1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Greenhope Produsen Bio-Plastik Singkong

30 April 2019

Plastik sekali pakai perlu waktu 500 tahun untuk terurai secara alam. Di ibukota Jakarta, perusahaan Greenhope mengembangkan plastik alternatif yang terbuat dari singkong yang bisa terurai alami dengan cepat.

https://p.dw.com/p/3Hfx1
Organisation Greenhope in Indonesien
Foto: DW/M. Kasper-Claridge

Perusahaan Greenhope di Jakarta Olah Singkong Jadi Plastik

Tempat pembuangan sampah Tanggerang, 30 kilometer dari Jakarta. Luasnya 35 hektar tapi sampah meluap. Bau busuk merebak pada suhu 36 derajat Celsius. Pemulung memilah sampah yang bisa didaur ulang. Plastik misalnya.

"Ini tempat pembuangan akhir di Tangerang. setiap hari1500 ton sampah padat dibuang ke sini, sekitar 15 - 20 % nya sampah plasti”, papar Sugianto Tandio, pendiri perusahaan Greenhope di Jakarta.

Sugianto Tandio mencanangkan perang terhadap sampah plastik. Pengusaha ini punya target mengurangi gunungan sampah ini. Plastik perlu 500 tahun untuk terurai. Ini adalah bencana lingkungan. Tandio adalah insinyur yang mengembangkan alternatif plastik organik yang bisa terurai, gantikan plastik konvensional.
 

Daur ulang plastik masih minim

Sugianto Tandio menjelaskan permasalahannya: "Plastik di Indonesia hanya didaur ulang sekitar  8 % atau kurang dari 10%. Di dunia tingkat daur ulang plastik sekitar 15%, jadi masih ada perjuangan panjang untuk menaikkan tingkat daur ulang. Tapi tidak pedulu bagaimana kita meningkatannya, itu bisa sampai akhir hayat."

Berapa kalipun plastik di daur ulang, pada akhirnya akan mendarat di tempah sampah terbuka ini. Gunungan sampah plastik tiap hari makin besar. Sebuah konsekuensi dari pertumbuhan ekonomi. Tapi kemiskinan juga berkontribusi pada masalah ini.

Kebanyakan rakyat Indonesia membeli produk dalam kemasan kecil di kios. Karena itulah yang terjangkau. Dari sudut sampah plastik, ini pemborosan besar. "Inilah yang bisa dibeli warga tiap hari. Jadi bagaimana menyetop masalah tanpa pengunaan kemasan kecil. Bagi kami solusinya membuat kemasan ini bisa terurai", ujar master Electrical Engineering lulusan AS tersebut.


Singkong pengganti petrokimia

Sugianto Tandio melakukan riset bertahun-tahun mencari alternatifnya. Perusahaannya Greenhope memproduksi polymer yang bisa terurai dari tepung tapioka yang diekstrak dari singkong. Setelah diproses, polimernya digunakan membuat plastik alternatif. "Resin ini akan diproduksi menjadi tas belanja berbasis singkong. Untuk salah satu ritel besar di Indonesia", paparnya lebih jauh

Di negara berkembang seperti Indonesia, harga plastik alternatif menjadi yang paling penting. Inilah tantangan utama yang dihadapi Greenhope. Solusi hijau biasanya selalu lebih mahal.

Sugianto Tandio dan mitranya Tommy Tjiptadjaja menargetkan, menyelaraskan kepentingan lingkungan dan ekonomi.

Tommy Tjiptadjaja juga memaparkan permasalahan plastik yang dibuat dari bahan petrokimia :"Setiap ton plastik yang pernah diproduksi tidak benar-benar hilang. Hanya hilang dari pandangan tapi tidak benar-benar musnah. Mungkin ada di dasar lautan atau terapung, di tempat pembuangan akhir dan dimanapun. Jadi itu tidak jadi beban ongkos. Jika kitakeranjingan ekonomi dan fungsionalitas, tapi tidak pernah membayar ongkos lingkungan yang sebenarnya dari barang ini."

90 persen plastik dibuat dari bahan minyak mentah, dan buruk bagi lingkungan. Generasi mendatang akan menderita, bila tidak dilakukan tindakan mengurangi sampah plastik. Jadi bukan hanya Indonesia yang memerlukan alternatif, melainkan seluruh dunia.

DWInovator