1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Hadi Tjahjanto, Calon Tunggal Panglima TNI

4 Desember 2017

Pengajuan Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai calon Panglima TNI dianggap pilihan tepat. Selain menjaga tradisi rotasi antar-matra TNI, prestasi KSAU tersebut dianggap sejalan dengan kebijakan pemerintahan Jokowi.

https://p.dw.com/p/2oiNu
Hadi Tjahjanto, Kandidat für den Indonesischen Militärchef
Foto: picture-alliance/dpa/AP Photo/A. Ibrahim

Marsekal Hadi Tjahjanto didaulat sebagai calon tunggal panglima baru TNI yang diajukan Presiden Joko Widodo ke DPR. Pergantian Panglima TNI disebutkan harus dilakukan karena Jenderal Gatot Nurmantyo akan pensiun pada April mendatang. Pilihan Presiden Jokowi itu, dari sudut pandang elemen masyarakat sipil dianggap sebagai keputusan yang tepat bila ditilik dari rekam jejak serta masa tugas KSAU tersebut.

"Selain akan menopang kebijakan maritim pemerintahan Jokowi, langkah ini juga mengembangkan tradisi rotasi antar matra dalam tubuh TNI yang kontributif bagi penguatan soliditas TNI,” ungkap Hendardi, Ketua SETARA Insitute. "Penunjukan Hadi juga lebih efektif mengingat masa pensiun yang bersangkutan masih cukup lama sehingga memiliki waktu yang cukup untuk menata organisasi TNI agar menjadi semakin baik.”

Pengamat militer, Aris Santoso juga sepakat bahwa sosokHadi Tjahjanto adalah kandidat yang tepat untuk untuk mendukung kebijakan maritim Kabinet Kerja. "Bila dikaitkan dengan visi poros maritime, matra udara ikut menentukan, khususnya dalam bidang patroli maritim. Dalam hal ini Hadi Tjahjanto tepat, dia penerbang transport dan lama bertugas di Basarnas, sehingga memiliki naluri sebagai penerbang dalam tugas patroli maritim."

Bagi istana, alasan menjatuhkan pilihan pada Hadi Tjahjanto didasarkan pada rekam jejak prestasinya. "Marsekal TNI Hadi Tjahjanto dianggap mampu dan cakap serta memenuhi syarat menjadi Panglima TNI," ungkap Johan Budi SP, Juru Bicara Presiden Joko Widodo menjelaskan alasan istana memilih pria kelahiran Malang, Jawa Timur tersebut. Ketentuan soal pergantian Panglima TNI diatur dalam pasal 13 ayat 4 Undang-undang nomor 34 tahun 2004 menyebutkan jabatan Panglima dapat dijabat secara bergantian oleh Perwira Tinggi aktif dari tiap-tiap Angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan,

Karir meroket

Namun bukan sebuah kejutan, ketika nama Kepala Staf TNI Angkatan Udara tersebut mencuat sebagai kandidat utama untuk menggantikan Jenderal Gatot Nurmantyo. Tak bisa ditampik, karir KSAU itu terbilang terus meroket sejak Presiden Joko Widodo meduduki jabatan sebagai orang nomor satui di Istana negara. Dalam periode kurang dari setahun, ia pernah menjabat sebagai Sekretaris Militer Presiden, kemudian sebagai Irjen Kementerian Pertahanan, hingga akhirnya dilantik menjadi KSAU. Tak sampai setahun sebagai kepala Angkatan Udara, namanya kini diajukan ke DPR sebagai calon panglima TNI. 

Berdasarkan kriteria tersebut, SETARA Insitute pun yakin nama Hadi Tjahjanto akan disetujui dengan mudah di DPR.  Namun keputusan akhir di parlemen masih menunggu waktu. Senin (04/12) surat pengajuan yang diserahkan Menteri Sekretaris Negara Pratikno itu, masih dibahas dalam rapat pimpinan DPR. Abdul Kharis Almasyhari, anggota komisi yang membawahi pertahanan dan keamanan menyebutkan bahwa Komisi I akan melakukan "fit and proper" test terhadap kandidat panglima TNI sebelum reses dimulai pada 14 Desember mendatang.

Dipicu ambisi politik Nurmantyo

Pergantian Panglima TNI tersebut sebenarnya tak sekadar masalah masa jabatan, namun tak terlepas dari sosok kontroversial Panglima TNI Gatot Nurmantyo yang dinilai memiliki ambisi politik. Ada spekulasi Nurmantyo akan berusaha mengajukan diri sebagai kandidat wakil presiden atau bahkan presiden pada pemilu 2019 mendatang.

Ambisi politik Gatot Nurmantyo mulai tercium sejak akhir 2016 ketika dia mewancanakan hak politik bagi anggota TNI. Oktober lalu, Presiden Joko Widodo sempat memberi peringatan keras agar TNI menjauhi kancah politik praktis dan menjunjung kesetiaan pada otoritas sipil. Peringatan tersebut dianggap isyarat kepada Nurmantyo, yang saat itu ramai meributkan  polemik pembelian senjata oleh institusi non militer. Ia gencar mempersoalkan peran pasif TNI dan mengemukakan bahwa Indonesia tengah dikepung "Proxy Wars" yang dilancarkan negara asing. 

Bila Hadi Tjahjanto ditetapkan sebagai Panglima TNI baru, Aris Santoso menilai peran dan profesionalitas TNI dapat tetap dijaga meski Joko Widodo dan Hadi memiliki kedekatan pribadi. "Hal itu nyaman bagi Jokowi, hingga komunikasi dan koordinasi diharapkan lebih lancar, dibandingkan dengan Panglima TNI sekarang, termasuk dalam mengelola kerumitan hubungan dengan TNI AD. Kini beban ini sebagian bisa dialihkan pada Hadi Tjahjanto selaku panglima baru," ujar Aris Santoso. 

ts/as (reuters,kompas.com)