1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Gencatan Senjata di Darfur

24 Februari 2010

Sekjen Perserikatan Bangsa-bangsa, Ban Ki Moon mengucapkan selamat pada langkah penting hasil pertemuan di Doha, dimana telah tercapai nota kesepahaman antara pemerintah Sudan dan kelompok gerilyawan Darfur.

https://p.dw.com/p/M9u9
Presiden Sudan Omar al-Bashir dan pemimpin pemberontak Khalil IbrahimFoto: AP/picture-alliance/dpa/DW

Sekjen PBB Ban Ki Moon mengharapkan agar kedua pihak, baik pemerintah Sudan maupun kelompok pemberontak Darfur benar-benar melaksanakan sepenuhnya kesepakatan gencatan senjata yang telah dicapai kemarin di Doha.

Nota Kesepahaman Sebagai Langkah Menuju Perjanjian Damai

Sebelumnya, Selasa (23/02), pemimpin kelompok pemberontak Gerakan Keadilan dan Persamaan Hak JEM Khalil Ibrahim mengungkapkan, ia dan Presiden Sudan Omar al Bashir telah menndatangani persetujuan bersama, yang berlaku efektif tengah malam tadi waktu Darfur. Hadir dalam acara penandatangan gencatan senjata Presiden Qatar Sheik Hammad bin Khalifa dan Presiden Chad Idriss Derby Itno serta Presiden Eritrea Issaias Afeworki.

Das Abkommen in Doha zwischen der sudanesischen Regierung und der Rebellengruppe Bewegung und Gerechtigkeit über ein Waffenstillstand in Darfur
Suasana pertemuan nota kesepahaman di DohaFoto: AP

Tekanan Internasional dan Kemauan Politik

Anya Dargatz dari organisasi Friedrich Ebert Stiftung perwakilan di Karthum mengatakan, "Tekanan internasional memainkan peranan besar. Namun tanpa adanya kemauan politik kedua pihak, maka Khartum tidak akan tunduk pada tekanan internasional.“

Poin Nota Kesepahaman Gencatan Senjata

Inti kesepahaman ini adalah: gencatan senjata sepenuhnya antara kelompok pemberontak dengan tentara pemerintahan Sudan, dilanjutkannya sistem federasi pemerintahan di Sudan, seraya menekankan bahwa pemerintah harus melindungi warga Darfur dari tindak kekerasan dan intimidasi, serta meningkatkan standar hidup mereka. Memodarandum ini juga menyerukan keterwakilan yang proporsional dalam institusi demokratik, peradilan, pemerintahan dan angkatan bersenjata di Darfur.

Pemimpin JEM Khalil Ibrahim menandaskan kesepakatan gencatan senjata itu merupakan langkah teramat penting, namun perdamaian yang seutuhnya masih membutuhkan kesabaran dan pengakuan dari kedua belah pihak.

Rebellen aus der Krisenregion Darfur nehmen Friedensgespräche auf
Pemimpin JEM Khalil Ibrahim (tengah) dan saudara lelakinya Jibril Ibrahim (kiri), dalam pertemuan beberapa hari sebelum tercapainya kesepahamanFoto: AP

Presiden Sudan al-Bashir sebelumnya mengungkapkan, kesepahaman ini merupakan awal dari berakhirnya perang di Darfur. Ia menjanjikan, dalam pemilu mendatang, Darfur akan menjadi kawasan yang sepenuhnya damai. Gencatan dengan kelompok JEM, tambah Bashir, membuka jalan ke arah perdamaian komprehensif , untuk mengakhiri perang saudara selama tujuh tahun.

Präsident Omar Hassan al Bashir, Sudan
Presiden Sudan Omar Hassan al-Bashir dituding bertanggungjawab atas kejahatan perang di DarfurFoto: AP Photo

Di luar itu, kelompok-kelompok pemberontak lainnya, seperti Tentara Pembebasan Sudan, tidak ikut menandatangani kesepakatan. Pemerintahan di Khartum sebelumnya telah menandatangani sejumlah kesepakatan yang segera sesudahnya tercabik-cabik lagi. Namun, para pengamat memandang masih ada harapan di masa-masa ini.

Perbaikan Hubungan Chad dan Sudan

Kesepakatan kali ini dimediasi oleh Presiden Chad Derby, yang secara etnik terkait dengan kelompok JEM dan sekaligus dituding oleh pemerintah Sudan mendukung aksi pemberontakan di Darfur dalam perang melawan pemerintahan di Khartum.

Belum lama ini Chad dan Sudan, menyepakati perjanjian untuk akan meningkatkan hubungan kedua negara.

Karte Sudan mit Südsudan und Darfur
Peta Sudan

Menghadapi Pemilu

Pertempuran telah padam di Darfur, menyisakan hanya sebagian konflik-konflik kecil. Pemerintah di Khartum mencemaskan pemilu presiden dan parlemen, yang akan berlangsung April mendatang, akan gagal dalam kaitannya dengan wilayah otonomi di selatan Sudan, yang terus dicabik perang saudara. Faktor inilah yang mendorong pemerintahan di Khartum bernegosiasi lebih serius dengan kelompok pemberontak.

Menurut data PBB, akibat perang di Darfur, sedikitnya 300 ribu orang terenggut nyawanya dan 2,7 juta orang terpaksa mengungsi. Pemerintah Sudan menyanggah data tersebut dengan menyatakan bahwa menurut data mereka, jumlah yang tewas hanya sekitar 10 ribu orang.

AP/AS/dpa/afp