1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Film Bajakan Mengubah Korea Utara

Neil King dan Samantha Early24 Mei 2014

Paul French, penulis 'North Korea: State of Paranoia,' mengatakan Korea Utara mulai membuka diri terhadap pengaruh asing melalui film bajakan dan barang selundupan lainnya, dan ini berpotensi revolusi.

https://p.dw.com/p/1C5Cp
Foto: picture-alliance/dpa

DW: Dalam buku Anda menjelaskan kehidupan di Pyongyang dengan sangat mendetail. Bagaimana bisa begitu detail?

Paul French: Itu kombinasi antara mencoba untuk sebisa mungkin menulis lepas dan eksplorasi sendiri, berbicara dengan pembelot di Cina dan Korea Selatan serta pengungsi yang telah hengkang dari Korea Utara, dan berusaha untuk mencari tahu mana yang benar dari bergunung-gunung rumor dan cerita yang dilebih-lebihkan mengenai kehidupan di Korea Utara.

French pertama kali mengunjungi Korea Utara tahun 2002
French pertama kali mengunjungi Korea Utara tahun 2002Foto: Lucy Cavender

Ketika Anda sibuk eksplorasi, aspek kehidupan sehari-hari apa yang paling mencengangkan?

Yang tidak mungkin terlewatkan adalah level politisasi masyarakat: mulai dari bangun pada pagi hari, dengan radio yang mereka dengarkan dan satu jenis surat kabar yang dapat mereka baca; hingga mereka pergi kerja, di mana rapat biasanya digelar pagi hari untuk membahas tujuan dan kebijakan Kim Jong Un; sampai hari berakhir, yang kebanyakan hiburan dan tayangan televisinya juga politis. Ini juga berlaku bagi anak-anak sekolah, mahasiswa dan di antara komunitas warga lanjut usia. Politik dijejali 24 jam sehari 7 hari seminggu, dan menurut saya ini luar biasa.

Anda banyak menulis mengenai peran perempuan dalam masyarakat Korea Utara. Apa yang paling mencolok?

Hidup di Korea Utara sulit bagi seluruh warga, tapi lebih berat lagi bagi kaum perempuan. Filosofi yang berlaku di Korea Utara disebut teori Juche. Anak-anak berada di bawah orangtua, perempuan biasanya subordinat lelaki, dan tentunya semua orang harus tunduk di bawah siapapun yang memimpin negeri saat itu. Ini artinya tidak hanya perempuan diminta untuk bekerja keras di luar rumah, tapi mereka juga memikirkan makanan di atas meja, pakaian seluruh keluarga dan bersih-bersih. Terutama kalau berbicara mengenai makanan, ini berarti menghabiskan banyak waktu mengantre, mencari makanan atau berusaha menghemat makanan. Ini benar-benar menyita waktu dan energi. Beban terbesar jatuh pada perempuan di Korea Utara.

Kim Jong-un terus menghambur-hamburkan dana untuk militer, yang notabene membebani warga
Kim Jong-un terus menghambur-hamburkan dana untuk militer, yang notabene membebani wargaFoto: Reuters

Apa Anda diterima di rumah-rumah warga? Apa Anda diperlakukan bagai alien?

Berubah seiring waktu. Pertama kali saya datang, memang ada sedikit perasaan teralienisasi. Namun perlahan berubah. Sekarang ada banyak informasi selundupan dan bajakan, terutama dari Korea Selatan dan juga Cina: opera sabun, film-film dalam bentuk DVD. Saya juga banyak melihat stik USB diselundupkan masuk yang memuat seluruh edisi serial televisi, majalah dan buku yang diunduh kedalamnya. Jadi dibandingkan dengan sedekade lalu, lebih banyak warga Korea Utara yang mengetahui seperti apa kehidupan di Korea Selatan dan juga Cina. Tentu ini juga punya implikasi politik, karena sekarang mereka lebih mengerti bahwa faktanya segala hal mungkin tidak sebaik yang selama ini digembar-gemborkan para pemimpin.

Apa ini menandai awal dari berakhirnya sistem yang berlaku, apabila warga mempunyai gambaran mengenai kehidupan di luar Korea Utara?

Ini jelas menjadi kekhawatiran banyak orang. Sebuah dokumen belum lama ini bocor yang menunjukkan bahwa warga Cina dan Korea Selatan tengah bersiap-siap untuk menghadapi apa yang mereka anggap sebagai perubahan sangat mendadak, yang dibayangkan sebagai sebuah kudeta politik disusul dengan keruntuhan ekonomi untuk sekian lama, yang akan menyebabkan bermacam masalah.

Belanja makanan di Korea Utara bisa diartikan sebagai mengantre untuk makanan selama berjam-jam
Belanja makanan di Korea Utara bisa diartikan sebagai mengantre untuk makanan selama berjam-jamFoto: Ed Jones/AFP/Getty Images

Kim Jong Un, yang masih tergolong muda dan tidak berpengalaman, mengambil alih takhta dari ayahnya, Kim Jong Il. Meski ia berusaha membersihkan bawahannya, termasuk sang paman, dan mencoba untuk memberi stempel otoritas atas pemerintahan seperti yang dilakukan ayah dan kakeknya - pemimpin pertama Korea Utara, Kim Il Sung - tapi hingga kini kurang berhasil. Ia belum dapat mengkonsolidasi kekuatan. Selalu ada ketegangan antara keluarga Kim dan militer, dan tampaknya baik Beijing maupun Seoul, yang paling paham mengenai Korea Utara, khawatir akan ada semacam insiden penuh malapetaka, sebuah kudeta atau sejenisnya, yang akan menjerumuskan Korea Utara ke dalam kekacauan.

Paul French adalah seorang penulis Inggris yang menulis mengenai Cina dan Korea Utara. Buku terbarunya, 'North Korea: State of Paranoia,' dirilis Mei 2014 oleh Zed Books.