1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Erdogan dan Gül – Dua Jalan Kekuasaan

Simsek, Ayhan/ Höppner, Stephanie9 Juli 2013

Unjuk rasa Turki tak hanya menunjukkan perbedaan dalam masyarakat, tapi juga perbedaan sikap dua tokoh utama dalam politik (foto: kiri Abd. Gül, kanan PM Erdogan)

https://p.dw.com/p/193nU
Foto: MIRA/AFP/Getty Images

Dua orang paling berpengaruh di kancah politik Turki, Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Abdullah Gül, berusaha mengatasi rangkaian protes massal  dengan dua cara berbeda.

Popularitas Perdana Menteri Erdogan menciut di Turki, sementara itu dukungan menguat bagi suara moderat dan konstruktif jaringan politik Gül. Persepsi ini ditunjang sebuah jajak pendapat yang diluncurkan lembaga MetroPOLL.

Hasil polling menunjukkan bahwa dukungan bagi Erdogan menurun 7% dan kini berkisar pada 53,5 persen. Sedangkan, lebih dua pertiga responden mengaku paling menghargai Presiden Gül, di antara para politisi Turki lainnya.

"Dari dulu di Turki, Presiden selalu lebih populer daripada Perdana Menteri ", ungkap Ozer Sencer, Direktur MetroPOLL kepada Deutsche Welle. Menurut dia alasannya karena tugas Presiden lebih seremonial, sehingga keputusan-keputusannya tidak berdampak langsung pada kehidupan rakyat. Namun Sencer juga menyebut aspek lain. Erdogan sering menggunakan kata-kata keras, sementara retorika Gül biasanya moderat dan inipun mempengaruhi pandangan rakyat.

Kotak Pemilihan versus Unjuk Rasa

  Jurnalis Sedat Bozkurt, kerap memfokus perkembangan Islam-politis dan partai AKP yang memerintah. Ia menilai perbedaan antara kedua tokoh itu semakin mencolok setelah rangkaian unjuk rasa di Taman Gezi. "Terkait aksi protes itu, kami melihat bahwa Gül mengartikan demokrasi sebagai sebuah proses yang demokratis, sedangkan Erdogan membatasinya pada hasil pemilihan umum."

Erneute Proteste in der Türkei 06.07.2013
Foto: Bulent Kilic/AFP/Getty Images

Selama rangkaian demo anti pemerintah bulan lalu, Perdana Menteri Erdogan mengritik keras demonstran dan menekankan legitimasi pemilihan umum. Sementara Presiden Gül mengangkat pentingnya proses demokrasi yang tidak tertaut semata pada pemilihan umum.

Dua sikap berbeda ini juga menyulut spekulasi. Para analis menduga kedua tokoh itu mulai melandasi kampanye masing-masing menuju pemilihan Presiden pada Agustus 2014.

Dibalik Pintu-pintu Tertutup

Laporan media mengenai persaingan yang tumbuh antara Erdogan dan Gül, hingga kini ditepis oleh pendukung Erdogan, yang menyebutnya “komplot”. Meski begitu banyak indikasi mengarah ke sana.

Tahun lalu, lingkaran terdekat Erdogan berusaha mengubah Konstitusi guna menutup peluang Gül menjabat Presiden untuk kedua kalinya. Upaya itu gagal, sekalipun belum jelas apakah Gül ingin mencalonkan diri kembali.

Di pihak lain, kampanye media Gül terakhir menunjukkan bahwa usai 2014, ia tetap ingin aktif di kancah politik.

Bozkurt menduga, Erdogan ingin mengubah sistim politik Turki menjadi presidial, kemudian menjadi Presiden Terpilih Turki yang pertama. Namun jelas Sedat Bozkurt, “Protes di Taman Gezi menunjukkan pada Erdogan bahwa ia harus menangguhkan rencananya untuk sementara, karena dukungan tidak ada untuk mengubah konstitusi“.

Erneute Proteste in der Türkei 06.07.2013
Foto: Reuters

Erdogan memang akan mencalonkan diri dalam pemilihan Presiden tahun depan. Bisa jadi ini satu-satunya peluang baginya untuk tetap bercokol dalam lingkar kekuasaan. Konstitusi Turki saat ini melarang lebih dari tiga kali menjabat Perdana Menteri.

“Tipis kemungkinan untuk persaingan terbuka apalagi konfrontasi antara Gül dan Erdogan“, ungkap Bozkurt. „Skenario yang paling mungkin adalah Erdogan mencalonkan diri dalam Pemilu Presiden 2014, sementara Gül maju sebagai calon PM dan pemimpin AKP di tahun berikutnya.“ Konstelasi seperti inipun akan menimbulkan ketegangan tersendiri.