1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Makanan Khas Jerman yang Bikin Hampir Muntah

20 September 2019

Awal September lalu saya mendapat kesempatan terbang ke Jerman untuk mengikuti workshop training selama 8 hari di kantor Deutsche Welle (DW) di Bonn. Oleh: Prihardani Ganda Tuah Purba.

https://p.dw.com/p/3PtCc
Indonesien-Korrespondenten in Deutschland
Foto: Privat

Singkat saja, workshop training ini menjadi bagian pelatihan yang diberikan oleh DW untuk koresponden baru yang datang dari beberapa negara, diantaranya India, Pakistan dan Indonesia. Ada sekitar 11 total koresponden baru yang ikut dalam training ini dan saya termasuk salah satunya. Buat saya, pertemuan dengan orang-orang baru apalagi yang datang dari negara lain selalu menyenangkan. Saya bisa mendapatkan pemahaman otentik soal apapun dari negara itu, mau isu sosial, kondisi politik, budaya, semuanya.

Satu contoh saja, obrolan singkat saya dengan Charu, salah satu Koresponden dari India berhasil memunculkan rekomendasi film-film Bollywood bagus yang belum pernah saya tonton sebelumnya. Hal ini tentu saja membuat jiwa kecintaan saya terhadap "Bollywood” bergejolak, hehe. Ya, saya memang fans Bollywood garis keras. Tapi di tulisan ini saya tidak mau membahas soal padatnya jadwal workshop training yang sudah tentu membuat otak penuh, tapi saya mau cerita pengalaman saya mencoba salah satu makanan khas Jerman bernama Heaven and Earth, atau dalam bahasa aslinya: Himmel und Erde.

Indonesien-Korrespondenten in Deutschland
Prihardani Ganda Tuah PurbaFoto: Privat

Ide untuk mencoba makanan yang hanya bisa didapatkan di Jerman sudah sempat terbersit di benak saya sebelum berangkat ke Jerman. "Pokoknya, gue harus nyoba makanan khas Jerman sebelum pulang”, begitu ucap saya dalam hati sesaat sebelum masuk pesawat. Siapa sangka, sesampai di Jerman saya mendapat tawaran makan malam dari Mbak Vidi, Head of Indonesian Service di DW. Senang rasanya, keinginan saya untuk makan makanan khas Jerman sebentar lagi akan terkabul.

Mbak Vidi dan keluarga mengajak saya dan Prita, rekan saya yang lain dari Indonesia untuk makan malam di sebuah restoran bernama Gesindehaus di daerah Poppelsdorf, Bonn. Usut punya usut restoran ini menyajikan cita rasa lokal khas Jerman dalam menu-menunya, pas buat saya yang ingin mencoba makanan otentik asal Jerman. Sembari melihat menu makanan yang diberikan oleh pelayan restoran, Mbak Vidi dengan antusias menyarankan saya memesan salah satu makanan yang katanya asli Jerman, nama menunya Heaven and Earth. Daniel, suami dari Mbak Vidi yang merupakan orang asli Jerman juga memastikan bahwa Heaven and Earth merupakan makanan asli negaranya yang kerap dia makan semasa kecil dulu.

Tak pikir panjang, Heaven and Earth jadi pilihan menu makan malam saya. Nama makanan yang mengandung kata surga di dalamnya ini semakin meyakinkan saya untuk memilihnya sebagai hidangan makan malam. "Harusnya sih enak ini makanan, rasa surga”, begitu pikir saya. Bagi kalian yang penasaran, Heaven and Earth ini berisi fried black pudding dengan liver sausage disajikan dengan mashed potato dan apple sauce. Tidak terdengar aneh sama sekali. Makanannya dibanderol dengan harga 15.9 Euro yang kalo dirupiahkan sekitar Rp 238.000,-. Sembari menunggu makanan utama, side dish khas Jerman juga turut kami nikmati. Namanya Obazda mit Laugenbrezel, ini merupakan german beer cheese dip yang dimakan pake pretzel. Rasanya enak banget.

Indonesien-Korrespondenten in Deutschland
Foto: Privat

Sepuluh menit kemudian, makanan yang saya nanti-nantikan akhirnya disajikan tepat di hadapan saya. Penampakan luarnya tampak biasa saja, tidak ada yang aneh. Mashed potato yang dicampur apple sauce dalam porsi yang cukup banyak jadi dasar makanan yang tersaji di piring saya, kemudian 2 fried black pudding berbentuk tabung dan 2 liver sausage berbentuk bulat cukup tebal disusun sedemikian rupa diatas mashed potato, garnish kecil berupa daun bawang ikut ditaburi diatasnya. Setelah memastikan semua pesanan disajikan, kami pun mulai makan malam.

Di suapan pertama, yang saya rasakan dari liver sausage itu adalah aroma hati atau organ dalam hewan yang cukup menyengat, rasanya pun demikian, buat saya seperti makan hati mentah yang dicincang dari satu hewan tertentu. Tak heran, penampakan bagian dalam dari liver sausage setelah dipotong juga semakin menurunkan nafsu makan saya. Terlihat cincangan halus dari hati hewan yang sedikit berair. Setelah suapan pertama, saya rasanya ingin langsung saja menyudahi makan malam. Untungnya, mashed potato dengan apple sauce yang disajikan, rasanya cukup lezat dan dapat menetralisir rasa organ dalam yang terlanjur memenuhi rongga mulut dan pikiran saya.

Setelah suapan pertama yang penuh perjuangan, saya ingin mencoba makan lagi di suapan kedua. Tapi ternyata, sugesti bayangan organ dalam hewan yang langsung memenuhi pikiran, membuat perut saya bergejolak. Makanan ini sukses membuat saya hampir muntah. "Ga kuat gue makan ini,” kata saya sambil tertawa. "Ini mah nama menunya harusnya diganti bukan heaven and earth, tapi hell and earth”, seloroh saya dibalas tertawa oleh semua yang ada di meja makan malam.

Indonesien-Korrespondenten in Deutschland
Foto: Privat

Saya sama sekali tidak menyangka, makanan yang ada kata "surga” dalam namanya ternyata sama sekali tidak berasa surga buat saya. Ini tentu saja bukan salah dari makanannya, tapi balik lagi hanya masalah selera saja. Bukan tidak mungkin, orang Jerman yang mencoba makanan khas Indonesia akan mendapatkan impresi yang sama dengan saya ketika mencoba Heaven and Earth. Impresi buruk, hehe.

Meski sedikit kecewa dengan rasa makanannya, saya puas karena keinginan mencoba makanan unik dan khas dari Jerman terbayar sudah. Tak sampai disitu, makanan penutup khas Jerman berupa kue cokelat yang meleleh dimulut bernama Kalter Hund atau Anjing Dingin (dalam Bahasa Indonesia) sedikit banyak dapat mengobati rasa kecewa saya karena rasanya yang super lezat. (hp)

**DWNesiaBlog menerima kiriman blog tentang pengalaman unik Anda ketika berada di Jerman atau Eropa. Atau untuk orang Jerman, pengalaman unik di Indonesia. Kirimkan tulisan Anda lewat mail ke: dwnesiablog@dw.com. Sertakan 1 foto profil dan dua atau lebih foto untuk ilustrasi. Foto-foto yang dikirim adalah foto buatan sendiri.