1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kesehatan

Gen Neanderthal Tingkatkan Risiko Gejala Parah COVID-19

2 Oktober 2020

Pewaris gen Neanderthal hadapi risiko gejala parah COVID-19. Orang yang punya klaster genetik ini, punya risiko tiga kali lipat untuk perlu dibantu ventilator. Sebuah riset terbaru di Jerman menunjukkan hal tersebut.

https://p.dw.com/p/3jGpD
Neandertaler
Rekonstruksi sosok manusia purba Neanderthal yang diajang di Musium Neanderthal di Mettmann Jerman.Foto: picture alliance/dpa/F.Gambarini

Faktor risiko besar untuk mengalami gejala sakit parah COVID-19 adalah klaster gen yang diwarisi dari manusia purba Neanderthal. Demikian laporan ilmuwan dari lembaga penelitian Jerman, Max Planck Institute di Leipzig.

“Probabilitas bagi orang yang mewarisi variasi gen tersebut harus menjalani diterapi dengan alat bantu pernafasan ventilator, jika mereka terinfeksi virus corona Sars-CoV-2, tiga kali lipat lebih tinggi“, kata Hugo Zeberg, pakar antropologi evolusi di institut penelitian Jerman itu. 

Risiko sakit parah dan perlu perawatan intensif terkait klaster gen manusia purba Neanderthal, mirip dengan faktor risiko lain seperti usia lanjut atau orang dengan riwayat penyakit kronis.

Diwariskan ribuan generasi

Hasil riset yang dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Nature itu, membandingkan klaster gen manusia purba Neanderthal dengan klaster gen manusia purba Denisovans. Peneliti menandai, bahwa sekuens DNA yang memicu parahnya Covid-19 tersebut, sangat mirip dengan sekuens gen Neanderthal dari Kroasia yang berumur 50.000 tahun. 

Manusia Modern dan Purba Pernah Hidup Bersamaan

Manusia purba Neanderthal musnah sekitar 30.000 tahun lalu. Sementara manusia purba Denisovans musnah sekitar 10.000 tahun silam. Saat masih eksis, ras manusia purba itu sempat berbagi habitat dengan manusia modern di kawasan luas di Eropa dan Asia.

“Ras manusia modern mewarisi variasi genetika Neanderthal tersebut, ketika terjadi kawin silang antara kedua ras manusia itu mulai sekitar 60.000 ribu tahun lalu“, kata Zeberg.

Kawin silang antara ras manusia modern dan Neanderthal terjadi pada berbagai poin sejarah, yang memicu pertukaran material genetika. Para ilmuwan masih bisa melihat dan melacak jejak pertukaran material DNA ini pada manusia modern saat ini. 

Faktor pemicu komplikasi belum diketahui

Sejauh ini Hugo Zeberg dan ilmuwan mitranya pakar paleogenetika Swedia, Svante Pääbo, belum berhasil mengidentifikasi mengapa klaster gen yang khas ini menyebabkan komplikasi pada pasien Covid-19.

Mengapa Warna Kulit Manusia Berbeda-Beda?

“Sangat mencemaskan karena warisan genetika dari Neanderthal bisa menyebabkan konsekuensi tragis dalam pandemi saat ini“, ujar Pääbo. Pakar paleogentik itu juga menekankan pentingnya penelitian lebih lanjut terkait hal ini. 

Penelitian menujukkan, sebaran klaster gen Neanderthal itu juga sangat beragam tergantung dari kawasan geografisnya. Sekitar separuh populasi di Asia Selatan, terutama di Bangladesh mewarisi variasi genetika ini. Di Eropa, ada sekitar 16% yang mewarisi klaster gen Neanderthal. Sementara orang di Afrika dan Asia Timur nyaris tidak ada yang mewarisi variasi gennya.
as/gtp  (AP, dpa,afp,Reuters)