1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

"He's Back!" - Ahokers dan Pegiat HAM Rayakan Pembebasan BTP

24 Januari 2019

Bebasnya Basuki Tjahaja Purnama tidak hanya disambut keluarga dan pendukung setia, tetapi juga pegiat HAM. Kepulangan Ahok dianggap sebuah "kemenangan kecil" yang harus "dirayakan," tulis Amnesty International.

https://p.dw.com/p/3C4WI
Pendukung Basuki Tjahaja Purnama yang berkumpul di depan Mako Brimob, Depok, untuk menyambut kepulangan Ahok..
Pendukung Basuki Tjahaja Purnama yang berkumpul di depan Mako Brimob, Depok, untuk menyambut kepulangan Ahok..Foto: Reuters/W. Kurniawan

Dua wajah sumringah terlihat menghiasi foto unggahan teranyar akun Instagram Nicholas Sean. Dia bersama sang ayah, Basuki Tjahaja Purnama yang sejak Kamis (24/1) menghirup udara bebas usai mendekam selama 1 tahun 8 bulan 15 hari di Mako Brimob, Depok, menyusul pidana penistaan agama. "He's back!" tulis Nicholas sembari menambahkan "ayah saya adalah orang bebas."

Puluhan pendukung berbaju kota-kotak sempat memenuhi jalan raya di depan Mako Brimob. Sejumlah karangan bunga juga dikirimkan untuk menyambut kepulangan bekas gubernur Jakarta itu. Namun seperti yang dilaporkan BBC Indonesia, Ahok dijemput oleh sang putra dan langsung pulang tanpa sempat menemui para pendukungnya.

Baca juga: Dunia Internasional Sesali Vonis Ahok

Euforia pembebasan Ahok, yang mengatakan mulai sekarang ingin dipanggil BTP saja, juga melebar ke ranah media sosial. Sejak pagi beberapa tagar memenuhi linimassa Twitter, antara lain #WelcomeBackBTP, #AhokBebas dan #BTPpulang. "Ini adalah kemenangan kecil yang patut kita rayakan!" kicau akun Amnesty International Indonesia.

Adapun pegiat HAM dari Human Rights Watch (HRW), Andreas Harsono, mengingatkan bahwa BTP "tidak seharusnya dipenjara. Vonis tidak adil terhadapnya adalah pengingat bahwa minoritas di Indonesia berada di bawah ancaman pasal penistaan yang kejam."

Hal senada diungkapkan Elaine Pearson, Direktur HRW Australia. Lewat Twitter dia menulis "selama pasal penistaan agama di Indonesia masih ada, kaum Islamis akan menggunakannya untuk mempresekusi dan bahkan mengupayakan aturan diskriminatif terhadap minoritas agama."

BTP  dijebloskan ke penjara 2017 silam di tengah masa kampanye Pilkada DKI Jakarta menyusul tekanan besar kelompok Islamis terhadap pengadilan yang berujung vonis bersalah. Oleh hakim, dia dianggap melanggar Pasal 156a huruf a KUHP, yaitu secara sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama.

Calon wakil presiden saat ini Ma'ruf Amin, yang ikut menggalang animo buat memenjarakan BTP 2017 lalu, menilai pembebasan Ahok "bukan hal spesial," ujarnya di Tuban, Jawa Timur, seperti dilansir kantor berita Antara. "Dia menjalani masa tahanan seperti yang diputuskan pengadilan dan itu hal yang baik," katanya.

Belum lama ini ketua Majelis Ulama Indonesia itu mengaku menyesal telah ikut berkampanye mendukung vonis bersalah terhadap BTP.

Baca juga: Cerita Ahok di Balik Revitalisasi Lapangan Banteng

Sementara itu anggota Front Pembela Islam, Novel Bakmumin, yang pertamakali mengadukan kasus dugaan penistaan agama kepada polisi 2016 lalu, menyarankan agar BTP menjauh dari politik dan isu Islam. "Saya harap Ahok tidak mengulangi kesalahan yang bisa memicu ketegangan di kalangan muslim, tidak hanya di Indonesia tapi juga di dunia. Karena Islam bukan bidangnya. Dia harusnya mengurus agamanya sendiri saja."

Sejauh ini belum jelas apakah BTP akan kembali ke arena politik usai dibebaskan. Bekas wakilnya di DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat, dalam wawancara dengan Detik meyakini pria berusia 52 tahun itu akan bergabung dengan Partai PDIP usai dibebaskan. Dia juga mengklaim BTP ingin bekerja sebagai Direktur Jendral Bea Cukai untuk memberantas mafia pelabuhan jika dipercaya oleh pemerintah.

Salah seorang aktivis Teman BTP, Hasan Nasbi, mengatakan Ahok selayaknya kembali ke Politik. Dia meyakini BTP akan menjadi "pemimpin, entah itu pemimpin parpol atau pemimpin negeri ini."

"Dia adalah politisi petarung. Dia betarung melawan korupsi, ketidakadilan dan menegakkan hukum dan demokrasi. Ini menyebabkan banyak orang tidak suka padanya dan menjadi musuh politiknya," kata dia kepada Associated Press.

Baca juga: Wawancara Putrama Tuta, Sutradara A Man Called Ahok, Tentang Politisasi Sinema

BTP mengawali karir politiknya pada 2004 ketika terpilih menjadi anggota DPRD Kabupaten Belitung Timur. Pada 2005 dia memenangkan kontestasi Pilkada dan menjabat bupati Belitung Timur sebelum mengundurkan diri setahun kemudian untuk mencalonkan diri sebagai gubernur pada Pilkada Bangka Belitung 2007.

Ketika gagal memenangkan Pilgub Babel, BTP hijrah ke Jakarta dan bergabung dengan Golkar untuk pemilu legislatif 2009. Tiga tahun berselang dia menyebrang ke Gerindra sebelum digandeng Joko Widodo sebagai wakilnya pada Pilgub DKI Jakarta. BTP yang makin populer dengan nama Ahok lalu memutuskan keluar dari partai setelah Jokowi menantang pendiri Gerindra, Prabowo Subianto, dalam Pemilu Kepresidenan 2014.

rzn/ap (ap, rtr, detik, bbcindonesia, kompas)

Djarotpun Tak Kuasa Menahan Air Mata