1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikTimur Tengah

Hizbullah Berkepentingan Lindungi Status Quo di Lebanon 

21 Agustus 2020

Gejolak di Lebanon ikut menempatkan Hizbullah ke lingkaran elit yang dituduh korup dan gagal memenuhi janji reformasi. Pengaruh kelompok Syiah itu kian menggurita, di tengah krisis yang menyusutkan kekuasaan negara,

https://p.dw.com/p/3hIkF
Hassan Nasrallah berpidato di hadapan anggota Hizbullah di Beirut, untuk mengenang komandan Garda Revolusi Iran, Qassem Soleimani, yang dibunuh AS di Irak, 5 Januari 2020.
Hassan Nasrallah berpidato di hadapan anggota Hizbullah di Beirut, untuk mengenang komandan Garda Revolusi Iran, Qassem Soleimani, yang dibunuh AS di Irak, 5 Januari 2020.Foto: picture-alliance/dpa/B. Jawich

Limabelas tahun setelah pembunuhan bekas Perdana Menteri Rafiq Hariri, Hizbullah menjelma menjadi kekuatan tunggal di negeri yang perlahan ambruk dibekuk krisis berkepanjangan.  

Pekan ini Mahkamah Khusus PBB untuk Lebanon memutus bersalah seorang anggota Hizbullah dalam pembunuhan Hariri. Bagi Hizbullah, putusan itu datang di tengah situasi pelik. 

Saat ini Lebanon mengalami vakum kekuasaan usai pemerintahaan Hassan Diab yang didukung Hizbullah membubarkan diri menyusul ledakan di pelabuhan Beirut, awal Agustus silam. Warga berdemonstrasi menuntut reformasi. Sementara negara-negara donor internasional hanya akan mengucurkan duit pinjaman jika pemerintah mau menjalankan restrukturisasi ekonomi. 
Semua itu terjadi ketika wabah corona kembali mencuatkan angka penularan. 

Pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, menepis tuduhan pihaknya mengontrol pemerintah Lebanon atau memiliki cukup kursi di parlemen untuk bertindak sesuka hati. Tapi ucapannya itu tidak mampu menghentikan tren muram yang dihadapi Hizbullah, kata seorang sumber yang dekat dengan partai-partai Kristen yang beraliansi dengan kelompok Syiah tersebut. 

“Dengan mendapat mayoritas di parlemen dan seorang presiden di sisi mereka, mereka berpikir sudah mengontrol negara ini. Tapi apa yang terjadi sekarang adalah, Hizbullah dan sekutunya memang mendapat kekuasaan, tapi mereka kehilangan seluruh negeri dan penduduknya.” 

Hizbullah belakangan dihujani kritik lantaran gagal memenuhi janji reformasi sejak memenangkan pemilu legislatif pada 2018 silam. Oleh Badan Moneter Internasional, bantuan keuangan yang bisa menyelamatkan Lebanon keluar dari resesi, dikaitkan dengan restrukturisasi ekonomi dan politik. 

Namun upaya pemerintah mencairkan dana IMF menemui jalan buntu lantaran sikap blokade Hizbullah. 

“Ada terlalu banyak masalah di tubuh pemerintah, di luar ledakan di pelabuhan,” kata Magnus Ranstorp, seorang pengamat Hizbullah. “Negeri ini sedang ambruk.” 

Kegagalan Hizbullah 

Fawaz Gerges, peneliti Timur Tengah di London School of Economis, menambahkan krisis teranyar “merupakan salah satu tantangan paling fundamental yang dihadapi Lebanon sejak merdeka dari Perancis pada 1943. Saat ini Lebanon dan Hizbullah sedang menghadapi beberapa krisis sekaligus.” 

“Saya khawatir, putusan pengadilan (dalam kasus Hariri) akan menjadi pemantik. Negara yang sudah terpecah ini akan menjadi semakin terpolarisasi di sepanjang batas sektarian, bukan lagi garis politik atau ideologi.” 

