1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Greenland Bergulat Antara Konservasi dan Eksploitasi Alam

Sara Moraca
24 April 2021

Penyusutan es karena perubahan iklim membuka akses terhadap kawasan kaya sumber daya alam di Greenland. Warga berselisih antara melindungi alam atau eskploitasi demi kemerdekaan ekonomi dari Denmark.

https://p.dw.com/p/3sTdX
Lanskap Greenland
Lanskap GreenlandFoto: Roberto Coletti

Angin kencang menyapu lanskap hijau yang terbentang di depan lahan pertanian milik Naasu Lund. Deru angin sesekali terpecah oleh suara domba yang ramai merumput. Hari-hari ini suasana hati petani di generasi ketiga itu mencerminkan cuaca muram khas Greenland. Hanya sekitar tujuh kilometer dari tempatnya berdiri, pemerintah merencanakan pembukaan tambang uranium dan mineral langka.

Dia mengkhawatirkan keasrian lingkungan di sekitar pertaniannya. Di musim panas, Naasu rutin mengundang wisatawan mancanegara untuk menikmati keindahan alam Greenland. Ekowisata yang dia rintis terancam gulung tikar. 

Baginya, nasib berputar arah pada pemilu 6 April lalu, yang mengukuhkan dukungan bagi konservasi di Kvanefjeld. Untuk sementara, Naasu Lund bisa bernafas lega.

"Kami adalah penjaga tanah ini, dan melihat diri kami sebagai bagian dari alam," kata dia. "Kami sekarang punya kesempatan untuk mengembangkan lahan ini seadil seperti yang kami harapkan."

Inuit Ataqatigiit
Partai Inuit Ataqatigiit secara mengejutkan memenangkan pemilu legislatif di Greenland, 6 April 2021.Foto: Emil Helms/Ritzau Scanpix/AP/picture alliance

Tambang Kvanefjeld menjadi titik panas dalam pemilihan umum di Greenland bulan ini, dan ikut menumbangkan dominasi Partai Siumut, yang berkuasa tanpa henti sejak 1979, ketika Greenland menerima hak otonomi luas dari Denmark.

Kini partai prokemerdekaan Inuit Ataqatigiit yang berhaluan sosial demokrat menjadi kekuatan terbesar. Partai itu mengemban misi lingkungan dalam agendanya, dan menentang rencana pembukaan tambang Kvanefjeld. Batu sandungan terakhir adalah perundingan koalisi yang juga bakal melibatkan Siumut, kata pengamat.

Kontroversi seputar Kvanefjeld mengungkap pergulatan di Greenland yang terbelah antara pertumbuhan ekonomi, atau perlindungan lanskap Arktika yang masih asri. Perdebatan memanas ketika pemanasan global menelanjangi kawasan kaya mineral yang selama ini tertutup es setebal hingga tiga kilometer. Keterbukaan akses turut mengundang minat investor tambang, terutama dari Amerika Serikat dan Cina.

"Logam tanah jarang sangat dicari oleh banyak negara, tapi Cina memonopoli teknologi dan sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk proses ekstraksi," kata Jesper Wilaing Zeuthen, pakar hubungan Cina-Arktika di Universitas Aalborg, Denmark.

Konservasi vs. ekonomi

Kvanefjeld menyimpan cadangan logam tanah jarang paling besar di luar Cina. Tujuh belas jenis elemen langka, termasuk skandium dan itrium, tersimpan jauh di dalam perut bumi. Elemen-elemen ini digunakan untuk memproduksi piranti elektronik, semisal telepon seluler, turbin angin, atau mobil elektrik. 

Mengekstrak cadangan yang berlimpah disuarakan sebagai jalan cepat mengisi kas negara, kata pendukung pertambangan.

Wisata Esoterik di Greenland

Greenland Minerals Limted (GML), perusahaan Australia yang berniat menambang di Kvanefjeld, mengklaim pemerintah Greenland akan mendapat 240 juta dolar AS, atau sekitar Rp 3,5 triliun, dalam bentuk pajak dan keuntungan setiap tahunnya. Rencananya tambang akan beroperasi selama 37 tahun.

Pemilik saham terbesar GML adalah Shenghe Resources Holding, sebuah perusahaan logam tanah langka asal Cina.

Saat ini keuangan Greenland bergantung dari kegiatan perikanan, pariwisata, dan subsidi tahunan sebesar 600 juta euro (sekitar 10,5 triliun rupiah) dari Denmark. Menurut survei terakhir, sebanyak 67% penduduk menginginkan kedaulatan penuh. Eksploitasi mineral sebabnya dikampanyekan sebagai cara melepaskan kebergantungan finansial terhadap Kopenhagen dan membuka jalan bagi kemerdekaan.

"Tidak jelas apakah pembatalan tambang Kvanefjeld berlaku selamanya,” kata Mikaa Mered, Guru Besar Ilmu Arktika di HEC Business School di Paris. "Jika partai Siumut kembali berkuasa, pergulatan menuju kemerdekaan akan diperjuangkan lewat tambang uranium.”

Mereka yang menolak berdalih keuntungan ekonomi dari tambang cenderung dibesar-besarkan. Pembukaan lahan pekerjaan misalnya akan sangat terbatas, karena kemampuan dan pengetahuan menambang logam tanah jarang tidak tersedia di negara berpopulasi 56.000 jiwa itu.

Jalur hijau menuju kemerdekaan?

Bagi Lill Rastad Bjorst, dosen sosiologi di Universitas Aalborg, keberhasilan partai Inuit Ataqatigiit memenangkan pemilu menguatkan peran lingkungan dalam ekspresi identitas bangsa Inuit, sekaligus membuktikan luka kolonialisme yang belum pulih.

Menurutnya, komunitas Inuit dipaksa menjadi "penonton dalam proyek pembangunan” selama 300 tahun kekuasaan Denmark. Partai Inuit Ataqatigiit, kata dia, ingin mencapai kemerdekaan Greenland dengan membangun perekonomian "yang menghormati lingkungan."

Salah satu program partai pemenang pemilu adalah mengupayakan swasembada pangan "untuk mengurangi jejak ekologis akibat transportasi," kata Bjorst. Saat ini Greenland mengimpor sebagian besar bahan pangan dari luar negeri, utamanya dari Denmark.

Namun minat konservasi belum sepenuhnya diadopsi warga Greenland. Meski survei menunjukkan 63% penduduk menolak tambang Kvanefjeld, hanya 29% yang menolak industri ekstraktif. Dan ketika perubahan iklim semakin mencairkan benteng es Greenland dan membuka kawasan baru untuk dieksploitasi, penduduk Greenland akan kembali harus bergulat antara kepentingan ekonomi dan perlindungan lingkungan.

rzn/vlz/ae