1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Hong Kong Isyaratkan Rombak Media Independen Terbesar

19 Februari 2021

Pemerintah Hong Kong mengindikasikan bakal mereformasi lembaga penyiaran publik, RTHK, yang selama ini dikenal kritis dan independen. Langkah itu memicu kekhawatiran perihal nasib kebebasan pers di Hong Kong.

https://p.dw.com/p/3parE
Pagar kantor Radio Television Hong Kong (RTHK) ditempeli bendera Cina saat demonstrasi pro-Beijing, Agustus 2019.
Pagar kantor Radio Television Hong Kong (RTHK) ditempeli bendera Cina saat demonstrasi pro-Beijing, Agustus 2019.Foto: Reuters/W. Kurniawan

Penyelidikan yang dilakukan otoritas Hong Kong terhadap Radio Televisi Hong Kong (RTHK) menemukan sejumlah "kekurangan” pada manajemen dan minimnya transparansi dalam menghadapi keluhan, lapor Biro Dagang Hong Kong, Jumat (19/2).

Pemeriksaan itu diumumkan tahun lalu dan tergolong langka dalam industri media Hong Kong. Sejak lama barisan pendukung Beijing membanjiri RTHK dengan keluhan atas pemberitaan yang dinilai anti-pemerintah.

RTHK didirikan sebagai lembaga penyiaran publik pada 1928 dan merupakan satu-satunya media pemerintah independen di Cina. Adalah Piagam RTHK atau sejenis anggaran dasar, yang menjamin independensi editorial terhadap pemerintah.

Namun kebebasan itu kini terancam, terutama setelah pemerintah mengeluhkan pemberitaan RTHK seputar gelombang demonstrasi pro-demokrasi. Dalam bulan-bulan penuh gejolak itu, polisi dikabarkan menggunakan tindakan brutal terhadap demonstran. 

RTHK juga membuat sejumlah laporan investigasi yang berujung pada hujan kritik bagi pemerintah dan kepolisian.

Atas dasar itu pemerintah Hong Kong kini memeriksa rekam jejak administratif, finansial dan manajemen RTHK. "Ada banyak kekurangan dalam mekanisme editorial management,” bunyi penggalan laporan setebal 154 halaman tersebut.

Ancaman bagi media independen

Menurut Biro Dagang Hong Kong, RTHK tidak memiliki "proses pembuatan keputusan yang jelas dan terekam baik,” dan tidak "mengalokasikan peran atau tanggungjawab kepada staf redaksi secara jelas,” tulis mereka, sembari menimpulkan "pengawasan editorial yang lemah” pada stasiun publik tersebut.

Pada hari yang sama, pemerintah Hong Kong menunjuk Wakil Menteri Dalam Negeri, Patrick Li, sebagai direktur RTHK, terhitung mulai 1 Maret mendatang. Penunjukkan itu ikut mendulang kritik, lantaran Li tidak memiliki pengalaman di bidang penyiaran atau jurnalistik.

Perubahan pada media independen itu semakin kentara, ketika pekan lalu RTHK mengumumkan penangguhan siaran milik stasiun televisi Inggris, BBC. Keputusan itu dibuat sebagai reaksi setelah Cina melarang layanan BBC World News dari jaringannya menyusul laporan investigasi di Xinjiang. 

Jimmy Lai, tokoh pro-demokrasi dan pengusaha media Hong Kong.
Jimmy Lai, tokoh pro-demokrasi dan pengusaha media Hong Kong. Dia berada dalam tahanan atas dakwaan berkolusi dengan agen asing melawan Cina.Foto: picture-alliance/AP Photo/V. Yu

Ketika Beijing mengusir belasan awak media AS tahun lalu, mereka juga dilarang berpindah ke Hong Kong, sebagaimana yang lazim dilakukan media asing di Cina.

Hong Kong menjadi contoh teranyar hegemoni Cina. Ketika gelombang demonstrasi tak henti-henti melanda kepulauan tersebut, Beijing mengesahkan UU Keamanan Nasional yang dikritik membungkam kebebasan berpendapat dan independensi media.

Berbekal UU tersebut, pemerintah Hong Kong mendakwa Jimmy Lai, pemilik pro-demokrasi, Apple Dail. Dia dituduh berkolusi dengan agen asing. Sejak tahun lalu Lai mendekam di penjara. Adapun permohonan pembebasan dengan uang jaminan ditolak oleh pengadilan baru-baru ini. 

Hong Kong jatuh ke posisi 80 dalam Indeks Kebebasan Pers versi organisasi Wartawan Tanpa Batas (RSF). Padahal pada 2002, negara itu masih bertengger di posisi 18. Sementara posisi Cina di indeks tersebut tidak berubah di urutan ke-177.

rzn/hp (rtr, afp)