1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Gaddafi: Saya Tidak akan Mundur!

22 Februari 2011

Walaupun semakin kehilangan kekuasaan, Muammar Gaddafi bertekad tak akan mundur. Dalam pidato lebih dari satu jam di televisi pemerintah, ia mengatakan para penentangnya layak mati.

https://p.dw.com/p/10M7C
Muammar Khadafi dalam pidato yang disiarkan televisi pemerintah Libya, Selasa (22/02).Foto: dapd

Meski dunia mengutuk keras, perlawanan rakyat berkobar dan ia kehilangan kekuasaan di berbagai wilayah Libya, Muammar Gaddafi tak melihat alasan untuk mundur.

Saya tak akan meninggalkan negara ini, saya akan mati di sini sebagai martir, kata Gaddafi dalam pidato di televisi pemerintah. Dengan berang ia menyebut para pemrotes sebagai 'tikus got dan serdadu bayaran' yang ingin menghancurkan Libya.

Ia mengatakan, "Muammar Gaddafi tidak memiliki jabatan resmi yang kemudian bisa mundur seperti presiden negara lain. Gaddafii bukan presiden. Dia adalah pemimpin revolusi."

Gaddafi meracau dalam pidato lebih dari satu jam, bahwa menurut hukum Libya, para pemrotes layak dihukum mati. Diktator yang hampir 42 tahun berkuasa itu menyerukan kepada rakyat pendukungnya untuk turun ke jalan Rabu ini (23/02) dan menangkapi para pemrotes.

Kejar mereka, tangkap, serahkan pada pihak keamanan. Kalian jutaan sementara mereka cuma 100, kata Gaddafi dalam pidatonya, Selasa (22/02).

Pidato yang sangat, sangat, mengerikan, kata Kanselir Jerman Angela Merkel. Gaddafi menyatakan perang terhadap rakyatnya sendiri, tambah Merkel yang mengancam menjatuhkan sanksi.

Menlu Jerman Guido Westerwelle menandaskan, "Kami menuntut pada pemerintah Libya untuk segera menghentikan kekerasan terhadap rakyatnya sendiri. Jika Lybia terus melakukannya, pemberian sanksi tidak bisa dihindarkan lagi. Penguasa yang mengancam rakyatnya dengan perang saudara, sudah tamat riwayatnya.“

Saksi mata melaporkan, Gaddafi menggunakan tank, helikopter dan pesawat tempur untuk menghadapi perlawanan di Libya, yang makin marak, sejak meletus pekan lalu.

Di Benghazi, pemrotes dibakar hidup-hidup. Menurut saksi mata, ketika militer menolak menembak warga sipil, tentara bayaran menyemprotkan api kepada pemrotes.

Organisasi hak asasi Human Rights Watch mengatakan, sedikitnya 233 orang tewas dalam lima hari aksi kekerasan di Libya, sementara kelompok oposisi memperkirakan angka korban jauh lebih tinggi.

DK PBB melakukan pertemuan tertutup, hari Selasa (22/02), untuk membahas situasi di Libya. Dewan bertemu atas permintaan wakil Duta Besar Libya untuk PBB Ibrahim Dabbashi, yang bersama staf Libya lain di PBB menyatakan tidak lagi bekerja untuk Muammar Khadafi, dan merepresentasikan rakyat Libya.

Cuma soal waktu saja kapan Khadafi tersingkir, kata Dabbashi.

"Dia harus enyah. Hanya ada dua kemungkinan, dia pergi atau rakyat yang mengusirnya pergi. Saya pikir dia tahu itu. Dia hanya berusaha menunda nasibnya. Rejim sudah goyah, saya yakin, segera kita akan menyaksikan kejatuhan rejim ini", tegas Dabbashi.

Diplomat Libya di sejumlah negara juga menarik dukungan terhadap Muammar Gaddafi. Ali al-Essawi, Dubes untuk India menyerukan pada Dewan Keamanan PBB untuk melindungi rakyat Libya. Ali Aujali, Dubes untuk Amerika Serikat menyatakan, ia tidak lagi mewakili pemerintah Libya dan menyerukan Gaddafi untuk mundur agar tidak lebih banyak darah yang tumpah.

Di Mesir, staf konsulat Libya menurunkan bendera setengah tiang dan bergabung dengan pemrotes di dekat konsulat yang menyerukan agar para diplomat mundur. Kecaman terhadap rejim Gaddafi juga dilontarkan kedutaan besar Libya di Malaysia, Australia, Bangladesh dan Perancis.

Organisasi Konferensi Islam, Selasa (22/02) menyerukan agar pemimpin Libya memulai dialog damai dan menghindari kekerasan. AS menyerukan agar dunia menyatukan sikap dalam menyikapi kebrutalan rejim Libya terhadap pemrotes pro-demokrasi.

Renata Permadi/afp/dpa/rtr

Editor: Ging Ginanjar