1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Ex Presiden Mesir Mubarak Mulai Diadili

3 Agustus 2011

Mantan Presiden Mesir Hosni Mubarak, Rabu (03/08), mulai dihadapkan ke pengadilan di Kairo. Ia didakwa melakukan penyalahgunaan kekuasaan, korupsi dan pembunuhan. Jika terbukti bersalah, ia diancam hukuman mati.

https://p.dw.com/p/129z7
Pendukung Mubarak juga menggelar aksi protes menentang pengadilan mantan presiden Mesir tsb.Foto: dapd

Hosni Mubarak yang berkuasa selama 30 tahun di Mesir dan kini dijuluki Firaun yang digulingkan, mulai Rabu (03/08) menjalani proses pengadilan di aula Akademi Polisi yang diubah fungsinya menjadi ruang pengadilan. Sebuah ironi, karena hingga tahun 2010 lalu, pusat pelatihan aparat keamanan Mesir itu masih bernama Akademi Polisi Hosni Mubarak. Ruang pengadilan terbuka itu dapat menampung sekitar 600 pengamat proses.

Hakim Ketua Ahmad Rifaat mengumumkan siapa saja yang dapat hadir di ruang pengadilan tersebut, “Keluarga terdakwa, keluarga para korban serta pers. Namun hanya perwakilan media asing dan media Mesir yang sudah diakreditasi yang diizinkan hadir.“

Pengadilan transparan

Hakim Ketua Rifaat juga berjanji akan menggelar prosesnya secara non-stop. Setiap hari akan digelar sidang pengadilan, hingga jatuhnya vonis. Televisi pemerintah juga akan menayangkan prosesnya secara live, sebagai pertanda bahwa prosesnya digelar secara transparan.

Akan tetapi dipertanyakan, apakah mantan presiden Mesir yang berusia 83 tahun dan kondisi kesehatannya dilaporkan amat labil, akan dapat terus hadir selama proses digelar? Kenyataannya, kelihatan Mubarak dapat mengikuti proses pengadilan. Rabu pagi, mantan presiden Mesir itu sudah diterbangkan dari kawasan wisata Sharm el Sheikh ke ibukota Kairo.

Tokoh kunci stabilitas Timur Tengah

Ägypten Hosni Mubarak Prozessbeginn ARCHIV
Hosni Mubarak sebagai tokoh kunci politik yang diandalkan barat di Timur Tengah.Foto: dapd

Bagaimanapun kondisinya, yang jelas Hosni Mubarak adalah tokoh yang kalah dan terpukul. Mantan pilot angkatan udara itu menapaki karir politik yang meroket. Pada saat perang Yom-Kippur melawan Israel tahun 1973, Mubarak ketika itu memangku jabatan sebagai menteri pertahanan, dan dielu-elukan sebagai pahlawan. Tahun 1981, setelah tewasnya Presiden Anwar al Saddat dalam sebuah serangan pembunuhan oleh kelompok ekstrimis militan, Hosni Mubarak yang saat itu menjadi wakil presiden, langsung mengambil alih kekuasaan. Sejak saat itu, ia memerintah secara otoriter dengan tangan besi.

Mubarak mencatat sukses besar dalam bidang politik luar negeri. Mayoritas negara Barat memandangnya sebagai faktor stabilitas di kawasan Timur Tengah. Dan juga sebagai mitra yang dapat diandalkan dalam memerangi ekstrimisme. Dalam proses perdamaian Timur Tengah, Hosni Mubarak bertindak sebagai juru penengah terpenting. Misalnya dalam perundingan yang menghasilkan kesepakatan Oslo tahun 1981. Kunci untuk perdamaian adalah dialog, kata Mubarak.

”Kita harus melakukan segalanya, untuk mempertemukan kedua pihak. Mereka harus duduk bersama, tidak peduli mereka mau atau tidak. Kita harus menemukan sebuah solusi. Kita harus putuskan lingkaran setan dan mengubah prasangka dengan bantuan Mesir serta negara lain. Di sini tidak ada jalan keluar lainnya,“ tutur Mubarak di Oslo ketika itu.

Sebaliknya, di bidang politik dalam negeri, Mubarak menghadapi masalah berat. Sejak tahun 1981 ia memerintah dengan ditunjang bantuan undang-undang darurat perang. Resminya disebutkan, dengan itu aksi kelompok fundamentalis dapat dilawan. Namun dalam kenyataannya, Mubarak menyalahgunakan undang-undang darurat untuk menekan kelompok oposisi.

Kini, banyak warga Mesir menanggapi dimulainya proses pengadilan dengan skeptis. Para demonstran yang kembali berkumpul di lapangan Tahrir menduga, proses akan ditunda-tunda, hingga Mubarak meninggal secara alamiah.

Agus Setiawan/rtr/dpa/afp/DW

Editor: Anggatira Gollmer