1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Gairah dalam Penjelasan Ilmiah: Mengapa Kita Berciuman?

Fred Schwaller
19 Mei 2023

Manusia bertukar jutaan bakteri penyebar penyakit saat berciuman? Para ilmuwan percaya bahwa berciuman menguji kecocokan pasangan - bahwa semuanya bermuara pada pertukaran ludah. Tapi dari mana perilaku itu berasal?

https://p.dw.com/p/4RZe0
Gambar simbol cium
Gambar ilustrasi ciumFoto: Creasource/picture-alliance

Ciuman, menurut para pendongeng, bersifat transformatif. Ciuman di bibir dapat mengubah katak menjadi pangeran atau membangunkan Putri Tidur dari koma akibat mantra, di dalam kisah "Sleepng Beauty”. Secara simbolis, ciuman adalah titik penting dalam alur karakter ― saat mereka berkembang dari seorang anak menjadi dewasa, siap untuk beromansa dan bereproduksi.

Dalam hubungan, berciuman menciptakan keintiman fisik yang mungkin lebih memengaruhi kita daripada kata-kata cinta. Ciuman juga sakral bagi banyak orang. Di film-film seolah-olah pemirsa "diajari" agar jangan berciuman di bibir untuk menjaga tingkat keintiman itu untuk kekasih sejati.

Tapi berciuman juga tidak melulu berkaitan dengan hal romantis. Ciuman lembut di dahi seorang itu tanda penuh perhatian, sedangkan ciuman di pipi bisa menjadi hanya sebagai salam. Mencium kaki seseorang atau tanah di depan mereka adalah simbol menghormati atau bisa juga menunjukkan sikap tunduk atau kekaguman.

Masalahnya adalah ketika ciuman 10 detik menukar sekitar 80 juta bakteri mulut di antara dua mulut. Aduh! Terlebih lagi, beberapa jenis penyakit bisa tertular lewat ciuman. Tapi mengapa kita melakukannya?

Ciuman pertama umat manusia

"Bukti pertama yang kita miliki tentang ciuman bibir berasal dari sekitar 2.500 sebelum masehi (SM)," kata Troel Arboll, seorang asiriologi di Universitas Kopenhagen, Denmark.

"Ini terjadi dalam teks mitologis dari Mesopotamia, Irak kuno. Teks tersebut menggambarkan dua dewa bersanggama dan berciuman. Ini pengalaman seksual," kata Arboll kepada DW.

Arboll dan rekan penulis Sophie Rasmussen telah menulis perspektif baru tentang sejarah ciuman kuno, yang diterbitkan di laman Science pada hari Kamis (17/05). Mereka memiliki teori baru bahwa ciuman romantis berkembang di berbagai budayakuno selama beberapa milenium. Selain di Mesopotamia, teks itu juga menggambarkan ciuman romansa di India dan Mesir setidaknya sejak 1.500 SM dan seterusnya.

Arboll berpendapat bahwa seks dan ciuman mulai lebih sering ditampilkan saat tulisan berkembang dari sekadar alat administratif menjadi cara bercerita. Berciuman, misalnya, ditampilkan secara dramatis dalam Epic of Gilgamesh, salah satu kisah tertulis tertua yang berasal dari sekitar 2.000 SM. Seperti dalam interpretasi modern, keintiman bersifat transformatif ― Hubungan seksual Enkidu dengan Shamhat mengubahnya dari hewan menjadi manusia.

Sementara dalam semacam literatur erotis, Arboll juga menemukannya dalam dokumentasi sehari-hari kehidupan Mesopotamia kuno. "Misalnya, laki-laki atau perempuan yang belum menikah seharusnya tidak berciuman. Masyarakat berusaha membuat aturan soal ciuman romantis. Fakta bahwa ciuman diatur jelas berarti itu adalah praktik umum [dalam kehidupan sehari-hari], "ucapnya.

Apakah berciuman itu sifat bawaan?

Arboll mengemukakan bahwa ciuman romantis mungkin bukan perilaku bawaan manusia, melainkan berkembang dalam masyarakat yang kompleks sebagai perilaku kawin yang dipelajari.

