1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Dunia Dilanda Anomali Cuaca

Grahame Lucas12 Januari 2016

Fenomena pemanasan global ditandai dengan anomali pola cuaca yang melanda Eropa dan bagian lain dunia, memicu kecemasan banyak orang. Apakah pemanasan global masih bisa direm? Blog Grahame Lucas.

https://p.dw.com/p/1Hbvu
Foto: picture alliance/Bildagentur-online

Natal tahun 2015, saya mudik ke Inggris. Yang mencengangkan saya adalah cuaca di luar sana. Hujan sudah tidak aneh lagi, mengingat pola cuaca Inggris yang dipengaruhi sistem samudra Atlantik. Tapi yang membuat saya heran adalah hangatnya suhu di saat Natal. Temperatur menunjukan 16 derajat Celsius di kawasan West Midlands dan bagian lain di Inggris.

Moderator ramalan cuaca di televisi menjelaskan, fenomena cuca ini dipicu aliran front udara hangat yang lembab dari kepulauan Azores yang menghembus ke timur laut. Jadi sebetulnya semua normal dan tidak ada masalah.

Lalu bagaimana dengan perubahan iklim? Jika kita masuk ke "pub" lokal, pengunjung juga tidak peduli fenomena cuaca. Yang penting, ini hari Natal. Jika perlu salju untuk pohon natal, gampang, bubuhkan saja dari kaleng aerosol.

Padahal di musim ini, seharusnya front cuaca normal adalah kebalikannya. Arus datang dari barat daya menuju timur laut, dengan membawa temperatur kutub sedingin es. Apakah ini pertanda dampak perubahan iklim sudah datang?

Weihnachten in den USA: 21 Grad in New York
New York di hari Natal suhu mencapai 21 derajat Celsius.Foto: picture alliance/AP Photo/K. Willens

Professor Myles Allen dari Oxford University mengamini perkiraan ini. Cuaca normal di Eropa, dimana Natal penuh salju, mungkin sudah menjadi fenomena masalalu. Musim dingin di Eropa Barat dan Inggris di masa depan akan lebih hangat. Contohnya, Inggris pada bulan Desember tahun 2015 mencatat curah hujan tertinggi dalam sejarah meteorologi sejak 1910. Ini memicu banjir besar di utara Inggris.

Suhu rata-rata juga naik lebih dari 4 derajat Celsius. Professor Allen menegaskan; "Kita tidak bisa mengalahkan perubahan cuaca, dengan berlari seperti atlet, mengejar target yang terlalu kecil. Ini pertanda bahwa sesuatu telah berubah." Banjir melanda dimana-mana dan kekeringan juga menerpa separuh dunia terutama di Asia dan Afrika. Kebakaran hutan meruyak mulai dari Indonesia, Australia hingga ke Amerika Utara. Apakah kita bisa menuduh El Nino sebagai pemicu semuanya? Mustahil.

Lucas Grahame Kommentarbild App
Grahame Lucas

Namun yang paling mencemaskan adalah ketidak pedulian global. Beberapa pekan silam, dalam KTT Iklim di Paris disepakati pemotongan emisi CO2 untuk mencegah pemanasan global. Ini berita bagusnya. Taüi berita buruknya, 190 negara yang hadir tidak diikat kewajiban untuk menerapkan target yang digariskan. Juga naasnya, menurut para pakar kenamaan, dalam masa ini kemungkinan pemanasan global sudah mencapai titik kritis, dimana lajunya tidak bisa dihentikan lagi.

Juga masih banyak orang yang tidak percaya, bahwa perubahan iklim sudah terjadi, walaupun pertandanya makin jelas dan para ilmuwa sudah mewanti-wanti. Sekarang buktinya sudah jelas bahwa perubahan iklim sudah melanda, seperti yang dikatakan mantan wakil presiden AS, Al Gore, adalah kenyataan yang tidak menyenangkan. Dan waktu bagi kita untuk mengatasinya sudah lama lewat.