakan melawan rejim Muammar Khadafi, termasuk puluhan tentara yang ditembak mati karena menolak membantai pemrotes. Demikian disampaikan Federasi Internasional untuk Hak Asasi, IFHR, yang bermarkas di Paris.

Korban terbesar tercatat di Ibukota Tripoli, 275 orang, dan di Benghazi, 230 orang. Informasi diperoleh dari berbagai sumber, termasuk rumah sakit, militer dan pegiat hak asasi.

Korban di Benghazi termasuk 48 mayat prajurit yang terbakar di sebuah barak militer. Mereka dibunuh karena membelot, kata federasi, mengutip keterangan petugas kemanusiaan di lapangan.

Gerard Buffet, dokter perancis yang bertugas di Rumah Sakit di Benghazi, yang menerima banyak korban, menuturkan hari pertama ia menyaksikan 75 orang tewas, hari kedua 200, kemudian lebih dari 500 orang.

Mula-mula korban yang dibawa, menderita luka tembak di kaki dan perut, lalu bagian dada dan kepala. Kemudian korban dengan luka akibat ledakan mortir, dan bahkan rudal anti pesawat yang ditembakkan ke tengah-tengah kerumunan orang.

Pembunuhan terhadap ratusan warga sipil di Libya dalam tujuh hari terakhir memicu kecaman keras dari dunia internasional.

Presiden AS Barack Obama dalam pidatonya hari Rabu mengutuk kekerasan di Libya. Penderitaan, tumpahnya darah rakyat sipil, dan ancaman kekerasan Muammar Khadafi terhadap rakyatnya sendiri sangat keterlaluan dan tak bisa diterima. Obama baru memberikan pernyataan, setelah semua warga Amerika bisa dievakuasi dari Libya.

DK PBB mengeluarkan pernyataan yang dibacakan ketuanya saat ini, Duta Besar Brazil, Maria Luiza Ribiero Viotti.

"Semua anggota DK PBB mengungkapkan keprihatinan yang mendalam mengenai situasi di Libya. Kami mengecam terjadinya kekerasan dan digunakannya kekerasan terhadap rakyat sipil. Kami menyatakan penentangan keras atas penumpasan terhadap demonstrasi damai. Dewan juga menyampaikan dukacita mendalam terhadap tewasnya ratusan rakyat sipil“, kata Viotti.

Ia menggambarkan pernyataan itu sebagai pesan yang kuat. Tidak demikian halnya menurut Ibrahim Dabbashi, Wakil Dubes Libya untuk PBB yang membelot terhadap Khadafi.

"Pernyataan sikap DK PBB itu jelas tak cukup keras. Betapapun, ini merupakan pesan yang jelas bagi rezim Khadafi, untuk menghentikan pertumpahan darah rakyat sipil Libya“, kata Dabbashi.

Sikap lebih tegas ditunjukkan blok Eropa. Dalam pernyataan yang dikeluarkan Rabu (23/02), negara-negara anggota UE menyatakan siap menjatuhkan sanksi pada Libya, jika kekerasan berdarah terhadap para demonstran tidak dihentikan segera.

Uni Afrika, hari Rabu mengutuk penggunaan kekuatan yang tidak tidak layak terhadap warga sipil di Libya. Organisasi Konferensi Islam menyebut penggunaan kekerasan dan penganiayaan di Libya sebagai bencana kemanusiaan yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam. OKI, yang tengah diketuai Turki, menyerukan pada otoritas Libya untuk segera menghentikan kekerasan terhadap rakyatnya yang tak bersalah.

Pemerintah di seluruh dunia berjuang mengirim kapal, udara dan laut, untuk mengevakuasi warganya dari Libya. Kekuatiran akan keamanan warga asing memuncak setelah seorang pekerja asal Turki ditembak mati di sebuah gedung yang tengah dibangun, dekat ibukota Tripoli.

UE mendesak pemerintah Libya untuk menjamin keselamatan warga asing dan mempermudah proses keluarnya mereka dari negara itu.

Sementara itu, ribuan warga merayakan bebasnya kota Benghazi dari kekuasaan Muammar Khadafi, yang dilaporkan mengirim pesawat Rabu ini untuk membom kota di timur Libya itu. Awak pesawat yang membelot, memilih melompat keluar dengan parasut setelah lepas landas, dan pesawat pun jatuh di barat daya Benghazi. Tak ada korban dalam insiden tersebut.

Ibukota Tripoli, dan wilayah barat LIbya, masih berada di bawah kekuasaan Khadafi. Rakyat di sana mengatakan tidak berani keluar rumah, takut pada milisi pro-pemerintah, setelah Khadafi dalam pidatonya Selasa malam, mengancam para pemrotes dengan kekerasan.

Renata Permadi/afp,dpa,rtr.

Editor: Ging Ginanjar