1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Harga Kakao di Bursa Berlipatganda

26 Juli 2010

Kakao telah menjadi bagian dari permainan bursa saham. Kini harga kakao mencapai angka tertinggi dalam 30 tahun terakhir. Tetapi apa efeknya bagi para petani kakao?

https://p.dw.com/p/OVEI
Buah kakao

Buah kakao adalah hidupnya. Edi Mbourou tinggal di wilayah selatan Pantai Gading. Ia bekerja sepanjang hidupnya di perkebunan buah kopi. Kini ia berusia 50 tahun dan memiliki 10 anak. Ia juga pemilik banyak hektar lahan perkebunan. Saat ini adalah masa panen. Dengan tongkat yang di ujungnya ada semacam pisau pemotong, ia memotong buah yang bentuknya oval dan besar. "Kami mulai dengan biji kakao yang sangat matang. Seminggu kemudian kami panen yang lainnya. Yang tidak begitu matang kita pakai untuk cokelat pahit.”

Edi sudah mendengar, bahwa harga kakao naik secara drastis dan satu ton kakao kini seharga 3000 Euro. Dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Tetapi ia khawatir. Selama bertahun-tahun harga kakao sedemikian rendahnya, sehingga Edi harus memproduksi berdasarkan kuantitas untuk bisa menghasilkan sesuatu. Ia tidak bisa membiarkan pohon kakaonya panen secara normal. Karena itu kualitasnya pun menurun. Padahal sekarang kakao berkualitas tinggi tengah dicari. Edi tidak bisa turut bersaing. Begitu juga rekan-rekannya. Untuk keempat kalinya panen Edi buruk. Perkebunannya terlalu tua dan terkena penyakit jamur. "Ya, tentu saja saya kurang uang. Kalau saya punya uang, tentu saya akan bisa merawat pohon-pohon saya dengan lebih baik dan mereka akan panen dengan lebih baik. Karena naik turunnya harga, penghasilan kami terlalu sedikit. Ini adalah masalah utama kami.“

Kakao sangat penting bagi Pantai Gading. Tidak ada negara di belahan dunia lain yang memiliki pohon kakao sebanyak di sana. Pantai Gading memproduksi kakao hampir setengah dari seluruh produksi kakao di dunia. Lancine Bakayoko, redaktur bidang ekonomi sebuah harian di Abidjan yang terkenal kritis terhadap pemerintah menjelaskan : "Di sini ada sekitar 600 ribu produsen kakao. Tidak ada perkebunan besar. Ini semua produsen tunggal. Tidak satu pun perkebunan adalah milik negara.“

Bisnis kakao di Pantai Gading memang ada di tangan pihak swasta, tetapi jatuhnya sektor kakao juga merupakan tanggung jawab pemerintah. Ini pendapat Zoungrana Moussa, presiden perhimpunan perkebunan kakao. Karena dengan kakao, politisi negara memperoleh banyak pemasukan pajak berjumlah jutaan, tetapi mereka tidak menginvestasi satu sen pun untuk menjaga kelangsungan perkebunan. Padahal ini sangat penting, supaya para petani kakao juga mendapat keuntungan. "Produsen kakao di Pantai Gading tidak punya kemungkinan untuk menyimpan kakao mereka sendiri. Karena itu mereka sangat bingung dengan semua spekulasi bisnis kakao. Mereka harus segera menjualnya dengan harga apa pun. Hidup mereka kan bergantung dari itu. Mereka tidak bisa menyimpan kakaonya dan tidak bisa menahannya, seperti yang dilakukan para penjual. Mereka bisa menaikkan harganya. Dan siapa yang akhirnya mengeruk keuntungan? Tentu bukan para petani, melainkan para pengekspor!"

Edi Mbourou putus asa. Harga kakao belum pernah setinggi sekarang, dan ia tetap tidak mendapat keuntungan. Beberapa teman Edi sesama petani kakao sudah berpindah haluan. Mereka tidak mau lagi hanya bergantung pada kakao.

Henrik Böhme / Vidi Legowo-Zipperer

Editor : Christa Saloh-Foerster