1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Gerakan 'Gereja Hijau' Bantu Populerkan Isu Iklim di Eropa

Clasper James
22 Januari 2020

Ribuan gereja di Eropa serempak adopsi kebijakan ramah iklim dan ikut serta dalam program lingkungan yang ditawarkan pemerintah. Rumah ibadah kini jadi katalisator gerakan hijau untuk menghadang pemanasan global.

https://p.dw.com/p/3WdjF
Paus Fransiskus ketika mengundang sembilan keuskupan di negara-negara Amazon, Vatikan, 7 Oktober 2019.
Paus Fransiskus ketika mengundang sembilan keuskupan di negara-negara Amazon, Vatikan, 7 Oktober 2019.Foto: Reuters/R. Casilli

Gereja Bellahøj di utara ibukota Denmark, Kopenhagen tidak lagi menghiasi altar dengan tulip dan mawar dari Kenya. Kini gereja berparas modern itu menampilkan bunga-bungaan lokal. Sementara roti dan minuman anggur yang biasa digunakan untuk kebaktian juga diganti dengan produk organik.

"Krisis iklim sudah tiba. Jadi apa yang akan kita lakukan?" kata salah seorang jemaat gereja Hanna Smidt.

Gereja Bellahøj termasuk deretan rumah ibadah yang mengikuti program pemerintah untuk menghijaukan pusat-pusat keagamaan. Program yang dikelola oleh Dewan Gereja Nasional Denmark itu mendorong gereja-gereja untuk mengambil langkah konkrit buat memangkas jejak karbon masing-masing.

Baca juga:Mengapa Pesan Agama Penting untuk Mengatasi Perubahan Iklim? 

Untuk bisa berpartisipasi pada skema bernama Grøn Kirke itu, gereja harus mentaati 25 dari 48 kriteria yang sudah ditetapkan, antara lain pengurangan konsumsi energi, produksi pupuk kompos dari sampah organik, menggelar pertemuan jarak jauh online untuk menghindari perjalanan dengan kendaraan dan menggelar misa tentang krisis iklim.

Smidt yang juga mengajar Yoga di gereja Bellahøj mengaku program perlindungan iklim membantu gereja menghemat biaya. "Ini adalah solusi yang sama-sama menguntungkan," kata dia.

Gereja Bellahøj di Kopenhagen, Denmark.
Gereja Bellahøj di Kopenhagen, Denmark.Foto: Bellahøj Kirke

Perubahan sikap gereja hadapi krisis iklim

Skema Grøn Kirke digagas pada 2008 oleh seorang pastor Lutheran bernama Balmer Hansen. Pada Konferensi Gereja Eropa ketiga pada 2007 dia menyimak pemaparan seorang pakar iklim Inggris. "Pidato itu membuka mata saya", kata dia. "Saya pikir, kalau Bumi adalah hadiah dari Tuhan, kita di gereja harus bersuara mengenai hal ini"

"Gereja Lutheran di Denmark biasanya menghindar dari isu-isu politik", jelas Hansen. Dan pada dekade silam, tidak sedikit pemimpin gereja yang menyebut perlindungan iklim sebagai bagian dari "agenda sayap kiri."

Namun kini situasinya banyak berubah. Pada Desember 2019 silam, parlemen Denmark lintas fraksi menerbitkan UU yang mewajibkan pemerintah memangkas emisi CO2 sebanyak 70% hingga tahun 2030.

Baca juga: Paus Kecam Gaya Hidup "Destruktif" Umat Manusia

Komunitas-komunitas gereja juga mulai menyerap pesan perubahan iklim dan efeknya. "Tapi baru pada Juni 2019 ketika Paus Fransiskus mendeklarasikan darurat iklim globa,  ketertarikan warga Kristen kepada konsep gereja hijau meledak," imbuh Hansen.

Saat ini Denmark memiliki 232 "gereja hijau" yang tersebar di seluruh penjuru negeri.

Gereja Bellahøj sendiri mampu memenuhi 29 dari 48 kriteria gereja hijau, terutama berkat kiprah Smidt dan "tim hijau" yang ia bina, antara lain untuk mendaur ulang limbah dapur atau mengembalikan sejumlah lahan milik gereja ke kondisi alami.

Bagaimana Peran Agama Dalam Atasi Perubahan Iklim?

Smidt mengaku terkejut oleh respon positif pengurus gereja yang cendrung berpandangan konservatif. "Kita membutuhkan semua kekuatan baik untuk ikut bahu membahu demi agenda ini," kata dia sembari menambahkan proyek serupa juga berkembang di Jerman, Norwegia, Swedia dan Inggris.

Setidaknya sudah 2.000 gereja di Inggris yang mendaftarkan diri pada skema Gereja Ekologis dan beralih menggunakan energi terbarukan.

Termasuk gereja Inggris yang paling sukses menerapkan program hijau adalah St James's Piccadilly di pusat kota London. Selain beralih menggunakan energi terbarukan, gereja ini menyulap sebagian lahan yang dimilikinya untuk dijadikan suaka bagi satwa liar. "Komunitas umat beragama harus melakukan sesuatu," kata salah pengurus gereja, Deborah Colvin.

Baca juga: Kenapa Jakarta? Tentang Islam dan Tantangan Iklim

"Untuk bisa mewujudkan prinsip 'cintai tetanggamu' pada era modern ini kita harus mencintai sistem yang membantu tetangga kita," kata Colvin lagi. "Atmosfer Bumi adalah milik kita semua, air adalah milik kita semua, jadi bertindak secara lokal dan berpikir global memiliki resonansi yang sama sekali baru dalam hal ini."

Belum jelas bagaimana program gereja hijau bisa berdampak mempopulerkan isu perlindungan iklim. Namun Hansen meyakini kebijakan tersebut ampuh dalam mendiktekan agenda hijau kepada masyarakat. "Anda sebaiknya tidak menganggap remeh dampak gerakan gereja hijau," ujarnya. "Ini adalah momentumnya warga biasa."

rzn/as