1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Travel

Haithabu Desa Viking di Utara Jerman

2 April 2019

Haithabu adalah situs pemukiman Viking di utara Jerman berumur 1000 tahun. Situs ini tetap terpelihara dengan baik dan dijadikan desa musium, hingga diakui sebagai warisan budaya dunia UNESCO.

https://p.dw.com/p/3G56f
Haithabu BdT
Foto: picture-alliance/dpa/C. Rehder

Desa Musium Viking Haithabu di Utara Jerman

Hidup sebagai orang Viking bukan untuk orang yang lemah. Mereka harus mengumpulkan makanan bagi keluarga dengan menggunakan panah dan busur. Juga membuat pakaian sendiri untuk bisa tahan melewati musim dingin yang panjang dan berat. Atau membuat perahu untuk berdagang, dengan bantuan peralatan sederhana. 

Desa Viking Haithabu dianggap sebagai salah satu tempat pemukiman dan perdagangan paling penting di jaman Abad Pertengahan di Eropa utara. Para staf desa museum menunjukkan kepada pengunjung, bagaimana orang Viking hidup lebih dari 1.000 tahun lalu.

"Begitu kehidupan di tengah alam dengan alam. Mereka punya kemampuan besar dalam memperhatikan alam, juga mengenal baik bahan baku di sekeliling mereka, dan mampu menggunakannya sesuai kehendak mereka untuk membuat rumah, kapal, kereta dan tali-temali. Mereka mampu membuat banyak hal, yang tidak bisa kita bayangkan sama sekali sekarang", ujar Kai Zausch, pemandu yang berpakaian ala Viking di Haithabu

Situs seribu tahun terpelihara baik

Haithabu terletak di negara bagian Schleswig-Holstein, di Jerman utara, dekat perbatasan dengan Denmark. Di sini tujuh rumah kayu dengan atap jerami dari pemukiman yang sudah punah dibangun kembali sesuai aslinya. Pemukiman itu terletak di lahan sempit, dekat Laut Utara dan jalan air menuju Laut Baltik. Ini tempat strategis untuk mengadakan perdagangan dengan logam mulia, persenjataan dan kulit binatang. Ini juga jadi penemuan besar bagi pakar arkeologi:

Claus von Carnap-Bornheim, Direktur Musium Haithabu memaparkan: "Di belakang saya inilah Haithabu, kawasan pemukiman Viking di abad ke-9, 10 dan 11. Kalau dilihat sepintas lalu, memang tidak jelas, karena yang tampak hanya padang rumput. Tapi bagi arkeolog sudah jelas, harta karun terdapat di bawah tanah. Dan di sini, tidak ada satu sentimeter persegi pun yang tidak terisi kekayaan arkeologis. Kami menyebutnya: Haithabu terkontaminasi secara arkeologis

Banyak lokasi penemuan asli bisa ditemukan pengunjung museum Viking tak jauh dari tempat pemukiman bersejarah itu. Museum termasuk salah satu yang paling sukses di Schleswig-Holstein. Tahun 2017 saja, di sini lebih dari 130.000 orang mencari jejak kaum Viking. Sejumlah faset bisa dilihat misalnya kerajinan perunggu dan perak yang sangat maju. Atau kesenangan mereka menggunakan perhiasan dengan manik-manik. Banyak aspek kerap mengejutkan pengunjung:

Pengunjung juga mengomentari kagum. seorang pengunjung pria mengatakan: "Berbeda dari gambaran klasik orang tentang Viking yaitu sebagai prajurit, setelah saya memperhatikan dengan intensif, ternyata mereka juga pedagang, warga Eropa yang internasional, bahkan berbudibahasa."

Sementara pengunjung wanita menyebutkan: "Saya pikir, seni kerajinantangannya juga sangat baik. Jadi mereka lebih dari sekedar bangsa yang suka berperang. Yang jelas bisa disebut bangsa berkebudayaan." 

Situs dokumentasi Viking terbaik di dunia

Haithabu mendokumentasikan masa hidup bangsa Viking jauh lebih baik daripada lokasi lain di Eropa. Penemuan arkeologis jadi saksi kekuatan dagang global:

"Di sini, di Haithabu kami menemukan air raksa, yang berasal dari Afghanistan barat. Kami juga menemukan lempengan kuningan yang berasal dari Perancis. Tapi juga gigi anjing laut dari Laut Utara. Jadi Haithabu sebagai kota perdagangan di masa kini ibaratnya pelabuhan-pelabuhan besar seperti Hamburg atau Rotterdam, di mana begitu banyak aliran barang dan perdagangan bertemu dan kembali disebarluaskan" , papar Claus von Carnap-Bornheim, lebih lanjut.

Haithabu menunjukkan: Kaum Viking bukan sekedar kaum yang senang berperang, melainkan juga pedagang yang haldal dan orang-orang yang hidup harmonis bersama alam.

DW Inovator