1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Diskriminasi Agama Minoritas di Indonesia

Hendra Pasuhuk7 November 2014

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan, pemerintah akan melindungi hak warga menganut keyakinannya. Mendagri juga bertemu dengan wakil-wakil Ahmadiyyah dan Bahai.

https://p.dw.com/p/1DiqE
Foto: picture-alliance/epa/M. Irham

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo (PDIP) menerangkan, dia akan menggugat pemerintahan lokal yang tidak memperhatikan perlindungan terhadap warga agama minoritas. Ia juga akan melibatkan kepolisian untuk mengakhiri diskriminasi terhadap umat beragama.

"Indonesia bukan negara yang didirikan berdasarkan satu agama, Negara ini didirikan berlandaskan UUD 45, yang melindungi semua umat beragama", kata Tjahjo dalam sebuah pertemuan dengan kelompok-kelompok agama minoritas di Jakarta hari Rabu (05/11).

Pertemuan itu dihadiri juga oleh wakil-wakil dari Ahmadiyyah, Bahai dan Syiah Indonesia.

Menurut Mendagri, undang-undang Indonesia mengakui enam agama, yaitu Islam, Katolik, kristen, Hindu, Buddha dan Konghucu. Tapi agama lain diluar keenam agama itu tetap perlu diperjuangkan. Sebab keyakinan seseorang adalah hak asasi manusia.

Sejak menjabat sebagai Mendagri dua minggu lalu, Tjahjo Kumulo mendorong diskusi tentang kebebasan beragama. Mendagri dalam pemerintahan sebelumnya, Gumawan Fauzi, beberapa kali menolak bertemu dan berdiskusi dengan wakil-wakil agama minoritas.

Kolom Agama di KTP

Selanjutnya Mendagri Tjahjo Kumolo mengatakan kepada wartawan, kolom agama di KTP bisa dikongsongkan, jika warga menganut kepercayaan diluar enam agama yang diakui. Karena pemerintah menjamin masyarakat Indonesia memeluk suatu keyakinan atau agama yang diyakininya.

Tjahjo mengambil contoh Islam Kejawen atau Kristen Jawa. Menurut Tjahjo, Kementerian Dalam Negeri masih melakukan pencatatan tentang kepercayaaan apa saja yang dianut masyarakat.

"Sepanjang agama dan keyakinan itu tidak menyesatkan, tidak mengganggu, dan akidahnya jelas, perlu diperjuangkan", ujarnya. Mendagri menegaskan, Indonesia bukan negara agama.

Menteri Luar Negeri Jerman Frank-Walter Steinmeier dalam kunjungannya ke Indonesia baru-baru ini memuji peran kelompok Islam dalam mendorong diskusi tanpa kekerasan. Jika langkah reformasi di dalam negeri terus dilanjutkan, Indonesia bisa memberi impuls penting bagi dialog antara agama, kata Steinmeier.

hp/rn (epd,afp)