"Berciuman tampaknya tidak universal di semua budaya. Itu sejalan dengan meningkatnya kompleksitas interaksi sosial," katanya, mengacu pada teks sejarah dan data terbaru bahwa 46% budaya manusia tidak berciuman dalam pengertian romantisme.

Tetapi beberapa antropolog berpandangan bahwa berciuman adalah sifat bawaan, setidaknya jenis nonromantis. Perilaku berciuman seperti menjilat dan mengendus umum terjadi pada mamalia seperti kucing, anjing, gajah, dan kera. Bonobo khususnya mencium seperti yang dilakukan manusia, yakni di bibir yang mungkin dirasa nyaman, atau bersosialisasi, dan bahkan setelah berkelahi untuk berciuman dan berbaikan.

Para ahli percaya bahwa ciuman romantis mungkin telah berevolusi dari ciuman tipe nuzzling yang lebih mirip mamalia ini. Itu juga sama selama pengembangan kita. Kita pertama kali mengalami cinta dari orang tua melalui ciuman dan pelukan sebelum akhirnya kita mengarahkan perilaku ke kekasih saat dewasa.

Penyakit ciuman

Bukti baru menunjukkan bahwa berciuman mungkin memainkan peran yang tidak disengaja dalam memfasilitasi penularan penyakit sepanjang sejarah manusia.

Patogen seperti virus herpes simpleks 1 (HSV-1) dan virus Epstein-Barr (juga dikenal sebagai penyakit ciuman, atau demam kelenjar), yang menular melalui air liur, telah ditemukan pada sisa-sisa jasad manusia.

Arboll menunjukkan bukti bahwa garis keturunan HSV-1 bergeser pada Zaman Perunggu, mungkin karena ciuman romantis yang semakin umum. Baru-baru ini juga, ciuman berperan dalam penularan COVID-19, yang mendorong Cina untuk melarang ciuman dan Prancis untuk menghindari sapaan dengan cium.

Bagi Thuy Do, ahli mikrobiologi kesehatan mulut di Universitas Leeds, Inggris, mengatakan bahwa tidak mengherankan jika berciuman adalah aktivitas yang bisa menimbulkan penyakit.

"Kita semua memiliki 800-900 jenis mikroba berbeda yang hidup di mulut kita," kata Do kepada DW. "Saat kita berciuman, kita bertukar banyak air liur dan semua jenis mikroba. Ada bahaya penularan penyakit jika virus seperti hepatitis dan HSV-1 tertukar."

Kesenangan dan seks

Namun, sebenarnya tidak terlalu menjijikkan. Do menjelaskan bahwa mulut yang sehat membutuhkan lingkungan mikroba yang seimbang, dan berciuman sebenarnya bisa menjadi cara penting untuk menjaga keragaman mikroba yang sehat di mulut dengan bertukar mikroba dengan pasangan kita.

"Beberapa spesies bakteri seperti streptococcus salivarius dapat membantu menurunkan peradangan," kata Do. "Mulut adalah pintu gerbang ke seluruh tubuh - itu terhubung ke mikrobioma usus dan kulit kita. Jadi ketika Anda berciuman, itu mungkin berdampak positif pada mikrobioma di seluruh tubuh Anda, bahkan memengaruhi otak dan suasana hati kita," kata Do.

Para ilmuwan percaya bahwa berciuman adalah cara untuk menguji calon pasangan. Berciuman memungkinkan kita untuk menilai perhitungan genetik pasangan atau kesehatan umum dengan mengambil isyarat biologis dari air liur.

Dan jika dirasa dari pertukaran air liur pada orang dewasa ini ada 'kecocokan‘, kemungkinan aktivitasnya akan mengarah ke hubungan sekual. Masuknya taktil dari lidah dan bibir memicu respons seluruh tubuh terhadap prospek seksual pada banyak orang. Pusat rasa kesenangan dan penghargaan di otak ikut terlibat, diikuti dengan pelepasan hormon seperti oksitosin, dopamin, dan serotonin. Kulit bisa  memerah, detak jantung bisa meningkat dan pupil mata bisa membesar dengan mata berkaca-kaca. Ah, sekarang saatnya menutup pintu kamar tidur! (ap/yf)