1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Hasil Pemilu Kongo

15 November 2006

Dengan meraih hampir 60 persen dari jumlah suara yang masuk, Presiden transisi Joseph Kabila kini akan menjadi Presiden yang sah.

https://p.dw.com/p/CPAw
Presiden Kongo Joseph Kabila
Presiden Kongo Joseph KabilaFoto: picture-alliance/dpa

Menurut Kabila, hasil yang paling penting dari pemilu di Republik Demokrasi Kongo adalah dorongan berdemokrasi. Ia benar. Dan langkah kemajuan demokrasi di Kongo akan menjadi patokan prestasinya.

Keberhasilan Kabila dan perdamaian di negara yang bertahun-tahun menjalani perang saudara, bergantung pada seberapa cepat Kabila mengusahakan pembangunan institusi yang lebih demokratis. Seberapa cepat ia mampu melakukan demiliterisasi dan meyakinkan orang kaya di negara itu untuk memerangi kemiskinan di Kongo dan mengalirkan uang bagi pembangunan infrastruktur yang baru.

Setelah ayahnya Laurent-Desire Kabila dibunuh tahun 2001, Joseph Kabila dengan jabatannya sebagai presiden transisi mengupayakan perdamaian di negaranya. Ia mengizinkan penempatan pasukan PBB dan ia mengurangi kehadiran pasukan Rwanda dan Uganda di Kongo. Ia mendukung dan menandatangani perjanjian perdamaian Desember 2002 yang menghasilkan pemerintahan semua partai dan merencanakan pemilihan umum.

Di lain pihak, Kabila tahu – seperti pendahulunya – bahwa jabatan presiden mengamankan aksesnya pada sumber daya negara itu. Dan ia memanfaatkannya. Penangguhan resmi pada kontrak antara perusahaan-perusahaan asing dan negara Kongo, diakali oleh Kabila secara curang. Baru beberapa minggu yang lalu ada kontrak baru yang disepakati dengan perusahaan minyak Inggris Heritage Oil mengenai penyulingan minyak di perbatasan ke Uganda. Komisi energi atom Kongo baru saja menandatangani memorandum dengan perusahaan pertambangan dari Inggris Brinkley Africa mengenai eksploitasi uranium Kongo dan perkebangan tenaga atom.

Tahun-tahun berikutnya akan menunjukkan, seberapa serius Kabila sebenarnya. Apakah ia akan tetap bermain sesuai dengan peraturan demokratis, walau pun komunitas internasional tidak lagi mendukung negaranya? Catatan biografinya akan menimbulkan keraguan. Karena Kabila bukanlah seseorang yang mempelajari ilmu politik. Ia juga bukan warga sipil, melainkan militer.

Ia memulai karir militernya di Tansania dan tahun 1996 ia bergabung dengan pasukan ayahnya. Dalam perang Kongo yang pertama, ia adalah pemegang komando. Setelah ayahnya memenangkan perang tersebut dan menjadi presiden Kongo, Kabila bersekolah di Sekolah Tinggi Pertahanan Nasional di Beijing. Kemudian karirnya menanjak dengan cepat di militer Kongo hingga ia tahun 2000 menjadi Kepala Staf Militer.

Proses perdamaian yang melelahkan selama lima tahun terakhir telah menunjukkan, bahwa Kongo tidak dapat digerakkan, jika tingkat politik dibiarkan mengambil keputusan sendiri. Ini juga hanya akan sedikit berubah dengan adanya pemilihan presiden yang baru. Selanjutnya, komunitas internasional di Kongo akan tetap dituntut untuk terlibat dalam tugas perdamaian terpenting negara tersebut yaitu pembangunan institusi demokrasi. Jika ini berhasil, negara di belahan timur benua ini dapat menjadi negara percontohan Afrika. Namun, memang banyak tugas yang sudah menanti sang presiden baru dan komunitas internasional.