1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Hasil Pemilu Skotlandia Buka Peluang Kemerdekaan

10 Mei 2021

Usai kemenangan pemilu, PM Skotlandia Nicola Sturgeon, menegaskan referendum kemerdekaan kedua tidak terhindarkan. Sebaliknya PM Inggris, Boris Johnson, bersikeras isu separasi telah disudahi lewat referendum pada 2014.

https://p.dw.com/p/3tC2M
Kelompok pro kemerdekaan menggelar demonstrasi damai menuntut referendum di Edinburg, Agustus 2020.
Kelompok pro kemerdekaan menggelar demonstrasi damai menuntut referendum di Edinburg, Agustus 2020.Foto: picture-alliance/Photoshot/E. Cherry

Kemenangan dua partai pro-referendum dalam pemilu Skotlandia menjadi ujian baru bagi keutuhan Inggris. Menurut penghitungan suara, Partai Nasional Skotlandia (SNP) dan Partai Hijau berhasil memperkuat dominasi di parlemen dengan mengamankan 71 dari 129 kursi.

Bagi ketua umum SNP dan Perdana Menteri Skotlandia, Nicola Sturgeon, penambahan suara bagi kedua partai mengindikasikan keinginan masyarakat untuk menggelar referendum kemerdekaan dari Inggris, yang menurut rencana akan digelar pasca pandemi.

"Perdana menteri menegaskan keinginannya untuk memastikan bahwa warga Skotlandia bisa memutuskan masa depannya sendiri setelah krisis berakhir," tulis kantor perdana menteri Skotlandia seusai pembicaraan telepon dengan PM Inggris, Boris Johnson, Minggu (9/5).

"Dia menegaskan (kepada PM Johnson) bahwa isu penyelenggaraan referendum bukan lagi jika, tapi kapan."

Sebaliknya pernyataan pers kantor perdana menteri Inggris tidak menyebut adanya pembahasan soal referendum dalam pembicaraan telepon antara kedua kepala pemerintahan. Johnson dikatakan lebih menekankan "pada pentingnya memusatkan perhatian pada pemulihan pasca pandemi."

Konstelasi teranyar parlemen Skotlandia menempatkan SNP sebagai fraksi terkuat dengan 64 kursi, atau kurang satu kursi dari mayoritas mutlak. Namun bersama Partai Hijau yang mendapat delapan kursi, koalisi pro-referendum kini bisa mendiktekan agenda politik di parlemen.

Perdana Menteri Skotlandia, Nicola Sturgeon
Perdana Menteri Skotlandia, Nicola Sturgeon, berencana menggelar referendum kemerdekaan dari Inggris yang kedua pasca pandemi nanti.Foto: Andy Buchanan/REUTERS

Perlawanan dari London

Kemungkinan parlemen Skotlandia mengesahkan legislasi bagi penyelenggaraan referendum sempat memicu spekulasi bahwa pemerintah Inggris akan menyeret kasus ke pengadilan. Namun hal ini ditepis Menteri Senior Michael Gove, pada Minggu (9/5).

"Kita tidak akan membahas sampai ke sana,"katanya kepada Sky News. "Untuk mulai berspekulasi soal legislasi atau proses pengadilan seputar referendum hanya memecah perhatian kita."

Kepada BBC, Sturgeon mengatakan rencana gugatan hukum pemerintah Inggris untuk menghentikan referendum adalah "aneh dan lancang." Dia berdalih jika London menggunakan kekuatan "penegakan hukum" untuk mencegah pencoblosan, sama saja mengakui bahwa persatuan selama 300 tahun antara kedua negeri tidak lagi bersidat konsensual..

"Saya tidak yakin kita akan sampai ke titik itu," kata dia.

Di bawah UU Skotlandia 1998 yang menggariskan pembagian kekuasaan dari London ke Edinburg, parlemen Inggris bertanggungjawab atas semua isu yang berkaitan dengan "kesatuan kerajaan Skotlandia dan Inggris." Pada 2014 silam, UU ini digunakan untuk menggelar referendum kemerdekaan.

Saat itu kelompok pro-kesatuan memenangkan pemilihan dengan lebih dari 55 persen suara. Namun desakan untuk menggelar referendum kedua semakin lantang setelah Inggris resmi bercerai dari Uni Eropa, awal 2021 silam. PM Boris Johnson bersikeras ikatan Skotlandia dan Inggris telah ditentukan dan tidak lagi diperdebatkan.

rzn/hp (rtr, afp)