1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Gletser di Papua Akan Punah Dalam Satu Dekade

13 Desember 2019

Gletser terakhir Indonesia di Puncak Jaya menyusut cepat dan diyakini akan menghilang di penghujung dekade. Ilmuwan menilai tidak ada solusi yang akan mampu menyelamatkan bentangan es seluas 68 hektar itu dari kepunahan

https://p.dw.com/p/3UjPX
Puncak Jaya atau Carstenz Pyramid di Papua
Puncak Jaya atau Carstenz Pyramid di PapuaFoto: Imago Images/Aurora Photos

Sejumput gletser yang dimiliki Indonesia di Puncak Jaya, Papua, menyusut dalam tempo cepat sehingga bisa menghilang dalam satu dekade, menurut sebuah studi yang dipublikasikan di jurnal milik National Academy of Science, Amerika Serikat, pekan ini.

"Karena lokasi gletser di Papua yang relatif rendah, ia akan menjadi yang pertama yang menghilang," kata Lonnie Thompson, Professor di School of Earth Science di Ohio State University yang juga salah seorang penulis studi. "Nasib gletser-gletser ini adalah indikator," bagi kondisi iklim di Bumi, imbuhnya.

Baca juga: Islandia Peringati Punahnya Gletser Okjokull, Monumen Korban Perubahan Iklim

Pertengahan tahun 2019 Islandia mencatat kepunahan gletser pertama ketika Okjökull menghilang di musim panas. Peristiwa itu dinilai sebagai peringatan bagi 400 gletser lain di kepulauan subartik tersebut. Sementara di jantung Eropa, ilmuwan Swiss melaporkan laju kenaikan emisi CO2 akan memusnahkan 90% gletser di pegunungan Alpina di penghujung abad.

Gletser memiliki mikro ekosistem yang rumit dan sensitif. Sekali mencair, laju penyusutan akan sulit dihentikan.

Hal serupa mengancam antara lain gletser Carstenz yang terhampar seluas 68,6 hektar di ketinggian 4.600 meter di atas permukaan laut. Menurut hasil studi lapangan pada 2010, gletser ini memiliki ketebalan 32 meter dan menyusut sebanyak tujuh meter per tahun.

"Gletser tropis kebanyakan lebih kecil dan reaksi mereka terhadap variasi perubahan iklim jauh lebih cepat ketimbang pada gletser yang lebih besar," kata Glasiologis Indonesia, Donaldi Permana, anggota tim ilmuwan.

Kondisi gletser Carstenz sesuai citra satelit yang dibuat NASA pada 1988
Kondisi gletser Carstenz sesuai citra satelit yang dibuat NASA pada 1988Foto: Joshua Stevens/NASA Earth Observatory
Pada 2017 bentangan gletser di Puncak Jaya terlihat menyusut drastis..
Pada 2017 bentangan gletser di Puncak Jaya terlihat menyusut drastis.. Foto: Joshua Stevens/NASA Earth Observatory

Sebelumnya ilmuwan memperkirakan gletser-gletser di Papua telah kehilangan sebanyak 85% luasnya sejak beberapa dekade terakhir. Adapun studi teranyar oleh National Academy of Science mencatat luas gletser yang dulu terhampar seluas 2.000 hektar menyusut menjadi kurang dari 100 hektar.

Para peneliti juga mencatat laju penurunan es yang meningkat menjadi lima kali lipat lebih cepat hanya dalam beberapa tahun terakhir.

"Situasinya sudah mencapai level yang mengkhawatirkan, karena pembentukan es tidak lagi terjadi, hanya penurunan gletser," kata Permana. "Gletser-gletser ini terancam punah dalam satu dekade atau bahkan lebih cepat," imbuhnya.

Baca juga:BMKG: Indonesia Dilanda Suhu Panas, Hindari Aktivitas di Luar Ruangan 

Fenomena penyusutan gletser di Papua dipercepat oleh fenomena cuaca El Nino, yang membawa udara hangat dan memangkas curah hujan. "Mengurangi emisi gas rumah kaca dan menanam lebih banyak pohon mungkin bisa memperlambat laju penyusutan es di Papua," kata Permana.

"Tapi kami yakin akan sangat sulit untuk menyelamatkannya," dari kepunahan.

Selain dampak lingkungan, kepunahan gletser juga diratapi sejumlah suku Papua yang meyakini bentangan es tersebut sebagai lokasi sakral. "Pegunungan dan lembah-lembah adalah kaki dan tangan dewa mereka dan gletser adalah kepalanya," kata Lonnie Thompson. "Jadi kepala dewa mereka akan segera menghilang."

rzn/vlz (AFP)