Demonstran antipemerintah di Beirut, 8 Agustus 2020.
Amarah penduduk Lebanon pasca ledakan mematikan di pelabuhan Beirut ikut mengarah kepada Hizbullah yang dianggap melindungi elit politik. Seusai ledakan, pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, berpidato menolak tanggungjawab dan mengancam demonstran yang berniat makar.Foto: Reuters/G. Tomasevic

Mohanad Hage Ali, peneliti di Carnegie Middle East Center, mengatakan Hizbullah sudah “gagal total” memenuhi janji politiknya untuk memerangi korupsi. “Mereka sama sekali tidak melakukan apapun. Sekarang kampanye antikorupsi yang mereka buat dijadikan untuk bahan olok-olokan.” 

“Seperti juga yang menimpa elit politik lain, Hizbullah dalam sejarahnya belum pernah berada dalam posisi selemah sekarang,” imbuhnya.  

Ledakan di pelabuhan Beirut yang menewaskan lebih dari 220 orang dan membuat 300.000 penduduk kehilangan rumah ikut menambah tekanan politik terhadap kelompok binaan Iran itu.  

Hizbullah diyakini ikut bertanggungjawab menyeret Lebanon ke jurang krisis, menurut Fawaz Gerges dari London School of Economics. 

“Apa yang tidak dipahami Hizbullah dari ledakan, amarah penduduk dan aksi protes adalah bahwa masyarakat sekarang melihat organisasi ini sebagai manifestasi terbaru dari elit korup dan bahwa Hizbullah bertanggungjawab melindungi kaum elit ini,” kata Gerges. 

“Mereka sudah kehilangan opini publik di Lebanon,” kata dia.  

Prioritas Hassan Nasrallah 

Situasi bertambah runyam ketika Nasrallah berbicara di depan televisi setelah ledakan di Beirut. Dalam pernyataannya itu dia menolak Hizbullah bertanggungjawab dan memperingatkan demonstran, setiap bentuk serangan terhadap negara dan para pemimpinnya akan ditindak dengan tegas. 

“Anda bisa berharap dia akan menghadap publik dan berusaha meyakinkan akan melakukan segala upaya buat mencari tahu apa yang terjadi, bahwa ‘kami bersama rakyat’,” kata Gerges.  

Namun prioritas utama Nasrallah diyakini adalah merawat status quo di Beirut. Tugas itu kian sulit usai pengadilan mengaitkan Hizbullah dengan pembunuhan Rafiq Hariri.  

“Semakin banyak negara yang akan melihat Hizbullah sebagai organisasi teror paramiliter,” kata Fawaz Gerges. 

Adapun pengamat Hizbullah, Magnus Ranstorp, meyakini upaya Amerika Serikat meredam pengaruh Iran di Irak, Surah dan Lebanon akan ikut memojokkan Hizbullah. Saat ini satuan-satuan yang bernaung di bawah Nasrallah di Suriah berulangkali dibombardir jet tempur Israel. Sementara milisi-milisi sekutu Hizbullah di Irak sedang tertekan oleh perubahan politik. 

Israel kini sedang melobi negara-negara Dewan Keamanan PBB untuk memperkuat mandat pasukan PBB di Lebanon, UNIFIL, agar bisa memerangi Hizbullah. 

Analis meyakini Hizbullah akan berusaha mengulur waktu, sembari menunggu perkembangan politik internasional antara Teheran dan Washington yang bakal menggelar pemilihan umum, November mendatang.

Selama itu pula Hizbullah berkepentingan mempertahankan status quo di Lebanon, kata Hage Ali. Pasalnya pengaruh politik Hizbullah menentukan keleluasaan organisasi itu untuk melatih gerilayawan atau mengimpor senjata.

“Mereka ingin merawat sistem pemerintahan seperti sekarang ini. Mereka tidak menginginkan sebuah negara yang kuat, tapi mereka juga tidak ingin negara yang lemah dan terfragmentasi karena itu artinya lebih banyak masalah, lebih banyak tantangan buat mereka.” 

Analisa Samia Nakhoul danTom Perry untuk Reuters. Konten diterjemahkan dan disadur sesuai konteks. 

rzn/hp (Reuters)