1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Hari Gelap bagi Uni Eropa

24 Juni 2016

PM Inggris David Cameron menyatakan pengunduran diri setelah mayoritas memberi suara untuk Brexit. Berbagai reaksi kini bermunculan. Uni Eropa dan Jerman "berduka" sementara partai Inggris berhaluan kanan bersukcita.

https://p.dw.com/p/1JCGF
Großbritanien Cameron kündigt Rücktritt an
Foto: Getty Images/AFP/A. Dennis

Perdana Menteri Inggris David Cameron menyatakan pengunduran dirinya, setelah mayoritas rakyat Inggris Raya memilih keluar dari Uni Eropa. "Keinginan rakyat Inggris adalah instruksi yang harus dilaksanakan," demikian dikatakan Cameron dengan suara yang jelas berusaha menahan emosi. Cameron didampingi istrinya Samantha, ketika menyampaikan pernyataan di depan kantor dan kediamannya di Downing Street, Jumat pagi.

Dalam referendum untuk menentukan Brexit, 52 % memilih "leave" alias hengkang dari Uni Eropa. Kini sejumlah pejabat tinggi Uni Eropa mendiskusikan langkah untuk memasuki situasi baru yang mengejutkan banyak orang. Inggris adalah negara pertama yang keluar dari Uni Eropa, yang beranggotakan 28 negara.

Ketua komisi Uni Eropa, Jean-Claude Juncker memimpin perundingan dengan pimpinan Dewan Eropa dan Parlemen, juga Perdana Menteri Belanda Mark Rutte, yang negaranya berada di pucuk pimpinan Uni Eropa sesuai rotasi. Keempatnya berusaha mencapai kesepakatan tentang sikap bersama terhadap keputusan mayoritas rakyat Inggris Raya. Sementara Selasa mendatang, para pemimpin negara anggota Uni Eropa akan mengadakan KTT.

"Hari menyedihkan bagi Eropa"

Tidak usah menungu lama, berbagai reaksi segera bermunculan dari politisi Jerman, negara yang jadi salah satu pendukung utama Uni Eropa. Lewat jejaring sosial Twitter, wakil Kanselir, Siegmar Gabriel menyebut hari ini hari buruk bagi Eropa.

Menteri Keuangan Jerman Wolfgang Schäuble, yang terkenal sebagai pendukung Uni Eropa aliran keras menyatakan, walaupun ia lebih suka jika Inggris menolak Brexit, Eropa tetap harus menghormati hasil pengumpulan suara. "Kita harus menatap ke depan dan menyesuaikan diri dengan situasi ini," demikian Schläuble. Sementara Menteri Luar Negeri Frank Walter Steinmeier menyebut hari ini hari menyedihkan, baik bagi Eropa maupun Inggris Raya.

Setelah penghitungan suara, mayoritas orang Irlandia Utara, Skotlandia dan penduduk ibukota London ingin agar Inggris Raya tetap jadi anggota Uni Eropa. Namun penduduk Wales dan wilayah-wilayah lainnya lebih mendukung Brexit.

Pukulan telak bagi David Cameron

Hasil penghitungan suara menunjukkan kubu anti Uni Eropa menang dari kubu pro Uni Eropa dengan skor 52 lawan 48 persen. Hasil yang mendukung Brexit alias hengkangnya Inggris dari Uni Eropa ini merupakan pengumuman hasil final referendum bersejarah di Inggris.

Pasar bursa sudah bereaksi negativ atas hasil sementara referendum Brexit ini. Nilai mata uang Pound langsung anjlok. Para pemimpin Uni Eropa masih menahan diri dan menunggu perkembangannya lebih lanjut.

Bagi pemerintah Inggris, yang saat ini di bawah PM David Cameron, pilihan Brexit merupakan pukulan telak. Cameron sebelumnya berusaha mengkampanyekam supaya Inggris tetap berapa dalam Uni Eropa. Ia bahkan membuat kesepakatan dengan Brussels terkait tema ini.

Tapi kubu anti Uni Eropa yang antara lain dimotori eks walikota London Boris Johnson unggul dalam Referendum bersejarah ini. Isu arus imigran menjadi salah satu faktor penentu kemenangan kubu anti Uni Eropa.

as/ml (rtr, ap, the Guardian)