1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Ekonomi

Penanganan COVID-19 Lebih Penting dari Proyeksi Bank Dunia

5 Juni 2020

Ekonom Fadhil Hasan menilai implementasi perlindungan sosial lebih penting dari pembahasan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan reopening ekonomi bertahap akan ciptakan keseimbangan antara ekonomi dengan penanganan pandemi.

https://p.dw.com/p/3dIme
Symbolbild -USA- Wirtschaft - Anstieg Dow Jones
Foto: Getty Images/AFP/B. Smith

Bank Dunia memproyeksikan ekonomi di Indonesia akan mengalami penyusutan 3,5 persen, seandainya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang diberlakukan karena pandemi Covid-19 berlangsung selama empat bulan.

Ekonom Senior Bank Dunia untuk Indonesia Ralph Van Doorn mengatakan dalam skenario dasarnya, ekonomi negara diperkirakan akan tumbuh nol persen dibandingkan dengan 5,02 persen tahun lalu.

"Ini (skenario baseline) juga memperhitungkan perlambatan ekonomi global yang parah dan penurunan harga komoditas yang sangat besar, yang semuanya akan berdampak pada perekonomian Indonesia," kata Van Doorn.

Terkait skenario itu, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Fadhil Hasan menyatakan, proyeksi ekonomi Bank Dunia bisa selalu berubah, namun tetap dapat dijadikan acuan bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan.

Jakarta Fadhil Hasan Porträt
Fadhil Hasan, ekonom senior INDEFFoto: privat

‘‘Proyeksi dan perkiraan-perkiraan itu selalu bersifat dinamis, bisa berubah, namun jika mau dijadikan acuan atau sebagai bahan untuk kemudian menjadi pertimbangan mengambil atau memformulasikan kebijakan dan rencana program mitigasi, tidak apa-apa,‘‘ jelas Fadhil Hasan dalam wawancara eksklusif melalui telepon kepada DW. 

Sementara Van Doorn menyebut pertumbuhan diperkirakan akan menjadi nol persen pada tahun 2020 karena pengaruh COVID-19 dengan asumsi adanya penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) selama dua bulan. Namun, Fadhil menilai proyeksi tersebut karena Bank Dunia melihat penanganan pandemi di Indonesia masih berisiko.

‘'Terkait proyeksi Bank Dunia, pemerintah sendiri sudah memperkirakan pertumbuhan ekonomi tetap tumbuh setidaknya 2,3 persen di akhir 2020. Jika situasi memburuk pun, diprediksi pertumbuhan melambat hingga minus 0,4 persen. Itu juga tergantung bagaimana pemerintah menanggulangi pandemi COVID-19,'' papar Fadhil.

Perlindungan sosial lebih penting dari pertumbuhan ekonomi

Menurut Fadhil, pembahasan mengenai pertumbuhan ekonomi sementara harus dikesampingkan, karena yang terpenting saat ini adalah bagaimana pemerintah menjalankan program untuk perlindungan sosial secara efektif dan tepat sasaran. 

Hingga saat ini pemerintah telah meluncurkan paket stimulus pemulihan ekonomi senilai US $ 44,3 miliar untuk memperkuat program jaring pengamannya, serta memberikan suntikan uang tunai kepada badan usaha milik negara, dan mensubsidi bunga pinjaman untuk usaha mikro dan kecil dan menengah.

Jika dibandingkan negara lain, stimulus ekonomi pemerintah Indonesia memang masih lebih kecil, namun hal ini terjadi karena kapasitas fiskal yang dimiliki negara terbatas. Pengamat lembaga kajian ekonomi itu pun memprediksi jika stimulus yang diberikan jumlahnya lebih besar maka dikhawatirkan akan mengganggu keberlanjutan fiskal beberapa tahun yang akan datang. 

‘'Kalau misal dilihat dari stimulus yang dianggarkan pemerintah itu cukup ga cukup, tapi itulah batas kemampuan fiskal kita. Terpenting saat ini adalah bagaimana fiskal yang sudah dianggarkan ini berjalan efektif terutama kaitannya dengan perlindungan sosial,'' terangnya.

Reopening ekonomi bertahap

Ekonomi Indonesia tumbuh 2,97 persen pada kuartal pertama tahun ini, menjadi yang terlemah sejak 2001, sementara konsumsi rumah tangga hanya meningkat 2,84 persen tahun-ke-tahun (YOY) dari 5,01 persen selama periode yang sama tahun lalu. 

Keputusan pemerintah untuk membuka kembali ekonomi ditujukan untuk mencegah kebangkrutan besar-besaran dan mempercepat proses pemulihan ekonomi setelah ancaman mereda.

Fadhil mengungkapkan salah satu cara mencari keseimbangan antara ekonomi dengan penanganan pandemi adalah dengan menerapkan kebijakan reopening ekonomi secara bertahap.

‘'Jangan sampai reopening ekonomi atau upaya penyelamatan GDP misalnya itu pada gilirannya akan membunuh ekonomi sementara COVID-19 belum tertangani dengan baik, nantinya kita akan kembali lagi pada kebijakan PSBB yang artinya ekonomi juga akan berhenti lagi. Semua harus jelas dan bertahap, reopening ekonomi dibarengi dengan penerapan protokol kesehatan,'' tegasnya. 

(ha/as)